Pada akhir pekan lalu, Tentara Lebanon memperkuat kehadirannya di perbatasan dengan Israel setelah pembunuhan Haytham Ali Tabatabai, seorang komandan militer Hizbullah yang dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam kelompok tersebut. Serangan udara Israel yang menewaskan Tabatabai terjadi di kawasan Haret Hreik, sebuah wilayah pinggiran selatan ibu kota Beirut. Kejadian ini memicu respons cepat dari pihak Hizbullah dan juga mengubah dinamika keamanan di kawasan tersebut.
Haytham Ali Tabatabai, yang dikenal juga dengan nama Sayyid Abu Ali, adalah kepala staf Hizbullah dan salah satu anggota tertinggi dalam organisasi tersebut. Menurut laporan media Israel, ini adalah upaya ketiga untuk membunuhnya, namun kali ini berhasil. Sebelumnya, ia sempat menjadi target serangan selama perang tahun lalu antara Hizbullah dan Israel, yang berakhir dengan gencatan senjata pada November 2024. Namun, serangan terbaru ini menunjukkan bahwa konflik masih berlangsung secara intensif.

Menurut pernyataan resmi Hizbullah, Tabatabai sedang dalam pertemuan dengan empat ajudannya saat serangan terjadi. Ia dikenang sebagai sosok yang bekerja secara diam-diam untuk menghindari ancaman dari Israel. Meski tidak dikenal luas di kalangan masyarakat Lebanon, ia memiliki peran strategis dalam struktur militer Hizbullah. Pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, menyebut pembunuhan ini sebagai “agresi terang-terangan dan kejahatan keji”, dan menegaskan bahwa kelompoknya berhak untuk merespons.
Di sisi lain, Garda Revolusi Iran (IRGC), yang merupakan sekutu utama Hizbullah, juga mengecam tindakan Israel. IRGC mengancam akan memberikan “respons yang menghancurkan” atas pembunuhan Tabatabai. Dalam pernyataannya, mereka menekankan bahwa Hizbullah dan poros perlawanan lainnya berhak untuk membalas dendam.

Kepada Al Jazeera, Hizbullah menyatakan bahwa Tabatabai telah menjadi bagian dari organisasi tersebut sejak didirikan pada tahun 1982 sebagai gerakan perlawanan terhadap pendudukan Israel di Lebanon selatan. Selama masa jabatannya, ia memegang posisi penting dalam struktur militer dan politik Hizbullah. Meski tidak dikenal secara luas, ia dianggap sebagai salah satu komandan yang paling dekat dengan pemimpin Hizbullah.
Sementara itu, pasukan Lebanon mulai meningkatkan pengawasan di sepanjang garis batas dengan Israel. Menurut laporan dari beberapa sumber lokal, TNI Lebanon (Tentara Nasional Lebanon) telah mengirimkan pasukan tambahan ke wilayah perbatasan, termasuk di kawasan Bekaa dan wilayah selatan. Ini dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap kemungkinan serangan balasan dari Hizbullah atau kelompok bersenjata lainnya.

Ahli keamanan di Lebanon, seperti Dr. Elias Khoury dari Universitas Amerika di Beirut, mengatakan bahwa peningkatan kehadiran militer di perbatasan bisa menjadi indikasi bahwa pihak berwenang khawatir akan eskalasi konflik. “Ini bukan hanya tentang keamanan nasional, tetapi juga tentang menjaga stabilitas negara,” katanya. “Kita harus melihat situasi ini sebagai tanda bahwa risiko konflik regional semakin tinggi.”
Di sisi lain, masyarakat sipil di daerah perbatasan mulai merasa cemas. Salah satu warga, Fatima El-Khatib, mengatakan kepada wartawan lokal bahwa ia dan keluarganya khawatir akan adanya serangan yang tidak terduga. “Kami sudah terbiasa dengan situasi ini, tapi setiap kali ada serangan, kami merasa takut,” ujarnya.

Pemerintah Lebanon sendiri belum memberikan pernyataan resmi mengenai peningkatan kehadiran militer di perbatasan. Namun, beberapa pejabat senior menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau situasi dengan cermat. Mereka juga menyerukan agar semua pihak menjaga perdamaian dan menghindari tindakan yang dapat memicu eskalasi.
Dengan situasi yang semakin memanas, dunia internasional mulai memperhatikan lebih dekat. PBB dan sejumlah negara Eropa telah menyerukan kembali ke gencatan senjata dan diplomasi damai antara Israel dan Hizbullah. Namun, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa kedua belah pihak siap untuk kembali berunding.
Dengan begitu, situasi di perbatasan Lebanon-Israel terus menjadi sorotan global. Peningkatan kehadiran militer oleh Tentara Lebanon menunjukkan bahwa pihak berwenang siap menghadapi segala kemungkinan, sementara Hizbullah dan sekutunya tetap bersiap untuk merespons serangan Israel. Bagi rakyat Lebanon, ini adalah momen yang penuh ketidakpastian dan kekhawatiran akan masa depan.



















