Inilah Kuhap Terbaru yang Sedang Viral di Tahun Ini

Dalam beberapa bulan terakhir, topik mengenai Kuhap Terbaru atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru menjadi perbincangan hangat di berbagai media dan kalangan masyarakat. Perubahan-perubahan dalam aturan hukum ini menimbulkan pro dan kontra, terutama karena adanya kekhawatiran tentang kewenangan aparat penegak hukum dan hak-hak tersangka. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang Kuhap Terbaru, termasuk perubahan utamanya, kontroversi yang muncul, serta dampaknya terhadap sistem hukum di Indonesia.

Apa Itu Kuhap Terbaru?

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah undang-undang yang mengatur prosedur hukum pidana di Indonesia. Sebelumnya, KUHAP yang berlaku adalah UU No. 8 Tahun 1981. Namun, dengan berkembangnya situasi sosial dan kebutuhan hukum yang lebih modern, pemerintah dan DPR melakukan revisi terhadap KUHAP tersebut. Revisi ini dikenal sebagai RUU KUHAP atau Rancangan Undang-Undang KUHAP.

Pada akhir tahun 2025, DPR resmi mengesahkan RUU KUHAP menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026. Pengesahan ini dilakukan setelah sejumlah pembahasan dan klarifikasi dari Komisi III DPR, terutama terkait isu-isu hoaks yang sempat beredar.

Perubahan Utama dalam Kuhap Terbaru

Revisi KUHAP terbaru mencakup 14 substansi utama yang dianggap penting untuk memperkuat perlindungan hak warga negara dan menjaga keseimbangan antara kekuasaan aparat hukum dan keadilan. Berikut adalah beberapa perubahan signifikan:

1. Perlindungan Hak Tersangka

Salah satu perubahan utama adalah penguatan hak tersangka. Dalam KUHAP lama, aparat penegak hukum memiliki kewenangan yang sangat besar, sehingga sering kali menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan KUHAP baru, tersangka diberi perlindungan lebih baik, seperti:
– Penyidik harus memberikan waktu bagi tersangka untuk berkonsultasi dengan advokat.
– Penahanan hanya bisa dilakukan jika ada indikasi kuat bahwa tersangka akan menghilangkan barang bukti atau mengganggu saksi.
– Adanya mekanisme keadilan restoratif untuk menyelesaikan kasus tanpa harus melalui proses hukum yang panjang.

2. Kewenangan Penyidik

Pasal 6 dan 7 dalam KUHAP baru mengatur kewenangan penyidik. Ada tiga jenis penyidik, yaitu:
– Penyidik Polri
– Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
– Penyidik Tertentu (dari luar Polri dan PNS)

Penyidik Polri tetap menjadi penyidik utama, namun PPNS dan penyidik tertentu juga diberi wewenang sesuai dengan undang-undang dasar mereka. Penyidik baru ini diharapkan dapat memperkuat sistem hukum dengan melibatkan berbagai instansi pemerintah.

3. Penyadapan dan Pemblokiran Data

Isu penyadapan tanpa izin hakim sempat menjadi perdebatan. Namun, dalam KUHAP baru, penyadapan tetap diizinkan, tetapi harus dilakukan dengan izin pengadilan. Selain itu, pemblokiran rekening, data online, dan media sosial hanya bisa dilakukan dengan izin hakim, sesuai Pasal 139 ayat (2).

4. Penyitaan Aset

Penyitaan aset seperti ponsel, laptop, atau data hanya bisa dilakukan dengan izin ketua pengadilan negeri, sesuai Pasal 44 KUHAP.

5. Penangkapan dan Penahanan

Penangkapan hanya bisa dilakukan setelah tersangka ditetapkan sebagai tersangka. Penahanan juga tidak boleh dilakukan tanpa konfirmasi tindak pidana. Aturan ini dinilai lebih adil dibandingkan KUHAP Orde Baru.

Kontroversi dan Hoaks yang Beredar

Meskipun KUHAP baru telah disahkan, masih banyak informasi yang salah beredar di media sosial. Beberapa hoaks yang sering muncul antara lain:

1. Polisi Bisa Menyadap Tanpa Izin Hakim

Beberapa pihak mengklaim bahwa KUHAP baru memungkinkan polisi melakukan penyadapan tanpa izin hakim. Namun, menurut Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR, hal ini tidak benar. Penyadapan tetap diatur dalam undang-undang tersendiri yang akan dibahas setelah pengesahan KUHAP baru.

2. Pembekuan Tabungan dan Jejak Online Tanpa Izin

Ada klaim bahwa KUHAP baru memungkinkan pemerintah membekukan tabungan atau jejak online tanpa izin. Namun, menurut Pasal 139 ayat (2), semua bentuk pemblokiran harus mendapatkan izin hakim.

3. Penyitaan Ponsel dan Laptop Tanpa Izin

Klaim bahwa penyitaan ponsel atau laptop bisa dilakukan tanpa izin juga tidak benar. Sesuai Pasal 44, penyitaan harus mendapat izin ketua pengadilan.

4. Penahanan Tanpa Konfirmasi Tindak Pidana

Beberapa pihak khawatir bahwa KUHAP baru memungkinkan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. Namun, aturan ini sudah dijelaskan dalam pasal-pasal terkait, bahwa penahanan hanya bisa dilakukan setelah tersangka ditetapkan.

Kritik dan Tanggapan dari Masyarakat

Meski KUHAP baru dianggap lebih adil, tidak sedikit tokoh masyarakat dan aktivis hukum yang meragukan efektivitasnya. Beberapa kritik yang muncul antara lain:

1. Masih Ada Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan

Meskipun ada perlindungan bagi tersangka, banyak yang khawatir bahwa aparat penegak hukum masih bisa menyalahgunakan kewenangan mereka. Misalnya, penyidik Polri tetap memiliki kewenangan yang luas, dan ada risiko penyalahgunaan.

2. Kurangnya Transparansi

Beberapa pihak mengkritik kurangnya transparansi dalam proses penyusunan RUU KUHAP. Meskipun Komisi III menyatakan bahwa 99,9% isi KUHAP baru berasal dari masukan masyarakat sipil, masih ada pertanyaan tentang bagaimana proses partisipasi masyarakat dilakukan.

3. Keterlibatan Advokat

Walaupun advokat diberi peran lebih besar dalam proses hukum, ada kekhawatiran bahwa advokat tidak selalu bisa memberikan perlindungan maksimal kepada tersangka, terutama di daerah-daerah dengan sumber daya terbatas.

Kesimpulan

Kuhap Terbaru telah resmi diesahkan oleh DPR pada tahun 2025, dengan harapan bahwa aturan hukum ini akan lebih adil dan melindungi hak warga negara. Meskipun ada perubahan signifikan, masih ada kontroversi dan kekhawatiran yang muncul. Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk tetap memantau perkembangan hukum dan memahami aturan-aturan yang berlaku.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang Kuhap Terbaru, Anda dapat mengunjungi situs resmi DPR atau mengikuti berita terkini dari lembaga-lembaga hukum terpercaya. Dengan pemahaman yang lebih baik, kita semua bisa turut serta dalam menjaga keadilan dan kebenaran dalam sistem hukum Indonesia.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *