Pada Senin, 14 Juli 2025, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun terluka akibat serangan gurita di sebuah pameran interaktif di Akuarium San Antonio, Amerika Serikat. Insiden langka ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keselamatan pengunjung dan prosedur keamanan di tempat-tempat seperti itu.
Menurut laporan dari New York Post, ibu korban, Britney Taryn, mengungkapkan bahwa gurita itu tiba-tiba keluar dari kaca akuarium dan mencengkeram lengan putranya, Leo. “Gurita itu mulai keluar, naik ke atas kaca. Saya dan teman saya tidak yakin harus berbuat apa. Tidak ada karyawan di sekitar, jadi kami mulai berteriak minta tolong,” kata Taryn.
Karyawan yang hadir kemudian hanya berkata, “Oh, dia sangat suka bermain hari ini.” Namun, mereka tidak bisa melepaskan gurita tersebut dari lengan anak itu. Dua karyawan akhirnya dipanggil untuk membantu, dan diperlukan waktu lima menit untuk membebaskan bocah itu dari cengkeraman tentakel gurita.
Foto-foto yang beredar menunjukkan Leo menderita memar berwarna ungu tua akibat hisapan gurita, yang meliputi lengan kanannya dari pergelangan tangan hingga ketiaknya. Taryn menyampaikan keluhan kepada Departemen Pertanian Amerika Serikat, mengklaim bahwa insiden ini menunjukkan perlakuan yang meremehkan oleh staf akuarium.
Dalam video TikTok yang viral, Taryn membagikan klip yang menampilkan salah satu pawang akuarium yang tampak kewalahan dengan gurita liar yang mencengkeram lengannya. Karyawan tersebut menjelaskan bahwa gurita pada dasarnya ingin tahu dan memiliki paruh yang beracun.
Insiden ini menjadi peringatan penting tentang risiko interaksi langsung dengan hewan laut di lingkungan yang tidak sepenuhnya terkontrol. Meskipun akuarium biasanya dirancang untuk memberikan pengalaman edukasi dan hiburan, insiden seperti ini menunjukkan bahwa keselamatan pengunjung tetap menjadi prioritas utama.
Di Indonesia, gurita memiliki peran ekonomis yang signifikan. Pada 2020, ekspor gurita berada pada peringkat ketiga setelah udang dan tuna-tongkol-cakalang. Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, merupakan salah satu penghasil utama gurita di Indonesia. Di Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, nelayan tradisional menangkap gurita menggunakan alat sederhana seperti tombak dan panah.
Namun, penangkapan gurita juga menghadapi tantangan, termasuk anjloknya harga akibat dampak pandemi. Nelayan seperti Dawir Muding, 52 tahun, menjual gurita per ekor dengan harga antara 17 ribu hingga 25 ribu Rupiah, jauh di bawah harga normal sebelum pandemi.
Pendataan gurita dilakukan oleh enumerator seperti Indira Moha dan Rifka Febriyanti Pampawa, yang bekerja sama dengan lembaga non pemerintah Japesda. Data yang dikumpulkan digunakan sebagai strategi pengelolaan perikanan berkelanjutan. Menurut Jalipati Tuheteru, staf lapangan Japesda, data ini penting untuk menjaga keberlanjutan populasi gurita dan menghindari penangkapan berlebihan.
Meski gurita memiliki peran ekologis penting sebagai predator maupun mangsa, informasi produksinya masih minim meski spesies ini menjadi komoditas ekspor. Di Indonesia, gurita sering digabungkan dengan cumi dan sotong dalam ekspor, dengan nilai mencapai USD 131,94 juta pada 2020 (KKP, 2020).
Akuarium seperti San Antonio tidak hanya menjadi tempat hiburan tetapi juga pusat pendidikan tentang kehidupan laut dan pentingnya menjaga ekosistem laut. Interaksi langsung dengan hewan laut seperti gurita dan kepiting sering kali menjadi pengalaman tak terlupakan bagi pengunjung. Namun, insiden seperti ini menunjukkan bahwa kehati-hatian dan persiapan yang memadai sangat penting.
Ahli biologi laut, Dr. Lina Wijaya, mengatakan, “Gurita adalah hewan yang cerdas dan memiliki perilaku sosial yang kompleks. Meskipun jarang menyerang manusia, mereka bisa menjadi agresif jika merasa terancam. Penting bagi pengunjung untuk memahami batasan dan mengikuti petunjuk keamanan yang diberikan.”
Selain itu, Dr. Wijaya menekankan pentingnya konservasi gurita. “Gurita memiliki siklus hidup yang singkat dan pertumbuhan cepat, sehingga penangkapan berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Konservasi dan pengelolaan yang baik sangat diperlukan.”
Insiden di Akuarium San Antonio telah memicu reaksi publik, dengan banyak orang mengkritik cara pihak akuarium menangani situasi tersebut. Beberapa pengguna media sosial menyebarkan tagar #SafeAquarium dan #ProtectKidsFromWildlife, meminta agar lebih banyak langkah pencegahan diambil.
Sementara itu, pihak Akuarium San Antonio belum memberikan pernyataan resmi mengenai insiden ini. Namun, mereka telah memulai investigasi internal untuk menilai apakah prosedur keamanan telah diikuti secara benar.
Bagi pengunjung yang ingin berinteraksi dengan hewan laut, penting untuk selalu mengikuti panduan dan instruksi dari staf. Meskipun pengalaman ini bisa sangat menarik, keselamatan tetap menjadi prioritas utama.























