Kasus suap yang melibatkan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso, Puji Triasmoro, kembali mencuri perhatian publik setelah vonis hukuman 7 tahun penjara dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Kasus ini mengejutkan masyarakat karena terungkapnya dugaan “jual beli” perkara yang dilakukan oleh pihak berwenang, termasuk adanya rekaman suap yang membuat hakim merasa kaget dan geleng kepala.
Kronologi Lengkap
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada November 2023. Dalam OTT tersebut, tim penyidik mengamankan uang sebesar Rp225 juta dari dua orang pengusaha, Yossy S Setiawan dan Andhika Imam Wijaya, yang diduga memberikan suap kepada mantan Kajari Bondowoso, Puji Triasmoro, serta Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Alexander Silaen.
Dalam persidangan, jaksa menyebutkan bahwa Puji dan Alexander menerima total suap sebesar Rp927 juta dalam pengurusan beberapa perkara korupsi di lingkungan Kejari Bondowoso. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah dugaan suap terkait pengadaan peningkatan produksi dan nilai tambah holtikultura di Kabupaten Bondowoso. Dugaan ini bermula dari laporan dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejari Bondowoso.
Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menyebutkan adanya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Puji dan Alexander tidak hanya menerima uang, tetapi juga melakukan intervensi dalam proses hukum. Bahkan, ada dugaan adanya rekaman suap yang menjadi bukti kuat dalam persidangan.
Mengapa Menjadi Viral?
Kasus ini viral karena adanya dugaan “jual beli” perkara yang dilakukan oleh pejabat hukum, yang dianggap sangat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Selain itu, adanya rekaman suap yang menjadi bukti langsung dalam persidangan membuat publik semakin kaget dan marah.
Selain itu, reaksi dari majelis hakim saat membaca fakta-fakta dalam persidangan juga menjadi perhatian. Salah satu hakim menyampaikan kekesalan terhadap terdakwa yang dinilai seperti “mbah Google”, yang bisa menyelesaikan segala urusan, termasuk perkara dan jabatan. Hal ini memperkuat persepsi bahwa kasus ini bukan sekadar korupsi biasa, tetapi ada indikasi manipulasi sistem hukum.
Respons & Dampak
Publik secara luas mengkritik tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat hukum. Masyarakat menilai bahwa kasus ini mengancam kepercayaan terhadap sistem peradilan dan menjadikan keadilan sebagai barang yang bisa dibeli. Beberapa tokoh masyarakat dan aktivis anti-korupsi juga menyampaikan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Di sisi lain, kasus ini juga menimbulkan dampak psikologis bagi keluarga terdakwa, terutama Puji Triasmoro yang sempat menangis dalam sidang karena mengingat perceraian dengan istrinya akibat terjerat kasus ini. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak kehidupan pribadi dan keluarga.
Fakta Tambahan / Klarifikasi
Dalam sidang, jaksa menyatakan bahwa Puji dan Alexander dinyatakan bersalah atas penerimaan suap sebesar Rp927 juta dan Rp365 juta masing-masing. Mereka juga diwajibkan membayar denda dan ganti rugi kerugian negara. Jika tidak mampu membayar, harta benda mereka akan disita dan dilelang.
Sementara itu, dua penyuap, Yossy dan Andhika, divonis lebih ringan, yaitu 1 tahun 8 bulan penjara. Meski demikian, vonis ini tetap menjadi perhatian karena menunjukkan bahwa pemberi suap juga mendapat konsekuensi hukum.
Penutup – Kesimpulan & Perkembangan Selanjutnya
Kasus Kajari Bondowoso (eks) yang viral ini menunjukkan betapa seriusnya masalah korupsi di lingkungan hukum. Publik kini menantikan apakah putusan ini akan menjadi contoh untuk pemberantasan korupsi di masa depan atau justru menjadi angin segar bagi pelaku korupsi lainnya. Apa yang ditunggu publik berikutnya adalah apakah para terdakwa akan mengajukan banding atau menerima vonis, serta bagaimana langkah KPK selanjutnya dalam mengawasi sistem peradilan.



















