Ifan Seventeen Bantah Isu Monopoli Bisnis Bioskop

Ifan Seventeen Bantah Isu Monopoli Bisnis Bioskop, Ini Penjelasannya

Dalam dunia bisnis, isu monopoli sering muncul sebagai bentuk kritik terhadap perusahaan besar yang dianggap menguasai pasar. Hal ini juga berlaku dalam industri perfilman, khususnya di sektor bioskop. Tidak sedikit pihak yang menyebut bahwa beberapa rumah produksi (PH) besar memiliki pengaruh besar dalam pendistribusian film di jaringan bioskop nasional. Namun, Ifan Seventeen, Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN), menyangkal tudingan tersebut dan memberikan penjelasan yang mendetail.

Penjelasan Ifan tentang Isu Monopoli

Ifan Seventeen tidak menampik bahwa setiap industri pasti memiliki isu miring terkait monopoli. Namun, ia menegaskan bahwa isu tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum disimpulkan sebagai praktik monopoli yang disengaja.

“Kalau menurut saya begini, semua itu running. Kalau menurut saya ya, semua industri baik itu mau musik, baik itu film, baik itu industri lainnya, semua itu pasti ada berita miringnya, pasti ada sifat monopolinya,” ujar Ifan saat ditemui di Plaza Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (24/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa PH besar memang lebih sering mendapatkan layar bioskop karena memiliki basis penonton yang kuat. “Kalaupun memang mereka mengeluarkan film secara lebih banyak dan lebih sering, yes, karena secara rumah produksinya besar,” tambahnya.

Namun, Ifan menekankan bahwa hal tersebut bukanlah monopoli yang disengaja. “Tapi kalau menurut saya itu happens by market, ya memang by condition. Jadi menurut saya sih gak lah. Mesti berhati-hati, mesti tahu dulu real case-nya, dipelajari dulu,” ujarnya.

Mengapa Isu Monopoli Muncul?

Isu monopoli dalam industri bioskop muncul setelah Komisi VII DPR RI mengungkap adanya dugaan dominasi dari beberapa PH besar. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menyebut bahwa sekitar 60 persen film nasional hanya dirilis di bioskop-bioskop besar, dan mayoritas film tersebut berasal dari beberapa PH tertentu.

“Pertama begini, saat ini kami mendapatkan data 60 persen film nasional itu hanya dirilis di bioskop-bioskop besar, dan yang 60 persen ini hanya berasal dari PH-PH tertentu. Hanya dari dua, enggak sampai tiga PH lah,” ujar Lamhot dalam rapat kerja dengan Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

Lamhot juga menyoroti dugaan adanya pihak-pihak tertentu yang menguasai lebih dari satu mata rantai bisnis perfilman. “Kalau kemudian dia punya bioskop, dia importir, dia PH, tentu berarti orang tersebut akan memprioritaskan film-filmnya masuk ke layar lebar,” imbuhnya.

Bukan Semua PH Besar Memiliki Pengaruh Sama

Meskipun ada PH besar yang memiliki pengaruh signifikan dalam industri film, Ifan menegaskan bahwa tidak semua PH besar melakukan praktik monopoli. Ia menilai bahwa skala bisnis dan jumlah film yang diproduksi menjadi faktor utama mengapa PH besar lebih sering mendapatkan layar bioskop.

“Bahkan jika PH besar memproduksi film dalam jumlah yang lebih banyak dan frekuensi yang lebih sering, hal itu wajar terjadi karena skala rumah produksi tersebut memang sudah besar,” jelas Ifan.

Ia juga menyarankan agar semua pihak lebih berhati-hati dalam menyikapi isu monopoli. “Jadi menurut saya sih gak lah. Mesti berhati-hati, mesti tahu dulu real case-nya, dipelajari dulu,” tambahnya.

Pandangan Ifan Mengenai Pasar Film Nasional

Ifan juga menyoroti pentingnya analisis untuk membedakan motif di balik fenomena ini. “Balik lagi, itu happen by setting atau by organic? Ini yang perlu kita cari tahu dulu. Real case-nya seperti apa, kejadian sebenarnya seperti apa,” ujarnya.

Menurut Ifan, kondisi pasar dan skala bisnis menjadi alasan utama mengapa PH besar lebih mudah mendapatkan akses ke layar lebar. “Jadi menurut saya sih gak lah. Mesti berhati-hati, mesti tahu dulu real case-nya, dipelajari dulu,” pungkasnya.

Peran PFN dalam Industri Film

Sebagai Direktur Utama PFN, Ifan juga menekankan bahwa perusahaan milik negara ini memiliki peran penting dalam mendukung industri film nasional. “PFN tidak hanya memproduksi film, tetapi juga membantu para PH kecil untuk bisa masuk ke layar lebar,” katanya.

Ia menambahkan bahwa PFN bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa semua film, baik dari PH besar maupun kecil, memiliki kesempatan yang sama untuk ditayangkan di bioskop.

Kesimpulan

Isu monopoli dalam bisnis bioskop memang sering muncul, terutama di tengah kompetisi ketat antara PH besar dan kecil. Namun, Ifan Seventeen menegaskan bahwa tidak semua PH besar melakukan praktik monopoli yang disengaja. Ia menilai bahwa skala bisnis dan kondisi pasar menjadi faktor utama dalam menentukan akses film ke layar lebar.

Lebih lanjut, Ifan menyarankan agar semua pihak lebih berhati-hati dalam menyikapi isu ini. “Jadi menurut saya sih gak lah. Mesti berhati-hati, mesti tahu dulu real case-nya, dipelajari dulu,” pungkasnya.

Dengan penjelasan yang jelas dan tegas, Ifan Seventeen berharap dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang dinamika industri film dan bioskop di Indonesia.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *