Kenaikan suhu global yang terus berlangsung telah mengubah pola cuaca di berbagai belahan dunia. Di tengah perubahan iklim yang semakin ekstrem, fenomena banjir menjadi salah satu ancaman serius bagi sektor pertanian, khususnya produksi padi. Meskipun banjir bisa meningkatkan hasil panen dalam jangka pendek, dampak jangka panjangnya justru memicu kerentanan dan risiko kekeringan yang lebih besar.
Artikel ini akan membahas bagaimana perubahan iklim, termasuk El Niño dan peningkatan curah hujan, memengaruhi produksi padi secara global. Kami juga akan mengeksplorasi risiko jangka panjang dari banjir, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk menjaga ketahanan pangan di masa depan.
Dampak Perubahan Iklim pada Produksi Padi

Perubahan iklim telah menjadi faktor utama yang memengaruhi produktivitas pertanian di seluruh dunia. Cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan sering kali menyebabkan gagal panen, terutama pada tanaman padi yang sangat rentan terhadap kondisi lingkungan.
Di Indonesia, misalnya, harga beras naik drastis akibat pengaruh anomali cuaca El Niño dan Indian Ocean Dipole (IOD) pada tahun 2023. Produksi padi turun sebesar 0,65 juta ton atau 2,05% dibandingkan tahun sebelumnya. Situasi ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem pertanian padi terhadap perubahan iklim.
Namun, tidak semua wilayah mengalami kerugian. Di beberapa daerah, banjir justru meningkatkan produksi padi karena pasokan air yang cukup. Contohnya, di wilayah-wilayah yang memiliki sistem irigasi baik, banjir bisa menjadi sumber air tambahan yang bermanfaat bagi tanaman.
Banjir: Keburukan dan Keuntungan Jangka Pendek
Banjir bisa memberikan manfaat sementara bagi pertanian, terutama jika terjadi di musim hujan yang normal. Air yang melimpah bisa membantu tanaman tumbuh lebih cepat dan meningkatkan hasil panen. Namun, dampak jangka panjang dari banjir jauh lebih merugikan.
Banyak petani mengalami kerugian karena banjir merusak lahan pertanian, menghancurkan benih, dan mengganggu proses tanam. Selain itu, banjir juga menyebabkan penyakit tanaman dan hama yang bisa mengurangi kualitas hasil panen.
Contoh nyata adalah banjir besar di Asia Tenggara pada tahun 2023. Di Thailand, banjir menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, termasuk kerusakan lahan pertanian dan hilangnya ribuan ternak. Di Vietnam, banjir juga merusak lahan padi dan kopi, yang merupakan komoditas penting bagi perekonomian negara tersebut.
Risiko Jangka Panjang dari Banjir
Meskipun banjir bisa meningkatkan produksi padi dalam jangka pendek, dampak jangka panjangnya justru memicu risiko kekeringan dan penurunan produktivitas. Tanah yang terlalu basah selama periode yang lama bisa kehilangan kesuburannya dan sulit digunakan untuk bertani.
Selain itu, banjir juga memperburuk kerentanan sistem pertanian terhadap perubahan iklim. Wilayah yang biasanya tidak terdampak oleh cuaca ekstrem kini mulai mengalami gangguan akibat intensitas banjir yang meningkat. Misalnya, di Pulau Jawa, jumlah bencana kekeringan meningkat drastis pada tahun 2023.
Studi oleh pakar ilmu lingkungan William Neil Adger menunjukkan bahwa kerentanan sistem pertanian bergantung pada tiga faktor: eksposur, sensitivitas, dan kapasitas adaptasi. Semakin tinggi eksposur terhadap cuaca ekstrem, semakin rentan sistem pertanian terhadap kerusakan.
Langkah-Langkah untuk Meningkatkan Ketahanan Pertanian
Untuk menghadapi ancaman perubahan iklim dan banjir, pemerintah dan masyarakat perlu mengambil langkah-langkah strategis. Berikut beberapa rekomendasi yang bisa diterapkan:
-
Pembangunan Infrastruktur Lokal
Pemerintah perlu membangun infrastruktur lokal yang sesuai dengan karakteristik sosio-ekologis setiap wilayah. Contohnya, dukungan terhadap sistem irigasi tradisional seperti Subak di Bali bisa membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan memastikan akses air yang adil bagi petani. -
Peningkatan Akses Sumber Daya Pertanian
Mayoritas petani padi di Indonesia termasuk dalam kategori petani gurem dan paruh waktu. Untuk meningkatkan ketahanan pangan, pemerintah perlu memastikan akses mereka terhadap sumber daya seperti lahan, air, dan sarana produksi yang cukup. -
Penguatan Kapasitas Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan adalah kunci produksi pangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong penguatan kapasitas mereka melalui pelatihan dan program adaptasi perubahan iklim. Ini termasuk meningkatkan literasi iklim dan cuaca kepada para petani. -
Penerapan Teknologi dan Inovasi Pertanian
Penggunaan teknologi seperti sistem irigasi modern, varietas padi tahan banjir, dan sistem pemantauan cuaca bisa membantu mengurangi risiko kegagalan panen. BMKG, misalnya, terus melakukan penguatan literasi iklim dan cuaca kepada petani sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.
Kesimpulan
Perubahan iklim dan banjir memengaruhi produksi padi secara signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Meskipun banjir bisa meningkatkan hasil panen dalam beberapa kasus, dampak jangka panjangnya justru memicu risiko kekeringan dan penurunan produktivitas.
Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam membangun sistem pertanian yang lebih tangguh. Dengan pembangunan infrastruktur lokal, peningkatan akses sumber daya, dan penguatan kapasitas masyarakat, kita bisa menjaga ketahanan pangan di tengah ancaman perubahan iklim.
Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang cara menghadapi perubahan iklim dan menjaga ketahanan pangan, silakan ikuti program pelatihan atau diskusi yang diselenggarakan oleh lembaga terkait. Bersama-sama, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan untuk sektor pertanian.


















