Kesuksesan yang Tidak Membuat Terlena
Film pertama Agak Laen yang berhasil menarik lebih dari sembilan juta penonton ternyata tidak membuat keempat komedian—Bene Dion Rajagukguk, Boris Bokir, Indra Jegel, dan Oki Rengga—terlena. Kini, lewat Agak Laen: Menyala Pantiku, mereka kembali dengan cerita yang lebih matang, proses kreatif yang lebih berani, dan dinamika kelompok yang tetap seru penuh celetukan khas mereka.
Dalam sesi roundtable, para casts (minus Oki Rengga yang berhalangan hadir saat itu) bercerita tentang tekanan setelah film pertama, brainstorming yang sampai membawa mereka ke luar negeri, kerja sama intim dengan Ernest Prakasa dan Aco, sampai bagaimana mereka memadukan drama dan komedi dalam satu paket yang lebih emosional. Hasilnya adalah film yang bukan hanya menjanjikan tawa, tapi juga meninggalkan pesan yang hangat.
Penasaran? Simak selengkapnya hasil wawancara POPBELA berikut ini.
Tekanan Setelah Kesuksesan Film Pertama
Kesuksesan besar Agak Laen pertama, yang ditonton lebih dari sembilan juta orang, menjadi bayang-bayang besar bagi para pemain dalam menggarap film kedua. Mereka tidak menutupi bahwa ekspektasi publik otomatis meningkat. Namun, keempatnya memilih untuk tidak terjebak dalam tekanan tersebut. Fokus mereka sudah beralih, bukan pada membandingkan, melainkan menciptakan karya baru yang berdiri sendiri secara kreatif.
“Bebannya ada, dibandingin pasti ada. Tapi mood-nya sudah meninggalkan yang pertama. Euforia soal yang gitu-gitu udah kita lewati, sekarang fokusnya bikin ‘Agak Laen: Menyala Pantiku’ ini dengan script yang baik,” ujar Indra Jegel yang langsung disetujui oleh Boris dan Bene.
Alih-alih memikirkan target penonton, mereka kembali ke niat awal: memberikan karya seni terbaik yang bisa mereka buat. Pernyataan itu disambung oleh anggota lainnya yang mengakui bahwa ekspetasi memang sulit dihindari, tetapi tidak boleh menjadi beban utama.
“Kami sadar mau nggak mau pasti ada beban. Tapi dari awal kami sepakat niatnya sama: memberikan karya maksimal. Hasilnya nanti apapun, ya kami terima dengan ikhlas,” tambah Bene. Dengan fondasi pemikiran itu, film kedua ini bukan tentang mengejar “angka”, tetapi juga tentang karya yang matang.
Proses Brainstorming Sampai Keluar Negeri

Proses kreatif Agak Laen: Menyala Pantiku dimulai dari diskusi panjang yang bahkan membawa mereka keluar negeri demi mencari suasana baru. Mereka bercerita bagaimana workshop ide, lengkap dengan dinamika kelompok yang penuh spontanitas khas Agak Laen.
“Kita sampai ke luar negeri untuk brainstorming. Tapi ya begitu, kita diskusi terus, kumpulin waktu untuk nemuin ceritanya,” ungkap Boris sambil bercanda.
Yang menarik, skenario film kedua ini tidak lagi bisa diklaim milik siapapun secara individu.
“Cerita yang pertama itu dari kami berempat. Yang kedua ini kami nggak bisa menentukan itu punya siapa, karena itu kombinasi dari diskusi bersama,” ujar Jegel.
Premis tentang empat detektif yang memburu pembunuh anak wali kota di sebuah panti jompo lahir dari benturan ide yang justru melahirkan potensi komedi baru.
Bagi mereka, komedi selalu hadir dari dua hal yang tidak lazim jika digabungkan.
“Mencari buronan di panti jompo, itu aja udah kebayang lucunya. Biasanya buronan dicari di tempat-tempat malam, tapi ini justru di panti jompo. Gimana ya jadinya?” tambah mereka sambil tertawa.
Pengalaman Bersama Ernest Prakasa dan Muhadkly Acho

