Mengapa Mubah Tidak Selalu Menjadi Pilihan yang Sederhana? Apakah Ada Batasan dalam Kebebasan Ini? Bagaimana Perbedaannya dengan Halal dan Haram?
Mediahariini.com – Dalam Islam, setiap tindakan manusia memiliki hukum yang jelas, baik itu wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram. Salah satu hukum yang sering menjadi pertanyaan adalah “mubah”. Apa sebenarnya arti dari mubah, dan bagaimana perbedaannya dengan halal dan haram?
“Perbuatan mubah adalah pilihan yang diberikan Allah kepada kita, bisa dilakukan atau tidak,” ujar Hikmatullah dalam bukunya Hukum Islam dalam Formulasi Hukum Indonesia (2018).
Apa yang akan dibahas
Artikel ini akan menjelaskan pengertian mubah, contoh-contoh kegiatan yang termasuk dalam kategori mubah, serta membandingkannya dengan istilah halal dan haram. Kita juga akan melihat bagaimana para ulama memandang mubah dalam perspektif syariah.
Paragraf pertama
Mubah merupakan salah satu dari enam hukum dalam Islam yang mengatur perilaku manusia. Berbeda dengan hukum wajib dan haram yang memiliki konsekuensi jelas, mubah memberikan kebebasan kepada seseorang untuk memilih apakah ingin melakukan suatu tindakan atau tidak. “Tidak ada dosa jika kita tidak melakukan sesuatu yang mubah, dan tidak ada pahala jika kita melakukannya,” kata Iwan Hermawan, S.Ag., M.Pd.I dalam bukunya Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam (2020).
Quote pertama (25 kata)
“Perbuatan mubah adalah pilihan yang diberikan Allah kepada kita, bisa dilakukan atau tidak.”
Paragraf kedua
Mubah dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti makan, minum, berbelanja, dan bercanda. Contoh nyata dari mubah adalah memilih untuk makan nasi atau mi, atau memilih untuk berbelanja di pasar tradisional atau pusat perbelanjaan. Tidak ada larangan atau anjuran spesifik dalam agama terhadap pilihan-pilihan tersebut. “Mubah itu seimbang antara manfaat dan mudarat,” tambah Hikmatullah dalam bukunya.
Paragraf ketiga
Para ulama sepakat bahwa mubah masuk dalam kategori hukum syar’i karena kebolehan ini sudah ditetapkan oleh aturan agama. Namun, dalam situasi tertentu, tindakan yang biasanya mubah bisa berubah menjadi haram atau wajib. Misalnya, dalam keadaan darurat, makan daging babi bisa dianggap sebagai mubah, meskipun biasanya diharamkan. “Mubah dalam keadaan darurat: Contohnya, makan daging babi pas lagi darurat,” tulis Hikmatullah dalam bukunya.
Quote kedua (25 kata)
“Mubah dalam keadaan darurat: Contohnya, makan daging babi pas lagi darurat.”
Paragraf keempat
Di dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang mubah. Salah satunya adalah Surah Al-Baqarah ayat 229, yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagi perbuatan tertentu. Ayat ini menunjukkan bahwa ada ketentuan tertentu yang bisa kita ambil tanpa merasa bersalah. “Gak ada dosa kok buat perbuatan tertentu,” ujar Hikmatullah dalam bukunya.
Paragraf kelima
Selain itu, Surah Al-Araf ayat 31 juga menjelaskan bahwa manusia diperbolehkan untuk makan dan minum, tetapi dilarang berlebihan. Para ulama membagi mubah menjadi tiga jenis: mubah yang aman, mubah dalam keadaan darurat, dan mubah yang dimaafkan. “Mubah yang dimaafkan: Tindakan yang biasanya dilarang, tapi Allah maafkan, seperti melakukan hal haram sebelum masuk Islam,” jelas Hikmatullah dalam bukunya.
Penutup
Dengan demikian, mubah adalah hukum yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih tindakan yang dilakukannya. Meski tidak ada dosa atau pahala, mubah tetap memiliki batasan dan konteks yang harus dipertimbangkan. Dengan memahami mubah, kita bisa lebih bijak dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
Daftar Sumber Resmi/Kutipan:
1. Hikmatullah (Penulis Buku “Hukum Islam dalam Formulasi Hukum Indonesia”, 2018)
2. Iwan Hermawan, S.Ag., M.Pd.I (Penulis Buku “Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam”, 2020)
3. Hikmatullah (Buku “Hukum Islam dalam Formulasi Hukum Indonesia”, 2018)
Bila ada kekeliruan pemberitaan, klarifikasi dan konfirmasi dapat disampaikan ke no.WA: Contact: +6285136056172 (an.Frontdesk MediaHariIni.com) atau klik link ini untuk pesan langsung https://mediahariini.com/wa
