Setelah Ratusan Orang Tewas Akibat Banjir, Menhut Cabut 20 Izin Pemanfaatan Hutan

Bencana Banjir dan Longsor Melanda Tiga Provinsi di Pulau Sumatera

Bencana banjir dan longsor yang terjadi sejak akhir November 2025 mengguncang tiga provinsi di Pulau Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kejadian ini menimbulkan dampak besar, baik secara fisik maupun sosial. Dampaknya terasa hingga ke tingkat masyarakat, dengan ratusan korban jiwa dilaporkan meninggal dunia dan ribuan orang masih hilang.

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban tewas mencapai 836 jiwa per 5 Desember 2025. Aceh menjadi provinsi dengan korban terbanyak, yakni 325 orang. Di Sumatera Utara, 311 orang meninggal dunia, disusul 200 korban di Sumatera Barat. Selain itu, sebanyak 509 orang masih dinyatakan hilang, sementara hampir dua juta warga di Aceh terdampak langsung oleh bencana ini.

Banjir juga menyebabkan gangguan aktivitas bagi lebih dari 437 ribu penduduk di Sumatera Utara, dengan kedalaman air mencapai 50 hingga 160 cm. Ratusan desa di tiga provinsi tersebut mengalami perubahan total, bahkan beberapa di antaranya dilaporkan hilang tersapu arus deras. Kondisi ini disebut sebagai salah satu bencana hidrometeorologi terburuk dalam beberapa dekade terakhir.

Upaya Pemerintah dalam Menangani Bencana

Pencarian korban masih berlangsung, dengan 48 jenazah ditemukan di Aceh pada 4 Desember 2025. Kebutuhan warga masih sangat tinggi, mulai dari makanan, obat-obatan, hingga layanan pendidikan lantaran 326 sekolah mengalami kerusakan.

Menanggapi situasi ini, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengumumkan pencabutan sekitar 20 izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 750 ribu hektare. Langkah ini dilakukan atas persetujuan Presiden dan merupakan kelanjutan dari kebijakan sebelumnya pada Februari 2025, ketika Kemenhut telah mencabut 18 PBPH seluas 526.144 hektare sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

Selain itu, Menhut juga menyatakan akan melakukan moratorium terhadap izin baru di hutan alam dan hutan tanaman. “Saya juga akan memperkenalkan moratorium izin baru PBPH hutan alam dan hutan tanaman,” imbuhnya.

Investigasi Gelondongan Kayu dan Evaluasi Kerusakan Hutan

Salah satu isu yang muncul pasca-bencana adalah banyaknya gelondongan kayu yang terseret banjir. Menteri Kehutanan menyatakan bahwa pihaknya akan menggelar investigasi menyeluruh untuk mengetahui asal-usul kayu tersebut.

Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan Polri untuk mengusut asal-usul kayu tersebut. Raja Juli Antoni menjelaskan bahwa pihaknya telah mengantongi data awal melalui pemetaan drone dan perangkat lunak AIKO. “Keingintahuan publik tentang asal-usul material kayu itu sudah kami respons. Kami memiliki data awal dari penerbangan drone di daerah terdampak, dan memanfaatkan perangkat lunak AIKO untuk mengetahui jenis kayunya dan merekonstruksi asal-muasal kayu tersebut,” ujarnya.

Kritik DPR terhadap Kinerja Menhut

Dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI, anggota DPR Usman Husin melontarkan kritik keras kepada Menhut. Ia menilai Raja Juli Antoni tidak konsisten dalam kebijakan dan menerbitkan izin yang dinilai bermasalah. “Saya pesan kalau Pak Menteri enggak mampu mundur saja, Pak Menteri, enggak paham tentang kehutanan,” kata Usman di Senayan pada 4 Desember 2025.

Ia juga menuntut perhatian lebih terhadap kerusakan hutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang dinilai mengalami degradasi parah. Usman meminta penjelasan terkait rencana reboisasi, waktu pemulihan kawasan, serta langkah konkret untuk mengatasi hutan gundul.


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *