Analisis Dampak Krisis Direksi Terhadap Target Peningkatan Layanan PDAM di Tahun Anggaran 2026

Di tengah tantangan pengelolaan layanan air bersih yang semakin kompleks, PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) menghadapi berbagai tantangan, termasuk krisis direksi yang memengaruhi target peningkatan layanan di tahun anggaran 2026. Di beberapa daerah, proses seleksi dan pengangkatan direksi telah menjadi sorotan publik, dengan banyak isu tentang transparansi, kompetensi, dan independensi dalam pemilihan jajaran direksi.

Krisis Direksi dan Proses Seleksi yang Tidak Transparan

Di Kabupaten Garut, misalnya, proses seleksi direksi Perumda Air Minum Tirta Intan untuk masa jabatan 2025–2030 menimbulkan polemik. Meski 9 nama calon direksi dinyatakan lulus Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK), masyarakat dan kalangan pengamat menyebut proses ini minim transparansi. Tidak ada publikasi terkait indikator penilaian, bobot penilaian, atau kualifikasi objektif yang digunakan, sehingga memunculkan keraguan atas keadilan dan profesionalisme seleksi tersebut.

Selain itu, tidak adanya pemaparan rencana aksi dari para calon direksi juga menjadi kelemahan besar. Publik tidak diberi akses terhadap visi-misi, strategi 100 hari kerja, atau simulasi penanganan krisis dari para calon, yang mencerminkan kurangnya fokus pada kualitas kepemimpinan dan solusi konkret.

Garut PDAM director selection process

Dampak pada Target Peningkatan Layanan

Proses seleksi yang tidak transparan dan diduga diwarnai kepentingan politik dapat berdampak signifikan pada target peningkatan layanan PDAM di tahun 2026. Jika direksi yang terpilih tidak memiliki rekam jejak profesional di bidang manajemen air minum, maka risiko kegagalan dalam pengelolaan layanan akan meningkat. Hal ini bisa berujung pada ketidakstabilan pasokan air, keluhan pelanggan yang tidak terselesaikan, dan bahkan kenaikan tarif yang tidak proporsional.

Di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Direktur PDAM Teguh Prahara Salainti menjelaskan bahwa proyek jaringan air bersih senilai puluhan miliar rupiah ditargetkan selesai pada akhir 2026. Namun, krisis direksi yang terjadi di beberapa daerah menunjukkan bahwa tanpa kepemimpinan yang kuat dan kompeten, target tersebut bisa saja tidak tercapai.

PDAM infrastructure development in 2026

Tantangan Pengelolaan PDAM di Masa Depan

Pengangkatan direksi PDAM bukan sekadar formalitas, tetapi harus dilakukan melalui proses seleksi yang berbasis kompetensi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD secara tegas mengatur bahwa pengangkatan direksi harus berdasarkan kemampuan teknis dan pengalaman di bidang manajerial. Tanpa hal ini, PDAM akan sulit memberikan layanan yang optimal kepada masyarakat.

Selain itu, uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) harus dilakukan secara objektif dan transparan. Melibatkan unsur pengawasan independen dari akademisi, praktisi, hingga auditor internal sangat penting guna memastikan bahwa jabatan direksi tidak dijadikan “bancakan politik.”

PDAM management team meeting

Kesimpulan dan Rekomendasi

Krisis direksi di PDAM dapat berdampak langsung pada target peningkatan layanan di tahun 2026. Untuk menghindari kegagalan, pemerintah daerah perlu menjamin bahwa proses seleksi direksi dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berbasis meritokrasi. Selain itu, perlu adanya evaluasi terhadap kredibilitas pansel dan independensi dalam seleksi direksi.

Masyarakat berhak mendapatkan layanan air bersih yang berkualitas dan terjangkau. Dengan kepemimpinan yang baik dan kompeten, PDAM dapat menjadi salah satu ujung tombak pemerintah daerah dalam mewujudkan pelayanan dasar yang adil, merata, dan berkelanjutan.

PDAM service improvement in 2026

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *