Pada hari Rabu ini (26/11/2025), eks Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung periode 2013-2018, Yossi Irianto, menjalani sidang pembacaan dakwaan terkait dugaan korupsi Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo. Sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, dan ia didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tindakan yang dinilai merugikan negara serta menyalahgunakan wewenang.
Yossi Irianto, yang pernah menjabat sebagai Sekda Kota Bandung selama lima tahun, kini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengelolaan tanah milik daerah. Dalam pembacaan dakwaan, JPU menyatakan bahwa Yossi tidak memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah. Ia dianggap gagal melakukan koordinasi, pengawasan, dan pengendalian terhadap pengelolaan tanah yang dimanfaatkan Yayasan Margasatwa Tamansari.
Dalam kasus ini, Yossi diduga memberi peluang kepada pengurus Yayasan Margasatwa, Sri dan Raden Bisma Bratakoesoema, untuk menerima dana sewa tanah dari Jhon Sumampouw sebesar Rp 6 miliar. Akibatnya, Pemkot Bandung kehilangan hak pendapatan asli daerah. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 25 miliar berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara.
Jaksa menegaskan bahwa perbuatan Yossi bertentangan dengan beberapa ketentuan hukum, termasuk Pasal 6 ayat (2) huruf e dan f jo Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, serta Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2008. Ia juga diancam dengan pidana sesuai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sebelumnya, Yossi Irianto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bandung Zoo. Sedangkan Sri dan Bisma telah divonis hukuman penjara masing-masing 7 tahun dan denda Rp 400 juta. Dakwaan terhadap Yossi Irianto menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya menyangkut satu pihak, tetapi melibatkan struktur pengelolaan tanah milik daerah yang dianggap tidak transparan dan tidak sesuai prosedur.
Dalam analisis kritis, kasus ini menggambarkan pentingnya pengawasan terhadap pengelolaan aset daerah, terutama dalam konteks penggunaan tanah yang digunakan untuk kepentingan publik seperti Kebun Binatang. Keberadaan Yayasan Margasatwa Tamansari dalam pengelolaan tanah tersebut memicu pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, kasus ini juga menjadi contoh bagaimana kebijakan pemerintah daerah dapat disalahgunakan jika tidak diawasi secara ketat.
Kritik terhadap sistem pengelolaan aset daerah dalam kasus ini adalah bahwa tidak adanya koordinasi antara lembaga pemerintah dan yayasan yang mengelola tanah tersebut. Hal ini membuat celah bagi terjadinya penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara. Dengan demikian, diperlukan reformasi dalam pengelolaan aset daerah agar lebih transparan dan akuntabel.
Secara keseluruhan, kasus Yossi Irianto menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya terjadi di tingkat eksekutif, tetapi juga bisa terjadi dalam pengelolaan aset daerah yang dianggap sebagai tanggung jawab bersama. Dengan adanya sidang ini, diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengawasan dan penerapan aturan secara ketat.
Kasus ini juga menjadi peringatan bagi pejabat pemerintah daerah untuk senantiasa menjalankan tugasnya dengan integritas dan profesionalisme. Bagi masyarakat, kasus ini menunjukkan bahwa korupsi bisa terjadi di mana saja, dan perlu dukungan serta partisipasi aktif dalam mengawasi pengelolaan aset negara.




















