Ringkasan Berita:
- Pada tahun 2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,46 persen, kemajuan pembangunan telah mencapai 72 persen, penyerapan anggaran daerah berada pada 56 persen, serta tingkat pengangguran turun menjadi 4,98 persen.
- Namun, narasi masyarakat lebih dipengaruhi oleh perhatian emosional, penyajian negatif, dan penyebaran cepat di media sosial daripada isi data itu sendiri.
- Oleh karena itu, prestasi teknokratis terabaikan akibat konflik politik.
- Parepare memerlukan komunikasi publik yang lebih jelas agar informasi dan kebijakan bisa dimengerti.
Oleh: Nahrul Hayat
Dosen Ilmu Komunikasi di IAIN Parepare
– Di berbagai kota, dinamika politik sering kali berkembang lebih cepat daripada ritme fakta empiris yang mengarahkan kebijakan.
Parepare juga tidak terlepas dari situasi yang serupa. Sebuah lingkungan sosial di mana wacana politiknya sesekali bergerak lebih cepat daripada fakta yang sebenarnya berbicara lebih lambat.
Saat beberapa indikator menunjukkan perbaikan yang stabil, narasi politik sering kali menggambarkan situasi yang penuh ketegangan.
Sepertinya terdapat jarak antara apa yang dilakukan dan apa yang dibicarakan, ketidaksesuaian antara pekerjaan data dengan drama kata.
Meskipun demikian, ketika melacak pencapaian tahun 2025, terlihat tanda-tanda perubahan yang berlangsung tanpa banyak keributan.
Pertumbuhan ekonomi Kota Parepare pada Triwulan II 2025 tercatat meningkat sebesar 4,46 persen dibanding tahun sebelumnya, sedangkan pemantauan pembangunan menunjukkan capaian fisik mencapai 72,02 persen pada Triwulan III.
Pengeluaran daerah mencapai sekitar 56 persen pada akhir September.
Bahkan pada November 2025, BPS Kota Parepare melaporkan penurunan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,98 persen.
Sebuah pola yang umum terjadi selama tahap pemulihan program pasca-pandemi di berbagai kota lain.
Namun terjadi paradoks ketika data yang bergerak stabil justru tenggelam dalam narasi politik yang lebih ramai.
Di tempat umum, Parepare sering digambarkan sebagai kota yang lelah, statis, bahkan penuh konflik.
Meskipun fakta pada tahun 2025 menunjukkan kebalikannya, di mana investasi baru masuk ke sektor perdagangan, aktivitas ekonomi lokal semakin kuat, dan beberapa proyek pembangunan berjalan sesuai rencana.
Perbedaan inilah yang menciptakan kabut dalam wacana. Dalam persaingan narasi politik setempat, drama bisa lebih keras daripada data.
Saat Agenda Publik Diatur oleh Perasaan, Bukan oleh Isi Materi
Tinjauan kritis dalam dunia politik memang diperlukan, bahkan sangat penting. Kritik mempertahankan kesehatan demokrasi.
Namun yang menjadi permasalahan adalah ketika kritik berubah menjadi pementasan, lebih menginginkan tepuk tangan daripada pemahaman.
Parepare juga menjadi tempat di mana pendapat yang keras sering mengungguli fakta yang diam.
Peristiwa ini sebenarnya sesuai dengan konsep yang dikenal dalam ilmu komunikasi bernama Agenda Setting.
Teori ini mengandaikan bahwa media mampu menentukan apa yang seharusnya dipikirkan oleh masyarakat.
Dengan kata lain, isu yang paling sering dibahas akan dianggap oleh masyarakat sebagai masalah utama, meskipun data objektif menunjukkan perbedaan dalam proporsinya.
Di Kota Parepare, keluhan terkait pelayanan publik atau peristiwa politik antara pihak eksekutif dan legislatif sering menjadi topik utama dalam berita.
Sebaliknya, indikator-indikator ekonomi, fiskal, dan pembangunan yang menunjukkan perkembangan positif sering kali tidak menjadi berita utama.
Maka narasi stagnasi terdengar masuk akal, meskipun data sebenarnya menunjukkan kebalikannya.
Ketika Fakta Diubah Menjadi Narasi
Namun, fokus saja tidak cukup untuk menjelaskan mengapa citra stagnasi terdengar lebih kuat dibandingkan data progresif. Di sinilah Teori Framing berperan.
Fakta, meskipun bersifat netral, akan terlihat berbeda tergantung pada konteks yang mengelilinginya.
Bila suatu pencapaian disajikan dengan nada sinis, tampaknya menjadi tidak berarti.
Sebaliknya, suatu hambatan kecil jika dikemas secara dramatis bisa terlihat seperti bencana.
Dan di era media sosial yang penuh dengan komodifikasi perasaan, narasi negatif sering kali menyebar lebih cepat daripada konteks positif.
Maka wajar jika sebagian penduduk merasa narasi lebih gelap dibanding kenyataan.
Bukan karena data yang gelap, melainkan karena kerangka pemikirannya terganggu oleh pendapat yang ramai.
Pemasyarakatan Politik: Pekerjaan yang Tidak Viral Tidak Terlihat
Terdapat alasan lain yang menyebabkan persepsi tidak sejalan dengan kenyataan.
Saat ini, logika komunikasi pemerintahan tidak lagi diatur oleh kecepatan birokrasi, melainkan oleh logika media digital.
Dalam kajian Mediatisasi Politik, disampaikan bahwa keberhasilan suatu program tidak hanya bergantung pada pelaksanaannya, tetapi juga pada kemampuannya untuk muncul dalam bahasa media melalui teks visual yang cepat, emosional, dan mudah disebarluaskan.
Tugas birokratis seperti rapat anggaran, program dan layanan, progres fisik proyek, serta inisiatif acara pemicu ekonomi merupakan pekerjaan yang penting tetapi sering kali tidak “instagramable”.
Di sisi lain, keluhan pribadi, kesalahpahaman birokrasi, atau persaingan politik antar elit setempat sangat mudah menyebar secara viral.
Maka ruang digital menyajikan ilusi di mana hal yang viral dianggap mewakili keseluruhan, meskipun proporsinya kecil.
Di sinilah Parepare menghadapi tantangannya. Pemerintah bekerja dengan data, sedangkan masyarakat memperoleh informasi melalui narasi dramatis.
Dua bahasa yang berbeda tidak akan pernah bersatu jika tidak ada penerjemah, yakni komunikasi publik yang jelas, manusiawi, dan terstruktur.
Penyesuaian Komunikasi Publik dan Arus Pandangan Media
Beberapa penduduk mungkin bertanya, mengapa persepsi sebagian masyarakat tetap gelap meskipun data yang ada baik?
Hal ini disebabkan oleh persepsi yang tidak hanya dibentuk oleh angka, tetapi juga oleh pengalaman pribadi, kisah yang beredar, serta cara media memperlihatkan peristiwa tersebut.
Tiga lapisan ini yang mampu menghasilkan persepsi publik yang berbeda dengan kenyataan sesungguhnya.
Maka komunikasi pemerintahan tidak cukup hanya menyampaikan pencapaian; ia perlu menjaga makna.
Tidak cukup hanya menampilkan angka; ia harus menceritakan perjalanan angka agar dapat diterima oleh pikiran sekaligus hati.
Pada akhirnya, Parepare tidak memerlukan cerita baru. Ia membutuhkan percakapan yang berbeda.
Dialog memungkinkan data berbicara, menjaga kritik tetap hidup, serta mengembalikan politik ke tujuan mulianya yaitu merawat kota dan meningkatkan kesejahteraan warganya.
Jika drama seperti api, maka data adalah sinar terang. Di tengah kekacauan dan gelapnya situasi, sebuah kota hanya bisa bergerak maju jika memilih sinar terang sebagai petunjuk.(*)



















