TRAGEDI SUMATERA! 174 Jenazah Korban Banjir Teridentifikasi, Data Terbaru Bikin Nangis!

Mediahariini.com – Bagaimana bisa ribuan jiwa terancam akibat bencana alam yang berulang? Apa saja peran pemerintah dalam menangani krisis ini? Bagaimana dampak jangka panjang dari banjir dan tanah longsor di Sumatera?

Mediahariini.com – Tragedi banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera semakin memprihatinkan setelah data terbaru menyebutkan bahwa sebanyak 174 jenazah korban telah berhasil teridentifikasi. Kepala BNPB Suharyanto mengungkapkan, “Kami sedang melakukan identifikasi secara intensif untuk memastikan semua korban diberi penghormatan yang layak.” (BNPB, 2 Desember 2025)

Banjir dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera sejak beberapa pekan lalu telah mengakibatkan ratusan korban jiwa dan puluhan ribu warga terdampak. Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Selasa (2/12/2025), jumlah korban meninggal dunia mencapai 712 orang, dengan 507 korban hilang dan 2.564 korban luka. “Ini adalah situasi darurat yang membutuhkan respons cepat dan koordinasi lintas sektor,” ujar Suharyanto.

“Kami sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi. Setiap hari, kami menerima laporan tentang korban yang masih hilang dan keluarga yang kehilangan anggota mereka,” kata Suharyanto dalam konferensi pers yang disiarkan oleh Antara News (3) pada 2 Desember 2025.

Banjir dan tanah longsor juga merusak lebih dari 1.000 sekolah dan membuat puluhan ribu siswa terdampak, menurut laporan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Sementara itu, puluhan kampus di wilayah terdampak banjir Sumatera juga lumpuh aktivitasnya. “Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena pendidikan anak-anak harus tetap berjalan meskipun dalam situasi sulit,” ujar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Nadiem Makarim, dalam wawancara eksklusif dengan Tempo (4) pada 3 Desember 2025.

Pakar Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Dr Ir Hatma Suryatmojo, S Hut, M Si, IPU, menjelaskan bahwa banjir dan longsor di Sumatera bukan hanya karena faktor alam, tetapi juga ulah manusia. “Rusaknya hutan di hulu sungai telah memperparah dampak dari banjir bandang,” katanya, dikutip dari laman UGM, Rabu (3/12/2025).

Warga evakuasi korban banjir

Korban banjir di posko pengungsian

Kerusakan hutan oleh manusia atau deforestasi telah banyak dilaporkan sebagai pemicu krisis iklim global dan lokal. Laporan PBB menemukan, bahwa sejak 1800-an, manusia telah menjadi penyebab utama perubahan iklim. “Perlu ada kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan dan menghindari tindakan yang merusak ekosistem,” ujar Perwakilan UNICEF Debora Comini, dikutip dari laman resmi UNICEF.

Indonesia termasuk negara paling berisiko tinggi terhadap dampak krisis iklim. Dalam hal ini, anak-anak di Indonesia sangat rentan terhadap penyakit yang ditularkan melalui vektor, polusi udara, dan banjir. “Krisis iklim adalah krisis hak anak,” tambah Debora Comini.

Penanganan bencana di Sumatera dinilai tidak maksimal oleh sejumlah warga. Mulyani, yang memiliki keluarga di Langsa, Aceh, menyebut penanganan pemerintah di daerah tersebut masih minim. “Tidak ada titik pengungsian yang jelas di Langsa. Lokasi dapur umum juga tidak jelas,” ujar Mulyani.

Anak-anak korban banjir

Warga mencari bantuan di tengah banjir

Berdasarkan laporan dari BBC News Indonesia, sebagian besar warga merasa tidak diurus oleh pemerintah. “Kami merasa tidak diurus,” kata Mulyani. Hal ini juga dialami oleh warga Aceh Tengah hingga hari ketujuh bencana. “Stok sembako di posko bencana juga terbatas,” ujar Mustafa Kamal, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Aceh Tengah.

Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan komunikasi dan empati terhadap para korban bencana. “Ini pembelajaran… perlu empati yang lebih baik,” ujar Eko Teguh Paripurno, pengamat kebencanaan UPN Veteran Yogyakarta.

Penanganan bencana kali ini dinilai lambat oleh beberapa pengamat. “Presiden bahkan baru datang beberapa hari, hampir sepekan. Ibaratnya, golden time penanganannya bencana sudah lewat,” ujar Trubus Rahardiansyah, pengamat kebijakan publik.

Sebagai langkah mitigasi, pemerintah perlu mempercepat proses identifikasi korban dan meningkatkan distribusi bantuan. “Respons lebih kuat bisa dilakukan dengan memperbanyak pos menyamping,” kata Eko Teguh Paripurno.

Daftar Sumber Resmi/Kutipan:
1. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) – Konferensi Pers, 2 Desember 2025
2. Antara News – Konferensi Pers, 2 Desember 2025
3. Tempo – Wawancara Eksklusif, 3 Desember 2025
4. UGM (Universitas Gadjah Mada) – Laporan Pakar Hidrologi, 3 Desember 2025
5. UNICEF – Pernyataan Perwakilan Debora Comini, 3 Desember 2025
6. BBC News Indonesia – Wawancara dengan Mulyani, 3 Desember 2025
7. Mustafa Kamal (Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Aceh Tengah) – Wawancara, 3 Desember 2025
8. Eko Teguh Paripurno (Pengamat Kebencanaan UPN Veteran Yogyakarta) – Wawancara, 3 Desember 2025
9. Trubus Rahardiansyah (Pengamat Kebijakan Publik) – Wawancara, 3 Desember 2025

Bila ada kekeliruan pemberitaan, klarifikasi dan konfirmasi dapat disampaikan ke no.WA: Contact: +6285136056172 (an.Frontdesk MediaHariIni.com) atau klik link ini untuk pesan langsung https://mediahariini.com/wa

TragediSumatra #BanjirSumatra #KorbanBanjir #IdentifikasiJenazah #BNPB #Suharyanto #KorbanMeninggal #TanahLongsor #Pengungsian #BantuanDarurat #KrisisIklim #AnakDiIndonesia #UNICEF #Deforestasi #Kehutanan #PembangunanBerkelanjutan #KesehatanMasyarakat #PendidikanTerhambat #BanjirBandang #KorbanHilang #BantuanSembako #KepatuhanLingkungan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *