JAMBI – Harga karet di Provinsi Jambi terus mengalami penurunan tajam, membuat para petani kini mengeluhkan penghasilan yang semakin berkurang. Masalah ini tidak hanya memengaruhi sektor pertanian, tetapi juga berdampak pada industri dan tenaga kerja di daerah tersebut.
Lead / Teras Berita
Harga karet di Jambi anjlok, menyebabkan petani kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya, banyak pabrik karet tutup, tenaga kerja di-PHK, dan lahan karet beralih fungsi menjadi kebun sawit. Ini menjadi isu viral karena mengancam mata pencaharian ribuan petani sejak bertahun-tahun.
Subjudul 1 — Kronologi Lengkap
Masalah harga karet di Jambi mulai muncul beberapa bulan lalu, ketika harga jual di tingkat petani turun drastis. Pada April 2025, harga karet sempat mencapai Rp15.000 per kilogram, namun setelah lebaran, harga anjlok hingga Rp10.000 per kilogram. Hal ini memicu keluhan dari para petani, seperti Sukrianto dari Kabupaten Bungo, yang menyatakan bahwa karet telah menjadi tulang punggung ekonomi mereka selama puluhan tahun.
Dari data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, dua pabrik karet, yaitu PT Angkasa Raya Jambi dan PT Batanghari, sudah tutup sejak harga karet anjlok. Sementara itu, 800 buruh pabrik karet di Jambi kehilangan pekerjaan, baik melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun pensiun dini. Selain itu, sebagian besar pabrik lainnya melakukan efisiensi dengan mengurangi jam operasional dan jumlah tenaga kerja.
Subjudul 2 — Mengapa Menjadi Viral?
Isu harga karet anjlok menjadi viral karena dampaknya yang luas dan langsung dirasakan oleh masyarakat. Video dan unggahan media sosial tentang petani yang mengeluh dan pabrik yang tutup menjadi viral, memicu diskusi publik. Masyarakat mulai memperhatikan bagaimana kondisi ini bisa terjadi, apakah akibat kebijakan pemerintah atau faktor pasar global.
Selain itu, adanya keluhan dari tokoh masyarakat dan serikat buruh seperti Masta Melda dari Hukatan Provinsi Jambi, yang meminta pemerintah mengambil langkah-langkah khusus, memperkuat narasi viral ini. Isu ini juga mendapat perhatian dari media lokal dan nasional, sehingga semakin menyebar.
Subjudul 3 — Respons & Dampak
Respons dari pihak berwenang mulai muncul, termasuk pembentukan satuan tugas oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jambi untuk menangani masalah ini. Kepala Dinas Perkebunan Agus Rizal menyatakan akan melakukan investigasi lapangan dan mencari solusi bersama pelaku usaha dan petani.
Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan bantuan nyata, seperti pelatihan teknis bagi petani, program peremajaan kebun karet, serta kebijakan larangan alih fungsi lahan. Namun, dampaknya masih terasa, terutama bagi petani yang tidak memiliki alternatif sumber pendapatan lain.
Subjudul 4 — Fakta Tambahan / Klarifikasi
Menurut data Dinas Perkebunan Jambi, saat ini dari 80-an Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan (UPPB) di Jambi, banyak yang tidak lagi aktif. Bahkan, lahannya sudah beralih menjadi kebun sawit. Hal ini disebabkan oleh rendahnya harga karet di Jambi dibandingkan daerah tetangga, seperti Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.
Sekretaris UPPB Olah Karet Provinsi Jambi Susisno mengatakan, banyak petani menjual hasil panen ke luar daerah, sehingga pabrik lokal kesulitan bahan baku. Ia menyarankan agar ada pembenahan menyeluruh, termasuk bimbingan teknis, peremajaan kebun karet, dan pengendalian penyakit tanaman.
Subjudul 5 — Penutup — Kesimpulan & Perkembangan Selanjutnya
Harga karet di Jambi anjlok, menyebabkan petani mengeluhkan pendapatan yang menurun drastis. Masalah ini memengaruhi sektor industri dan tenaga kerja, serta memicu respons dari pihak berwenang. Masyarakat menantikan langkah konkret dari pemerintah daerah untuk menstabilkan harga dan membantu petani. Apa yang ditunggu publik berikutnya adalah solusi nyata yang bisa mengembalikan harapan petani karet di Jambi.

















