https://soeara.com
, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa regulasi terbaru terkait upah minimum alias UMP sudah selesai dibahas.
Airlangga tidak menjelaskan kapan UMP 2026 diumumkan. Hanya saja, dia memastikan aturannya sudah selesai.
“Regulasi sudah diparaf [ditandatangani],” ujar Airlangga singkat, ketika ditanya awak media terkait perkembangan pembahasan UMP 2026 di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga sudah menyelesaikan survei kebutuhan hidup layak (KHL) minimal di setiap provinsi, yang akan menjadi basis perhitungan UMP dari masing-masing daerah.
Menaker Yassierli mengatakan bahwa dengan basis KHL di masing-masing daerah akan membuat kenaikan upah minimum di masing-masing daerah juga berbeda, bahkan di satu provinsi pun bisa terjadi perbedaan antardaerah.
“Bisa jadi ada yang lebih tinggi dari tahun lalu tetapi bisa juga ada yang lebih rendah,” kata Yassierli dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Yassierli menjelaskan bahwa rumusan penyesuaian upah itu akan diumumkan dalam waktu dekat. “Tunggu saja,” ujarnya singkat.
Menaker juga mengajak semua serikat pekerja/buruh untuk berkolaborasi meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Dia mengingatkan bahwa ada 150 juta angkatan kerja di Indonesia, dan 60% di antaranya bekerja di sektor informal.
“Kita perlu berkolaborasi agar semua angkatan kerja mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak,” kata Yassierli.
Pemerintah, lanjut Menaker, menyediakan balai-balai kerja yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan skill pekerja agar tetap bisa bersaing mengikuti perkembangan teknologi.
Dia menyebutkan pengumuman besaran UMP 2026 ditargetkan sebelum 31 Desember 2025 agar dapat diterapkan mulai Januari 2026.
Usulan Formulasi Perhitungan UMP
Adapun, kalangan buruh telah menyatakan penolakan terhadap formula yang disebut-sebut bakal digunakan pemerintah untuk merumuskan kenaikan UMP 2026.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan pihaknya menolak keras formula kenaikan UMP dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal Pengupahan.
Pasalnya, Said Iqbal menilai RPP Pengupahan tersebut cacat secara proses dan keliru secara substansi, serta akan memiskinkan buruh Indonesia.
Dengan aturan formula yang tertuang dalam RPP soal Pengupahan, Said memberikan bocoran bahwa kenaikan UMP 2026 kemungkinan hanya sebesar 4,3%. Angka tersebut di bawah tuntutan buruh yang mengusulkan kenaikan terendah 6%. Bahkan, dengan formula tersebut beberapa daerah industri terancam tidak mengalami kenaikan upah.
Dalam laporannya, poin utama penolakan buruh tertuju pada dua hal krusial dalam RPP tersebut:
-
Pertama, penggunaan kembali konsep “konsumsi rata-rata buruh” yang disurvei BPS, yang dinilai akan membuat upah di daerah-daerah industri besar seperti Bekasi, Karawang, Tangerang, hingga Surabaya, tidak mengalami kenaikan sama sekali atau kenaikan 0%.
-
Kedua, penolakan tegas terhadap penggunaan formula alpha dengan rentang 0,3 hingga 0,8 sebagai penentu kenaikan upah minimum. Formula tersebut menetapkan kenaikan upah berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan alpha.
“Dengan rata-rata upah minimum nasional sekitar Rp3.090.000, kenaikan 4,3% hanya menambah kurang lebih Rp120.000 per bulan, atau kurang dari 12 dolar AS. Kenaikan upah satu bulan tidak setara harga satu kebab satu kali makan di Jenewa. Ini keterlaluan,” kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/12/2025).



















