Di tengah maraknya kisah cinta yang sering diangkat dalam film dan novel, 172 Hari menawarkan kisah yang tidak hanya romantis, tetapi juga penuh makna. Novel ini mengisahkan perjalanan hidup seorang perempuan bernama Zira, yang dikenal dengan nama lengkap Nadzira Shafa, dan hubungannya dengan Ameer Azzikra, putra dari almarhum Ustadz Arifin Ilham. Dengan latar belakang yang berbeda, keduanya menemukan cinta yang kuat dan memperkuat keyakinan masing-masing. Novel ini terbit pada tahun 2023, dipublikasikan oleh penerbit ternama, dan menjadi salah satu karya fiksi yang mendapat perhatian luas.
172 Hari merupakan novel fiksi yang menggabungkan elemen drama dan spiritualitas. Tema utamanya adalah perjalanan menuju kehidupan yang lebih baik melalui hijrah dan cinta. Target pembaca utamanya adalah para penggemar cerita inspiratif, khususnya yang tertarik pada kisah cinta yang berlandaskan nilai-nilai agama dan ketabahan.
Sinopsis
Kisah 172 Hari dimulai dengan Zira, seorang gadis yang lahir dan besar dalam lingkungan jauh dari agama Islam. Ia sering terlibat dalam pergaulan yang tidak sehat, termasuk minum alkohol dan narkoba. Namun, suatu hari ia memutuskan untuk berubah. Proses hijrahnya membawanya ke majlis pengajian, tempat ia bertemu dengan Ameer Azzikra, seorang pemuda taat agama yang memiliki akhlak mulia. Meski awalnya ragu, Zira akhirnya menerima ajakan Ameer untuk ta’aruf dan menikah. Kehidupan mereka berdua penuh cinta dan saling mendukung hingga Ameer menghadapi ujian terberat dalam hidupnya—penyakit kritis yang mengakhiri hidupnya di usia muda.
Kelebihan Novel
Salah satu kelebihan utama 172 Hari adalah pengembangan karakter yang sangat detail dan menyentuh. Zira digambarkan sebagai sosok yang kompleks, dengan masa lalu yang gelap, tetapi memiliki kekuatan batin yang luar biasa. Pembaca akan merasa terhubung dengan perjalanan emosionalnya, terutama saat ia menghadapi rasa takut dan keraguan setelah hijrah. Sementara itu, Ameer ditampilkan sebagai tokoh yang tulus, sabar, dan penuh kasih sayang. Perpaduan antara dua kepribadian yang berbeda membuat kisah ini terasa nyata dan membangkitkan empati.
World-building dalam novel ini juga cukup kuat. Meskipun bukan kisah fantasi, suasana pengajian dan kehidupan religius yang digambarkan memberikan nuansa yang kaya akan makna. Narasi penulis sangat mudah dibaca, dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna. Pacing cerita pun terasa alami, tidak terburu-buru atau terlalu lambat, sehingga memungkinkan pembaca untuk merasakan setiap momen penting dalam kisah ini.
Kekurangan & Kritik Konstruktif
Meski memiliki banyak kelebihan, 172 Hari juga memiliki beberapa kekurangan. Salah satunya adalah penggambaran konflik yang terlalu singkat. Beberapa bagian yang seharusnya bisa dikembangkan lebih dalam, seperti proses hijrah Zira atau hubungan antara Ameer dan keluarganya, terasa terlalu cepat. Selain itu, ada beberapa bagian yang terasa terlalu dramatis, yang mungkin kurang cocok bagi pembaca yang lebih suka cerita realistis.
Selain itu, beberapa pembaca mungkin merasa bahwa kisah ini terlalu idealis, terutama dalam menggambarkan hubungan antara Zira dan Ameer. Meski hal ini bisa dianggap sebagai daya tarik, namun bagi sebagian orang, hal tersebut bisa terasa kurang realistis.
Kesimpulan & Rekomendasi
Secara keseluruhan, 172 Hari adalah novel yang layak dibaca. Dengan tema yang dalam dan pesan yang kuat, novel ini mampu menginspirasi pembaca untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Meskipun tidak sempurna, kisah ini berhasil menyentuh hati banyak orang. Saya memberikan peringkat 4.5 dari 5 bintang. Novel ini sangat direkomendasikan bagi pembaca yang mencari cerita inspiratif dengan unsur spiritual dan cinta.






















