Sejumlah pejabat publik di Indonesia dilaporkan menjadi korban peretasan akun WhatsApp dalam beberapa bulan terakhir. Kebanyakan dari kasus ini diduga memiliki motif politik, menurut peneliti Lembaga Riset Communication and Information System Security Research Center (Cissrec), Ibnu Dwi Cahyo.
“Peretasan akun Twitter dan WhatsApp yang marak belakangan ini bermuatan politis. Ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia,” kata Ibnu saat dihubungi CNNIndonesia.com. Ia mengingatkan bahwa kejadian serupa pernah terjadi di Amerika Latin, di mana sindikat besar pelaku peretasan lintas negara memainkan peran penting dalam manipulasi media sosial dan pemilu.
Menurut Ibnu, Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) seharusnya lebih proaktif dalam memperkuat pertahanan siber. “Polri mestinya sudah memiliki SDM yang kuat untuk itu,” ujarnya.
Namun, ia juga menekankan bahwa keberhasilan melacak pelaku peretasan bergantung pada keahlian teknis pelaku. Oleh karena itu, para politikus dan pejabat publik harus lebih waspada dengan mengaktifkan fitur autentifikasi dua faktor dan memantau aktivitas di akun media sosial mereka.
Konfirmasi & Narasi Tambahan
Ferdinand Hutahaean, anggota Partai Demokrat, mengaku akun Twitter dan emailnya diretas. “Iya betul dibajak. Sejak kamis lalu,” kata Ferdinand. Ia menyatakan bahwa keterlibatan politik dalam pembajakan akun tersebut sangat mungkin terjadi. Ia telah melaporkan kejadian tersebut ke Bareskrim Polri.
Imelda Sari, Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat, juga mengalami peretasan WhatsApp. “Saya mengira ada kesalahan teknis, tetapi ternyata akun saya diretas,” katanya. Ia menyebutkan bahwa nomor WhatsApp-nya digunakan orang lain untuk mengirimkan pesan-pesan yang menyerang dirinya dan Ferdinand.
Analisis Konteks
Peretasan akun pejabat publik tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga di daerah. Contohnya, akun WhatsApp Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, diretas. Oon Mujahidin, Koordinator Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), mengecam tindakan Diskominfo Kabupaten Kuningan yang dinilai gagal menjalankan perannya dalam pengamanan digital.
“Diskominfo harus menjadi garda terdepan dalam keamanan informasi. Tidak terlihat adanya sistem deteksi dini atau pengamanan digital yang berjalan,” ujarnya.
Data Pendukung
Berdasarkan laporan media, sejumlah aktivis dan organisasi yang vokal mengkritik pemerintah juga menjadi korban peretasan. Misalnya, Bivitri Susanti, pakar hukum, akun Instagram dan WhatsApp-nya diretas menjelang aksi demonstrasi. Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) juga melaporkan 11 anggotanya mengalami peretasan akun WhatsApp sebelum aksi unjuk rasa.
Selain itu, akun WhatsApp Ketua Umum PB PMII, Muhammad Abdullah Syukri, dan Koordinator Pusat BEM SI, Kaharuddin HSN DM, juga sempat diretas. Peretasan ini terjadi menjelang aksi demonstrasi yang dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap suara kritis masyarakat.

