Dalam film kedua ini, para casts kembali bekerja dengan duo kreatif: Ernest Prakasa sebagai produser dan Muhadkly Acho sebagai sutradara. Dua sosok ini digambarkan sebagai figur yang sangat memahami dunia Agak Laen, baik secara kreatif maupun secara personal.
“Koh Ernest sebagai pemilik PH dan Acho sebagai sutradara itu tahu banget apa yang mau mereka tuliskan. Bahkan sering sekali skrip kita pertanyakan, ‘Kenapa harus begini?’ Dan Aco tuh selalu punya alasan yang kuat,” ungkap Bene mengenai bagaimana Acho menjaga logika naskah tetap solid.
Selain ketegasan kreatif, keduanya dianggap sangat humanis dalam bekerja. Ernest khususnya dipuji karena selalu memperhatikan kenyamanan pemain, mulai dari makanan, jadwal syuting, sampai hal kecil seperti ruang tunggu.
“Alasan dia seperti itu adalah dia pernah ngerasain jadi pemain film, jadi dia nggak mau mempraktekan hal tidak enak itu ke orang lain. Sampai makanan dan jam syuting aja diperhatiin banget,” ungkap Boris, menunjukkan kedekatan personal yang sudah terbangun bertahun-tahun.
Tidak hanya dekat secara profesional, hubungan mereka dengan Ernest dan Acho juga sudah seperti keluarga besar. Makanya, tak heran jika film ini terasa begitu hangat karena pada proses pembuatannya pun semua yang terlibat menggunakan hati.
Empat Kepala, Empat Ide, Begini Cara Mereka Menghadapi Perbedaan

Dengan jumlah kepala yang banyak—empat pemain inti, produser, sutradara, hingga tim penulis—perbedaan pendapat adalah bagian tak terhindarkan dari proses kreatif mereka. Namun, alih-alih menjadi masalah, perbedaan itu justru menjadi bahan bakar dalam menemukan ide terbaik.
“Kalo beda pendapat itu harus clear di tempat. Misalnya menentukan premis, ya berdebat wajar. Malah kalau nggak berdebat yang agak aneh menurut gue,” ujar Jegel dengan nada santai.
Mereka mengakui bahwa intensitas diskusi kadang tinggi, tetapi bukan sesuatu yang merusak dinamika; justru itu yang membentuk karakter kelompok.
Penengah dalam tim pun bergiliran, tergantung siapa yang sedang berkonflik.
“Bagi-bagi. Siapa yang lagi berantem, yang lain jadi penengah. Culture kita memang frontal, saling ngomong kenceng, tapi ya udah beres setelah itu,” tambah mereka Bene.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa komedi yang terlihat spontan dan cair di layar lebar ternyata berada di atas fondasi kerja yang sangat serius dan penuh pertukaran ide.
Drama yang Lebih Kuat dan Pesan yang Lebih Hangat
Meski dikenal sebagai kelompok komedian, para pemain menyebut bahwa film kedua ini tidak hanya mengandalkan tawa, tetapi juga drama yang jauh lebih kuat dibanding film pertama. Mereka bahkan menyebut bahwa beberapa adegan membuat mereka sendiri terkejut saat memerankannya.
“Film ‘Agak Laen: Menyala Pantiku’ ini kuat secara komedi, tapi dramanya juga sangat kuat. Kita aja kaget ketika mengadegankan, ternyata bisa sekuat ini, ya?” kata Boris ketika membahas salah satu adegan emosional yang tidak bisa mereka bocorkan lebih jauh.
Drama itu pula yang membawa pesan tentang kemanusiaan. Film ini mengingatkan bahwa hidup tidak hanya soal tertawa, tapi juga tentang hubungan kita dengan manusia lain.
“Hidup ini kan nggak cuma soal hahaha. Ada orang bilang hidup tentang diri kita sendiri, tapi kita hidup bersama orang-orang,” kata Jegel.
Dengan keseimbangan antara komedi dan drama, Agak Laen: Menyala Pantiku berusaha menunjukkan sisi manusiawi para karakternya tanpa kehilangan ciri khas humor spontan Agak Laen.



















