PB HMI Kritik Kementerian Haji yang Tidak Serius

Kuota Haji yang Besar, Tapi Pelayanan yang Membahayakan

Indonesia kembali mencatat sejarah dengan memperoleh kuota haji yang besar untuk tahun 2026, yaitu sebanyak 221.000 jemaah—terdiri dari 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Angka ini seharusnya menjadi momentum penting bagi Kementerian Haji dan Umroh untuk memastikan pelayanan yang prima, transparan, dan akuntabel.

Namun, di balik kabar gembira tersebut, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menemukan adanya kejanggalan serius yang berpotensi merusak pelaksanaan ibadah haji di masa depan. Kejanggalan tersebut terkait dugaan maladministrasi dan praktik monopoli terselubung dalam proses tender penyedia layanan (Syarikah) haji 2026.

Keputusan yang diambil oleh kementerian ini bukan hanya cacat prosedur, tetapi juga mengancam keselamatan dan kenyamanan lebih dari dua ratus ribu jemaah Indonesia. Selain itu, PB HMI juga menilai ada kontradiksi antara jumlah jemaah yang meningkat dan jumlah penyedia layanan yang justru dipersempit. Logika pelayanan semestinya menyesuaikan kapasitas penyedia layanan dengan volume pengguna. Semakin besar jumlah jemaah, semakin banyak dan beragam penyedia layanan yang dibutuhkan untuk menjamin kelancaran operasional.

Dalam penyelenggaraan haji 2025, delapan Syarikah terlibat melayani jemaah Indonesia. Namun, pelayanan masih dinilai bermasalah. Laporan mengenai kekurangan tenda, makanan, dan minuman di Arafah, Muzdalifah, serta Mina turut menjadi catatan penting, terutama bagi jemaah lansia yang harus menghadapi suhu ekstrem tanpa fasilitas memadai.

Namun, penyelenggaraan Haji 2026 (Hanya 2 Syarikah) dengan menghadapi kuota yang lebih besar (221.000 jemaah), Kementerian justru mengerucutkan penyedia layanan menjadi hanya dua Syarikah sebagai pemenang tender!

“Jika delapan Syarikah saja tahun lalu gagal menjamin kebutuhan dasar jemaah, bagaimana mungkin total 221.000 jemaah dapat terlayani secara optimal, mencakup akomodasi, transportasi, katering, hingga logistik vital, hanya oleh dua perusahaan?” tanya Fungsionaris PB HMI Bidang Pemberdayaan Umat (PU), Habza Jusbil Aktro, dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

“Keputusan yang secara drastis mengurangi kuantitas penyedia layanan ini adalah tindakan yang tidak masuk akal, tidak profesional, dan mengabaikan evaluasi kinerja tahun sebelumnya,” lanjutnya.

Monopoli: Ancaman di Balik Pengerucutan Syarikah

Habza Junil berpendapat, pengerucutan jumlah Syarikah ini semakin mencurigakan karena disertai indikasi kuat praktik monopoli. “Berdasarkan temuan yang kami himpun, kedua Syarikah yang ditetapkan sebagai pemenang tender layanan haji 2026 diduga keras dimiliki oleh satu individu yang sama. Jika dugaan kepemilikan tunggal ini terbukti, maka proses tender ini adalah monopoli terstruktur yang dibungkus rapi dalam keputusan birokrasi,” tegasnya.

Dia melanjutkan, monopoli dalam layanan publik, apalagi ibadah haji, sangat berbahaya karena menurunkan kualitas tanpa konsekuensi. “Dengan tidak adanya kompetisi, penyedia layanan tidak memiliki insentif untuk meningkatkan kualitas,” ungkap dia.

Selain itu, masih kata Habza Jubil, resiko mark-up biaya, praktik monopoli membuka peluang besar untuk mark-up atau penggelembungan harga layanan. “Dana umat harus dilindungi, bukan dijadikan bancakan bisnis,” ujarnya.

Dia juga menyoroti keras dugaan kelalaian fatal dalam penyelenggaraan layanan haji tahun ini. Sejumlah insiden, seperti lebih dari 400 jemaah yang tidak mendapatkan gelang identitas serta masalah distribusi makanan dan tenda, dinilai sebagai bukti bahwa pemerintah tetap mempertahankan syarikah yang sebelumnya telah bermasalah.

Dia menegaskan bahwa keputusan tersebut mencerminkan kelalaian sistemik yang harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah, khususnya Kementerian Haji dan Umrah.

Desakan Tegas: Menteri Haji dan Umrah Harus Dicopot

Dalam pernyataannya, PB HMI menegaskan bahwa pemisahan Kementerian Haji dan Umrah dari Kementerian Agama memiliki tujuan mulia: memastikan keamanan, kenyamanan, dan ketertiban jemaah. Namun, kondisi di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.

Oleh karena itu, PB HMI Bidang Pemberdayaan Umat mendesak Presiden Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk:

  1. Segera pecat Menteri Haji dan Umroh karena dinilai gagal total dalam mengelola dan mengawasi layanan haji, serta terkesan membiarkan praktik monopoli yang merugikan umat.
  2. Batalkan MOU dan lakukan Tender Ulang yang Transparan dengan penambahan jumlah Syarikah agar pelayanan setara dengan kuota besar 221.000 jemaah.
  3. Berantas Mafia Haji: Usut tuntas dugaan “mafia haji” dan seluruh jajaran kementerian yang terlibat dalam keputusan pengerucutan Syarikah yang berindikasi monopoli.

“Ibadah haji adalah hak fundamental umat yang dilindungi negara. Jangan biarkan hak ini disandera oleh kepentingan bisnis dan praktik monopoli di Tanah Suci. Kemaslahatan jemaah harus diletakkan di atas segala-galanya,” pungkas Habza Jubil.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *