Lead: Seorang mahasiswa Teknik Informatika di salah satu universitas swasta di Jakarta mengunggah curhatannya di media sosial, menyebutkan bahwa ia memutuskan pindah jurusan karena merasa tidak cocok dengan bidang studinya. Curahan hati ini viral dan memicu diskusi tentang tekanan belajar di perguruan tinggi.
Fakta Utama
Curhatan tersebut bermula dari seorang mahasiswa bernama Rani (nama samaran), yang mengaku selama dua tahun kuliah di jurusan Teknik Informatika merasa tertekan dan tidak nyaman. Ia mengungkapkan bahwa meski memiliki IPK yang baik, ia tetap merasa tidak sesuai dengan jurusannya. “Saya memilih jurusan ini karena minat awal saya, tapi setelah beberapa semester, saya sadar ini bukan jalan yang benar untuk saya,” katanya dalam unggahannya.
Rani mengatakan bahwa tekanan belajar dan kurangnya motivasi membuatnya memutuskan untuk pindah ke jurusan Sastra. “Saya merasa lebih bahagia dan fokus saat menulis dan membaca, bukan saat mengetik kode atau mengerjakan tugas teknis,” ujarnya.
Menurut data dari Indonesia Career Center Network (ICCN) pada 2017, sebanyak 87% mahasiswa mengalami kendala salah jurusan. Hal ini diperparah oleh tekanan dari lingkungan, seperti orang tua, teman, atau harapan masa depan yang terlalu tinggi.
Konfirmasi & Narasi Tambahan
Dr. Siti Aminah, psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa tekanan belajar sering kali menjadi faktor utama mahasiswa memilih jurusan yang tidak sesuai dengan minatnya. “Banyak mahasiswa memilih jurusan berdasarkan prospek kerja, bukan minat. Ini bisa menyebabkan stres dan ketidakpuasan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa banyak mahasiswa yang baru menyadari kesalahan mereka setelah beberapa semester berjalan. “Mereka merasa tidak nyaman, sulit berkonsentrasi, dan bahkan mengalami depresi akibat tekanan belajar,” tambahnya.
Di sisi lain, Dr. Adi Wibowo, dosen Teknik Informatika di Institut Teknologi Bandung, menilai bahwa perpindahan jurusan adalah langkah wajar jika dilakukan dengan pertimbangan matang. “Jika seseorang merasa tidak cocok, pindah jurusan bukanlah kegagalan. Ini adalah upaya untuk menemukan jalur yang lebih sesuai dengan potensi diri,” katanya.
Analisis Konteks
Permasalahan mahasiswa yang salah memilih jurusan bukanlah hal baru. Namun, kasus seperti Rani menunjukkan bahwa tekanan belajar dan harapan yang terlalu tinggi dapat memengaruhi keputusan mahasiswa. Dalam beberapa kasus, mahasiswa memilih jurusan karena tekanan keluarga atau teman, bukan karena minat pribadi.
Selain itu, tekanan dari dunia kerja juga turut berkontribusi. Banyak mahasiswa memilih jurusan yang dianggap memiliki prospek kerja cerah, meskipun tidak sesuai dengan minat mereka. Hal ini bisa berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan prestasi akademik.
Data Pendukung
Menurut survei yang dilakukan oleh Rohmah dan Azzahrah, sebagian besar mahasiswa menyadari kesalahan jurusan setelah semester empat. Mereka mengalami konflik psikologis, seperti rasa tertekan, putus asa, dan depresi. Selain itu, rendahnya motivasi dan performa akademik juga menjadi indikator bahwa seseorang tidak cocok dengan jurusannya.
Dalam laporan Jurnal Interprofesi Kesehatan Indonesia, sebanyak 87% mahasiswa mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan jurusan yang dipilih. Masalah ini sering kali disebabkan oleh kurangnya riset dan pemahaman terhadap jurusan yang dipilih sebelum masuk perguruan tinggi.





















