YOGYAKARTA,
Sutradara Hanung Bramantyo berbagi pengalaman tentang bagaimana ia kembali mengambil proyek film bertema keluarga dan anak setelah sebelumnya berhenti membuat film dengan genre tersebut. Ia menyampaikan hal ini dalam talkshow interaktif yang berjudul “Children of Heaven: The Art of Film Adaptation” di booth MD selama Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF Market) 2025, pada Sabtu (29/11/2025).
Hanung mengakui bahwa dirinya sempat tidak membuat film anak selama periode 2002 hingga 2003. Alasannya adalah karena lokasi syuting yang dinilainya tidak ramah bagi anak-anak. Menurutnya, industri perfilman juga kurang mendukung kebutuhan anak-anak.
“Saya terakhir kali membuat film anak pada tahun 2002-2003 karena saya merasa lokasi syuting itu tidak ramah untuk anak-anak, dan industri film saat itu juga tidak ramah. Jadi, saya memutuskan untuk tidak membuat film anak,” ujarnya.
Namun, Hanung bersedia kembali membuat film anak setelah pihak MD Pictures menawarkan proyek film yang ramah anak. Ia menyampaikan kepada mereka bahwa ia ingin membuat film ini selama studio memahami karakter anak.
“Saya bilang sama mereka bahwa saya mau membuat film ini selama studionya juga paham tentang karakter anak. Anak-anak itu enggak bisa dipaksa. Mereka mau bekerja saat moodnya ada. Jadi ketika capek, ya sudah berhenti. Akhirnya MD mau,” ucapnya.
Tantangan kedua dalam pembuatan film Children of Heaven, lanjut Hanung, adalah karena film tersebut pernah masuk nominasi Oscar.
“Ia kemudian bertanya ke Pak Manoj (Punjabi), saya bilang saya mau bikin film ini kalau pendekatannya adalah pendekatan personal. Saya enggak mau pendekatan komersial, saya enggak mau,” tuturnya.
Menurut Hanung, film Children of Heaven merupakan film ramah anak pertama yang ia garap.
“Kalau buat saya, ini pertama. Benar-benar pertama kali saya membuat film anak dengan kondisi ramah anak,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa anak-anak harus diberi ruang untuk berkembang dan membangun pemikiran mereka. Jika mereka dipaksa mengikuti ritme kerja syuting, ia khawatir tidak sesuai dengan kebutuhan anak.
“Anak-anak itu kan belum saatnya bekerja. Anak-anak itu harus mendapatkan tempat di mana dia bisa mengembangkan dirinya, mengembangkan pemikirannya,” ucapnya.
“Kalau syuting itu situasi yang kejar setoran, kejar tayang, kejar target, ya industri, begitu kan. Itu yang kadang-kadang kita tidak berbanding lurus dengan kebutuhan anak.”
Meski membuat film ramah anak di lokasi syuting, Hanung menegaskan tetap menerapkan disiplin untuk kebaikan mereka. Misalnya, mereka tetap harus datang tepat waktu seperti saat bersekolah.
“Saya sesuaikan seperti sekolah, anak harus bangun dari jam setengah 6 kemudian jam 7 sudah sampai di lokasi. Itu sama saja dengan sekolah. Kalau dia sampai telat, saya akan menghukum,” tuturnya.
“Yang jelas ada hukuman, tapi hukuman itu sebetulnya untuk mendidik si anak. Kadang-kadang kalau dalam situasi yang sudah nyaman, anak-anak kendor, mungkin karena sering dimanja atau bagaimana, saya membutuhkan suatu tindakan yang tegas.”
Lebih lanjut, Hanung menyampaikan terima kasih kepada film Children of Heaven yang membuatnya sangat menikmati dalam menggarap film keluarga.
Adapun film Children of Heaven merupakan remake dari Iran yang masuk nominasi Oscar 1998 sebagai Best Foreign Language. Film tersebut disutradarai oleh Hanung Bramantyo, dan produser Manoj Punjabi. Rencananya Children of Heaven akan tayang pada 2026.
Sementara pemeran adik-kakak Ali dan Zahra yang fenomenal akan dimainkan oleh aktor muda Jared Ali serta Humaira Jahra.
MD juga menggelar talkshow spesial bertajuk “Set, Space, Story: Saat Ruang Bercerita bersama TACO”.
Chief Marketing Officer of TACO, Anastasia Tirtabudi, menjelaskan saat ini industri interior menjadi bagian penting dalam ekosistem kreatif.
Menurutnya, jika berbicara tentang film, maka tidak bisa lepas dari set yang merupakan elemen penting dalam membangun emosi.
“Set adalah elemen penting yang membangun mood, emosi, dan arah cerita. Jadi desain interior sebenarnya sangat dekat dengan kebutuhan industri film,” kata dia.
Ia melanjutkan, biasanya tim art director akan memilih material interior agar suasana yang ingin dicapai benar-benar tersampaikan kepada penonton.
Mereka harus punya pemahaman ruang yang baik, karena pada akhirnya, ruang itu bercerita. Karakter desain yang digunakan sangat bergantung pada tema film.



















