Banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa wilayah di Sri Lanka menewaskan setidaknya 69 orang, dengan ratusan korban lainnya masih hilang atau terluka. Bencana ini terjadi akibat hujan lebat yang terus-menerus mengguyur pulau tersebut sejak pekan lalu.
Bencana alam yang melanda Sri Lanka telah mengakibatkan kerusakan besar pada infrastruktur dan rumah-rumah penduduk. Wilayah Badulla, salah satu distrik penghasil teh, menjadi salah satu yang paling parah terdampak. Menurut data dari Sri Lanka Disaster Management Centre (DMC), sekitar 400 rumah rusak berat, sementara lebih dari 1.100 keluarga dipindahkan ke tempat penampungan sementara.
Kondisi cuaca ekstrem yang memicu bencana ini disebabkan oleh tekanan udara rendah di wilayah timur pulau, yang memperkuat curah hujan. Pihak berwenang memperingatkan warga di daerah dataran rendah untuk segera berpindah ke ketinggian yang lebih aman.
“Kami sedang memantau situasi secara ketat. Hujan turun jauh lebih deras dari biasanya, sehingga risiko banjir dan tanah longsor meningkat,” ujar perwakilan DMC seperti dikutip dari CNA.
Pemerintah Sri Lanka juga telah mengambil langkah-langkah darurat, termasuk menangguhkan ujian sekolah nasional selama dua hari untuk menjaga keselamatan siswa. Selain itu, lebih dari 2.000 personel militer dikerahkan ke lokasi bencana untuk membantu operasi penyelamatan.
Menurut laporan resmi, sejumlah akses jalan utama terputus akibat longsoran tanah dan banjir. Warga di beberapa desa, seperti Agalawatte, mengaku tidak bisa mengevakuasi diri karena semua jalur terhalang. “Semua akses ke desa kami terputus. Longsor membuat desa dan rumah-rumah terkubur. Tak ada yang bisa ke sana,” kata Mohomed Abdulla, seorang warga setempat.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri Sri Lanka telah membentuk Unit Tanggap Darurat untuk mengkoordinasikan upaya pertolongan. Mereka juga meminta bantuan dari komunitas internasional, termasuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara tetangga, dalam operasi pencarian dan penyelamatan (SAR).
“Kami berharap bantuan dari organisasi internasional dapat mempercepat proses evakuasi dan penyelamatan korban,” ujar Roshan Senevirathne, Juru Bicara Militer Sri Lanka.
Ahli iklim menyatakan bahwa perubahan iklim semakin memperparah kondisi cuaca di Sri Lanka. Negara ini bergantung pada musim hujan untuk irigasi dan pembangkit listrik tenaga air. Namun, curah hujan yang tidak terduga dan intensitasnya yang tinggi mengancam stabilitas ekonomi dan sosial masyarakat.
“Bencana ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga ancaman serius terhadap kehidupan masyarakat,” ujar Dr. Anura Jayasinghe, ahli meteorologi dari Universitas Colombo.
Kepala DMC menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau situasi dan memberikan peringatan dini kepada warga. Mereka juga meminta masyarakat untuk tetap waspada dan mengikuti arahan pemerintah.
Dalam beberapa bulan terakhir, Sri Lanka telah mengalami serangkaian bencana alam, termasuk banjir dan tanah longsor. Pada Juni 2025, sebanyak 26 orang tewas akibat hujan lebat, sementara pada Desember 2024, 17 orang dilaporkan meninggal dunia.
Peristiwa ini menunjukkan pentingnya investasi dalam mitigasi bencana dan pengelolaan risiko cuaca ekstrem. Meski pemerintah telah mengambil langkah-langkah darurat, para ahli memperingatkan bahwa kejadian seperti ini akan semakin sering terjadi jika tidak ada upaya jangka panjang.


