Hukum Membunuh Begal dalam Islam: Pendapat Ulama dan Dasar Syariah

Hukum membunuh begal dalam Islam menjadi topik yang sering dibahas, terutama ketika seseorang menghadapi ancaman langsung dari pelaku kejahatan. Dalam konteks ini, kita perlu memahami pandangan agama dan hukum negara terkait tindakan yang dilakukan sebagai bentuk pembelaan diri. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci hukum membunuh begal menurut perspektif Islam serta dasar syariahnya, disertai dengan pendapat para ulama.

Apa Itu Qutha’ut Thariq?

Hadis Nabi tentang Pembelaan Diri

Qutha’ut thariq adalah istilah dalam ilmu fiqh untuk menyebut tindakan kejahatan yang dilakukan di jalan umum, seperti pencurian atau pemerkosaan. Dalam konteks ini, begal termasuk kategori kejahatan yang bisa diberi hukuman berat sesuai dengan aturan syariah. Menurut ulama, jika seseorang menghadapi begal yang ingin merampas hartanya, maka ia diperbolehkan melawan, bahkan sampai pada tingkat membunuh jika tidak ada cara lain untuk menghentikan aksi tersebut.

Dasar Syariah tentang Membunuh Begal

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memberikan petunjuk mengenai tindakan yang boleh dilakukan saat menghadapi ancaman. Salah satu ayat yang sering digunakan adalah:

“Bulan haram dengan bulan haram, dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) kisas. Oleh sebab itu, siapa yang menyerang kamu, seranglah setimpal dengan serangannya terhadapmu.”

QS. Al-Baqarah [2]:194

Ayat ini menegaskan bahwa hukum kisas berlaku dalam kasus penyerangan. Jika seseorang menyerang Anda, Anda berhak membalasnya. Namun, balasan harus seimbang dan tidak melebihi batas.

Selain itu, hadis Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan bahwa jika seseorang membela diri dari ancaman, maka dia bisa menjadi syahid jika terbunuh. Bahkan, jika ia berhasil membunuh pelaku, maka darah pelaku tidak bisa dituntut karena tindakan tersebut dilakukan dalam kondisi darurat.

Pandangan Ulama tentang Membunuh Begal

Kondisi Darurat Membunuh Begal

Menurut ulama, jika seseorang menghadapi begal yang ingin merampas hartanya atau mengancam nyawanya, maka ia boleh melakukan tindakan pembelaan diri. Hal ini didasarkan pada prinsip takwir (mencegah kejahatan) dan taqyid (batasan tindakan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang apakah boleh membunuh begal yang ingin merampas harta. Beliau menjawab bahwa kaum muslimin sepakat bahwa melawan para perampok diperbolehkan. Jika mereka tidak bisa dihentikan selain dengan senjata, maka korban boleh menggunakan senjata. Jika korban terbunuh, maka dia syahid. Jika korban berhasil membunuh salah satu pelaku, maka darah pelaku tidak bisa dituntut.

Kapan Membunuh Begal Diperbolehkan?

Membunuh begal hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, yaitu:

  1. Ada ancaman langsung terhadap nyawa atau harta.
  2. Tidak ada alternatif lain untuk mencegah kejahatan.
  3. Tindakan yang dilakukan proporsional dengan ancaman.

Jika tindakan tersebut dilakukan dalam kondisi darurat dan tidak melebihi batas, maka tindakan tersebut tidak dianggap sebagai kejahatan, baik dari sudut pandang Islam maupun hukum negara.

Perbedaan Hukum dalam Islam dan Hukum Negara

Dalam hukum negara Indonesia, pasal 48 dan 49 KUHP mengatur tentang pembelaan diri. Namun, dalam praktiknya, banyak kasus yang menunjukkan bahwa korban justru dijadikan tersangka. Misalnya, kasus di Malang (2020) di mana seorang siswa SMA dihukum karena membunuh begal, padahal ia sedang melindungi diri dan orang lain.

Namun, jika korban memenuhi syarat seperti adanya ancaman langsung dan tindakan yang proporsional, maka tindakan tersebut bisa dianggap sah dan tidak melanggar hukum.

Kesimpulan

Membunuh begal dalam Islam diperbolehkan jika dilakukan dalam kondisi darurat dan untuk membela diri, harta, atau kehormatan. Dasar hukumnya berasal dari Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam praktiknya, hukum negara juga mengakui hak korban untuk membela diri, meskipun dalam beberapa kasus, korban justru dihukum.

Kita perlu memahami bahwa tindakan yang dilakukan harus proporsional dan tidak melebihi batas. Dengan demikian, kita dapat menjaga keamanan diri tanpa melanggar aturan agama dan hukum.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *