Viral Justice: Mengapa Rakyat Lebih Percaya Media Sosial Daripada Laporan Resmi?

Media sosial kini menjadi salah satu sumber informasi utama bagi masyarakat Indonesia. Dalam survei yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Katadata Insight Center (KIC) pada 2022, sebanyak 72,6% responden menyatakan lebih percaya pada media sosial dibandingkan sumber informasi lain seperti televisi atau situs berita online. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: Apakah kepercayaan rakyat pada media sosial membawa keadilan atau justru memperparah ketidakadilan?

Kronologi Lengkap

Bacaan Lainnya

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak kasus yang awalnya tidak mendapat perhatian dari lembaga resmi justru menjadi viral di media sosial. Contohnya adalah kasus dugaan pencabulan tiga anak di Luwu Timur pada 2019, yang kembali mencuat setelah diberitakan oleh Project Multatuli. Kasus ini akhirnya mendapat perhatian publik dan mengakibatkan penindakan dari pihak berwenang.

Selain itu, kasus polisi membanting mahasiswa saat unjuk rasa di Tangerang juga menjadi sorotan melalui video yang tersebar di media sosial. Video tersebut memicu reaksi keras dari masyarakat dan menuntut transparansi dari kepolisian. Di sisi lain, kasus pelecehan seksual oleh Kapolsek Parigi Moutong juga berawal dari laporan masyarakat yang kemudian viral di media sosial.

Kasus Viral Polisi Banting Mahasiswa di Tangerang

Mengapa Menjadi Viral?

Kejadian-kejadian ini menjadi viral karena adanya elemen emosional, kesaksian langsung, dan akses mudah untuk menyebarkan informasi. Video dan foto yang diunggah di media sosial sering kali memberikan bukti visual yang sulit ditolak. Selain itu, pengguna media sosial bisa dengan cepat menyebarkan informasi kepada ribuan orang dalam hitungan menit.

Bahkan, dalam beberapa kasus, keadilan hanya tercapai setelah informasi viral. Seperti kasus anak pegawai Dirjen Pajak yang menganiaya remaja, yang akhirnya terungkap dan menimbulkan investigasi lebih lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial bisa menjadi alat efektif untuk menyebarluaskan informasi yang mungkin terabaikan oleh sistem resmi.

Anak Pegawai Dirjen Pajak Menganiaya Remaja Viral di Medsos

Respons & Dampak

Tindakan viral di media sosial sering kali memicu respons cepat dari pihak berwenang. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan menegaskan bahwa para Kapolda dan Kapolres harus segera memberi sanksi tegas kepada anggota yang melanggar aturan. Ia juga menekankan bahwa Polri harus terbuka terhadap kritik masyarakat sebagai bahan evaluasi.

Namun, dampak dari kepercayaan pada media sosial juga memiliki sisi negatif. Terkadang, informasi yang tidak diverifikasi bisa menyebar dan menyebabkan kesalahpahaman. Bahkan, ada risiko “trial by social media”, di mana individu dihukum secara moral sebelum proses hukum selesai.

Kapolri Meminta Sanksi Tegas untuk Anggota yang Melanggar Aturan

Fakta Tambahan / Klarifikasi

Data dari Ombudsman RI menunjukkan bahwa Polri merupakan institusi yang paling sering dilaporkan karena maladministrasi. Dari 7.204 laporan yang masuk, sebanyak 11,34% terkait kinerja Polri. Sementara itu, KontraS mencatat 651 kasus kekerasan oleh aparat kepolisian antara Juni 2020 dan Mei 2021.

Di sisi lain, survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap Polri hanya sebesar 58%, lebih rendah dibanding lembaga penegak hukum lainnya. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga resmi masih rendah, sehingga mereka lebih cenderung mempercayai media sosial.

Kepercayaan Publik Terhadap Polri Rendah

Penutup – Kesimpulan & Perkembangan Selanjutnya

Viral justice telah menjadi fenomena yang tidak bisa diabaikan dalam era digital. Meskipun media sosial memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan dan mempercepat proses keadilan, ia juga berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan informasi palsu. Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk tetap bijak dalam mengakses dan menyebarluaskan informasi. Selain itu, lembaga resmi perlu meningkatkan transparansi dan responsivitas agar kepercayaan masyarakat dapat kembali pulih. Apa yang ditunggu publik selanjutnya adalah bagaimana pemerintah dan institusi hukum akan merespons fenomena ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *