Pasangan India Menghadapi Komentar Negatif di Internet Akibat Warna Kulit Pengantin Pria

Sebuah pasangan pengantin di India kini menjadi sorotan media sosial setelah komentar negatif muncul akibat warna kulit pengantin pria. Isu ini menunjukkan bagaimana standar kecantikan yang terus-menerus dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial dan budaya masih memengaruhi persepsi masyarakat.

Pasangan tersebut, yang tidak disebutkan nama lengkapnya, menggelar pernikahan dengan latar belakang budaya yang kental. Namun, saat foto-foto pernikahan mereka beredar di media sosial, banyak netizen memberikan komentar yang tidak menyenangkan. Beberapa dari mereka mengkritik warna kulit pengantin pria, yang lebih gelap dibandingkan istri, sebagai tidak sesuai dengan standar kecantikan yang biasanya diterima di masyarakat.

Komentar-komentar seperti ini sering kali mencerminkan adanya diskriminasi berdasarkan warna kulit atau “colorism”, yang telah menjadi isu lama di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, gerakan #EmbraceYourSkin sedang marak, yang bertujuan untuk mengajak masyarakat menerima warna kulit asli mereka tanpa takut dihakimi.

Dalam konteks sosiologi, fenomena ini bisa dijelaskan melalui konsep “internalized colonialism”, di mana nilai-nilai penjajah, seperti preferensi terhadap kulit putih, masih melekat dalam masyarakat. Hal ini juga terlihat dalam industri kecantikan, di mana produk pemutih kulit sering kali dijual dengan pesan bahwa kulit putih adalah simbol kesuksesan dan kecantikan ideal.

Ahli sosiologi Dr. Rina Dewi, yang sering mengamati isu ini, menjelaskan bahwa “warna kulit menjadi indikator status sosial dalam beberapa masyarakat. Meski sebenarnya itu tidak benar, tetapi persepsi ini sudah terlalu lama tertanam.”

Di sisi lain, banyak netizen yang mendukung pasangan tersebut. Mereka menilai bahwa setiap orang memiliki hak untuk tampil apa adanya, tanpa harus mengikuti standar estetika yang tidak realistis. “Mereka justru cantik karena tulus dan percaya diri,” tulis salah satu pengguna media sosial.

Netizen Indonesia mendukung gerakan #EmbraceYourSkin

Pernyataan resmi dari organisasi HAM lokal, Yayasan Perempuan Indonesia, menegaskan bahwa “setiap individu berhak hidup tanpa rasa takut akan hukuman dari masyarakat hanya karena warna kulitnya.” Mereka menyerukan agar masyarakat lebih inklusif dan menerima keberagaman.

Banyak pasangan di Indonesia juga mengalami situasi serupa. Seorang aktivis perempuan, Siti Aminah, mengatakan bahwa “kita sering kali melihat komentar-komentar kasar di media sosial yang tidak menghargai keberagaman. Ini harus dihentikan.”

Aktivis perempuan Indonesia berbicara tentang isu warna kulit

Meski begitu, tantangan untuk mengubah persepsi masyarakat tetap besar. Dalam beberapa kasus, pasangan yang memiliki warna kulit berbeda sering kali dihakimi oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Hal ini memperkuat pentingnya edukasi dan kesadaran kolektif tentang keberagaman.

Pasangan Indonesia dengan warna kulit berbeda di acara pernikahan

Dari segi ekonomi, industri kecantikan di Indonesia terus berkembang, dengan produk pemutih kulit menjadi salah satu yang paling diminati. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pasar kosmetik di Indonesia mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahunnya. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh standar kecantikan yang tidak realistis.

Namun, gerakan seperti #EmbraceYourSkin mulai memberikan harapan baru. Banyak anak muda kini lebih sadar akan pentingnya menerima diri sendiri dan tidak merasa tertekan untuk mengikuti standar estetika yang tidak sesuai dengan keadaan nyata.

Generasi muda Indonesia mendukung gerakan #EmbraceYourSkin

Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat diharapkan dapat terus berupaya untuk menciptakan ruang yang aman bagi semua individu, terlepas dari warna kulit atau latar belakang agama. Dengan demikian, masyarakat bisa lebih inklusif dan saling menghargai.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *