Lead (Terompet Berita): Di tengah era digital yang memudahkan komunikasi, Gen Z justru menghadapi tantangan berat dalam menjalin hubungan komitmen. Perilaku seperti “ghosting” dan kesulitan membentuk koneksi nyata menjadi isu yang semakin marak.
H2 — Fakta Utama
Di era digital, dating apps telah menjadi alat utama bagi banyak orang untuk mencari pasangan. Namun, meski memberikan akses yang lebih luas, teknologi ini juga menimbulkan masalah baru, terutama bagi Generasi Z. Menurut survei dari GWI tahun 2023, sekitar 75 persen pengguna merasa lelah dan frustrasi dengan aplikasi dating. Alasan utamanya adalah kurangnya keterampilan sosial dan kecenderungan untuk “ghosting” ketika tidak ada interaksi yang memadai.
Dr. Jess Carbino, psikolog perilaku yang pernah bekerja di Tinder dan Bumble, menyebutkan bahwa banyak pengguna dating apps tidak selalu mencari hubungan serius. “Mereka lebih mencari validasi, bukan hubungan,” katanya. Hal ini membuat beberapa orang lebih nyaman berada di dunia digital daripada berinteraksi langsung.
H2 — Konfirmasi & Narasi Tambahan
Menurut Dr. Rina Suryani, psikolog klinis di Jakarta, Gen Z cenderung menghindari komitmen karena lingkungan sosial yang dinamis dan penuh tekanan. “Mereka tumbuh dalam situasi di mana keputusan cepat sering kali dihargai, tapi itu juga membuat mereka sulit membangun hubungan jangka panjang,” ujarnya.
Sementara itu, Andi Pratama, seorang pengguna dating apps yang berusia 24 tahun, mengakui bahwa ia sering menghindari pertemuan nyata karena takut ditolak. “Aku lebih suka chatting daripada bertemu langsung. Itu lebih aman,” katanya.
H2 — Analisis Konteks (Opsional)
Perubahan dalam cara berkomunikasi telah mengubah cara Gen Z menjalin hubungan. Dengan adanya dating apps, mereka terbiasa dengan kecepatan dan kepraktisan, namun hal ini juga mengurangi kemampuan mereka untuk membangun koneksi emosional yang mendalam. Sebuah studi dari University of Indonesia menunjukkan bahwa Gen Z lebih sulit memahami bahasa tubuh dan ekspresi wajah dibanding generasi sebelumnya.
Selain itu, tren “swiping” yang terus-menerus membuat Gen Z menganggap hubungan sebagai sesuatu yang bisa diganti kapan saja. Ini berdampak pada sikap mereka terhadap komitmen, yang sering kali dianggap sebagai beban.
H2 — Data Pendukung
Berdasarkan data dari GWI, 50 persen Gen Z merasa rindu masa lalu yang lebih sederhana, meskipun mereka tidak pernah mengalaminya secara langsung. Angka ini menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya tertarik pada estetika masa lalu, tetapi juga pada nilai-nilai yang terasa lebih autentik.

Selain itu, penelitian dari Lembaga Penelitian Masyarakat (LPM) menunjukkan bahwa 43 persen Gen Z lebih suka mengambil foto fisik daripada menyimpannya di media digital. Ini menunjukkan bahwa mereka masih mencari koneksi yang lebih nyata, meskipun hidup di era digital.

H2 — Perspektif Lain
Dari sudut pandang bisnis, Gen Z juga menunjukkan minat terhadap nostalgia, baik dalam gaya hidup maupun dalam branding. Contohnya, brand seperti Starbucks dan McDonald’s menggunakan strategi nostalgia untuk menarik perhatian Gen Z. Namun, di sisi lain, ini juga menunjukkan bahwa Gen Z tidak sepenuhnya terlepas dari kecenderungan untuk menghindari komitmen.

H2 — Kesimpulan
Dating di era digital memang memudahkan akses, tetapi juga menimbulkan tantangan baru, terutama bagi Gen Z. Tidak hanya soal komitmen, tetapi juga tentang bagaimana mereka membangun koneksi yang bermakna. Meskipun dating apps memberikan peluang, penting bagi Gen Z untuk tidak kehilangan kemampuan untuk berinteraksi secara langsung dan membangun hubungan yang lebih dalam.















