– Ruang diskusi di platform Twitter (X) sempat ramai membahas maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia. Dalam beberapa hari terakhir, ribuan pengguna internet mengungkapkan perhatian terhadap temuan terbaru Pusat Pengembangan Kebijakan Ekonomi (PPKE) Universitas Brawijaya yang menunjukkan ketidakseimbangan aturan dalam sektor Industri Hasil Tembakau (IHT).
Sesi akademis tersebut segera memicu perdebatan yang luas, menjadikan isu rokok ilegal sebagai salah satu topik yang paling sering dibahas di media sosial.
Hashtag #StopRokokIlegal pernah menjadi tren dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Peningkatan diskusi terjadi karena banyak akun yang menyebarkan temuan penting dari penelitian PPKE.
Laporan tersebut menyoroti kondisi industri hasil tembakau yang dianggap tidak seimbang, khususnya akibat kenaikan pajak rokok yang agresif tanpa disertai peningkatan pengawasan distribusi. Keadaan ini dikatakan memicu kenaikan signifikan peredaran rokok ilegal di berbagai wilayah.
Pengawasan PPKE menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen percakapan di Twitter memiliki nada positif, mencerminkan dukungan besar dari masyarakat terhadap langkah pemberantasan rokok ilegal. Netizen menganggap beredarnya produk tanpa pajak tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memberatkan industri legal yang menyerap jutaan tenaga kerja.
Banyak pengguna menyoroti risiko penurunan pendapatan negara akibat kebijakan yang dianggap tidak sejalan. Netizen menyampaikan bahwa ketidakseimbangan aturan menghasilkan lingkungan yang tidak adil: rokok sah dikenai pajak mahal dan aturan ketat, sementara rokok ilegal beredar tanpa pengawasan yang memadai.
Kepala PPKE FEB UB, Prof. Candra Fajri Ananda, mengatakan fenomena viral ini sebagai tanda penting bahwa masyarakat semakin memperhatikan kebijakan fiskal, khususnya yang berpengaruh langsung pada industri tembakau.
“Antusiasme yang muncul menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi melihat isu ini sebagai topik khusus. Mereka memandang peredaran rokok ilegal sebagai masalah nasional yang memerlukan tindakan cepat dan kebijakan berdasarkan penelitian,” katanya dalam pernyataan resmi.
Prof. Candra menganggap bahwa diskusi akademis saat ini berkembang menjadi gerakan sosial digital yang memberikan tekanan etis dan politik terhadap pemerintah.
Salah satu temuan PPKE yang memicu perdebatan adalah fenomena downtrading, yaitu perpindahan konsumen dari rokok resmi ke produk ilegal yang jauh lebih murah. Laporan tersebut menunjukkan bahwa 55,3 persen perokok ilegal memilih rokok dengan harga di bawah Rp1.000 per batang,
Selain itu, sekitar 86 persen penyebaran rokok ilegal berada di toko-toko kecil, dan kenaikan pajak yang tidak diikuti dengan pengawasan memperluas ruang gerak para produsen ilegal.
Data ini memperkuat pendapat bahwa kebijakan harga tidak cukup efektif dalam mengubah kebiasaan merokok selama akses terhadap produk ilegal tetap tersedia. Sebaliknya dari menurunkan tingkat merokok, aturan tersebut justru mendorong perpindahan konsumsi ke pasar gelap.
Tren #StopRokokIlegal tidak hanya menjadi wadah untuk ekspresi masyarakat, tetapi juga sebagai sarana penyebaran informasi ilmiah. Postingan yang menyoroti ketidakadilan aturan antara rokok legal dengan cukai, rokok ilegal, dan rokok elektrik merupakan yang paling sering dibagikan.
Diskusi ini menciptakan tekanan sosial baru yang mendorong pemerintah untuk meningkatkan sistem pengawasan, menutup celah penyebaran ilegal, serta menyusun peraturan yang lebih seimbang bagi seluruh pelaku industri hiburan.
“Ini adalah momen penting. Viralnya isu tersebut menjadi peringatan bagi pemerintah untuk merespons rekomendasi akademis dan memperkuat pendekatan kebijakan yang sebelumnya belum menyeluruh,” ujar Prof. Candra.
PPKE menekankan pentingnya penyusunan roadmap IHT yang menyeluruh dan realistis, mencakup aspek fiskal, ekonomi, kesehatan, sosial, serta perlindungan tenaga kerja. Tanpa tindakan menyeluruh, peredaran rokok ilegal diperkirakan akan terus meningkat dan mengurangi pendapatan negara.
Prof. Candra berharap adanya diskusi yang luas di media sosial dapat mendorong pemerintah untuk menjadikan penanggulangan rokok ilegal sebagai prioritas nasional.
“Keberhasilan dalam menyeimbangkan pengendalian konsumsi rokok, pemberantasan barang ilegal, serta kelangsungan industri yang sah akan menjadi penentu stabilitas ekonomi dan keadilan fiskal di masa depan,” tegasnya.



















