AS Cabut Status Perlindungan Sementara untuk 4.000 Warga Myanmar: Ini Penjelasan Lengkapnya
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengambil kebijakan yang mengejutkan dalam dunia imigrasi. Pada akhir tahun 2025, pemerintah AS memutuskan untuk mencabut Status Perlindungan Sementara (Temporary Protected Status/TPS) bagi sekitar 4.000 warga negara Myanmar yang tinggal di AS. Keputusan ini berdampak langsung pada nasib ribuan pendatang yang selama beberapa tahun terakhir merasa aman dan bisa bekerja di negara tersebut.
Artikel ini akan membahas secara lengkap alasan di balik pencabutan status perlindungan sementara ini, bagaimana proses pengambilan keputusan berlangsung, serta dampak yang akan dirasakan oleh para pemegang TPS. Selain itu, kami juga akan memberikan informasi tentang apa itu TPS, bagaimana sistem ini bekerja, dan perbandingannya dengan kebijakan serupa dari negara-negara lain.
Apa Itu Temporary Protected Status (TPS)?
Temporary Protected Status atau TPS adalah bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah AS kepada pendatang asing yang tidak dapat kembali ke negara asalnya karena situasi darurat. Situasi darurat ini bisa berupa perang, bencana alam, atau kondisi kemanusiaan yang ekstrem.
Dengan TPS, pemegangnya tidak hanya dilindungi dari deportasi, tetapi juga diperbolehkan bekerja di AS. Status ini biasanya diberikan untuk jangka waktu tertentu, dan bisa diperpanjang jika situasi di negara asal belum membaik.
Sebagai contoh, TPS diberikan kepada warga negara Afghanistan setelah konflik berkepanjangan. Begitu pula dengan warga negara Haiti setelah gempa bumi besar tahun 2010. Di kasus Myanmar, TPS diberikan setelah kudeta militer tahun 2021 yang menyebabkan ketidakstabilan politik dan krisis kemanusiaan.
Alasan Pencabutan TPS untuk Warga Myanmar
Pemutusan TPS bagi warga Myanmar dilakukan karena pemerintah AS menganggap situasi di negara tersebut telah membaik. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, menyatakan bahwa Myanmar telah menunjukkan peningkatan dalam tata kelola dan stabilitas di tingkat nasional maupun lokal.
Selain itu, pemerintah AS juga menyebutkan bahwa telah ada pemilu yang dijadwalkan berlangsung pada Desember 2025. Pemilu ini diharapkan menjadi langkah penting menuju demokratisasi di Myanmar. Meski begitu, banyak kalangan skeptis menganggap bahwa pemilu ini mungkin tidak sepenuhnya adil dan transparan.
Tidak hanya itu, pihak DHS (Departemen Keamanan Dalam Negeri) juga menyatakan bahwa status darurat di Myanmar telah dicabut pada Juli 2025. Dengan demikian, alasan utama pencabutan TPS adalah karena situasi di Myanmar dinilai tidak lagi memerlukan perlindungan sementara.
Proses Pengambilan Keputusan
Keputusan untuk mencabut TPS bagi warga Myanmar tidak dilakukan secara mendadak. Departemen Keamanan Dalam Negeri melakukan tinjauan mendalam terhadap kondisi di Myanmar sebelum mengambil keputusan. Proses ini melibatkan analisis dari berbagai sumber, termasuk laporan dari organisasi internasional, media independen, dan pengamatan langsung dari pejabat AS.
Menteri Kristi Noem menjelaskan bahwa keputusan ini dibuat setelah mempertimbangkan berbagai faktor, seperti tingkat keamanan, stabilitas politik, dan kemampuan pemerintah Myanmar dalam mengelola krisis. Meskipun ada perbaikan, pihaknya tetap mengingatkan bahwa tantangan kemanusiaan masih ada, terutama terkait operasi militer yang terus berlangsung.
Namun, pemerintah AS menganggap bahwa keberadaan warga Myanmar di AS secara permanen tidak sesuai dengan kepentingan nasional. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk mengakhiri status perlindungan sementara ini.
Dampak bagi Warga Myanmar di AS
Keputusan ini akan berdampak signifikan bagi sekitar 3.969 warga Myanmar yang telah menerima TPS, serta 236 pemohon yang masih menunggu keputusan. Setelah 24 Januari 2026, mereka akan kehilangan hak untuk bekerja di AS dan berisiko di-deportasi jika tidak memiliki status legal lain.
Banyak dari mereka sudah lama tinggal di AS dan memiliki keluarga, pekerjaan, serta kehidupan yang stabil. Kehilangan TPS berarti mereka harus kembali ke Myanmar, yang saat ini masih dalam kondisi yang tidak pasti.
Beberapa organisasi advokasi dan lembaga bantuan hukum telah mengkritik keputusan ini, menganggapnya sebagai langkah yang tidak manusiawi. Mereka menyerukan agar pemerintah AS lebih memperhatikan kesejahteraan warga Myanmar yang sudah lama hidup di AS.
Perbandingan dengan Kebijakan Serupa di Negara Lain
Kebijakan pencabutan TPS bukanlah hal baru bagi pemerintahan Trump. Sejak awal masa jabatannya, AS telah mencabut status perlindungan sementara dari sejumlah negara lain. Contohnya:
- Afghanistan: Pada Mei 2025, TPS bagi 12.000 warga Afghanistan dicabut karena situasi keamanan di negara tersebut dinilai membaik.
- Haiti: Pada akhir Juni 2025, TPS bagi 260.000 warga Haiti dihentikan.
- Nikaragua dan Honduras: Pada Juli dan September 2025, masing-masing 4.000 dan 6.000 warga negara dari kedua negara ini kehilangan TPS.
- Suriah: Lebih dari 6.000 warga Suriah kehilangan status perlindungan sementara.
Ini menunjukkan bahwa kebijakan TPS di AS sangat bergantung pada situasi di negara asal pemegangnya. Jika pemerintah AS menganggap situasi membaik, maka TPS akan dicabut, meski ada keraguan tentang kebenaran informasi tersebut.
Apa yang Bisa Dilakukan oleh Warga Myanmar?
Bagi warga Myanmar yang terkena dampak keputusan ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
-
Mencari Alternatif Status Legal: Beberapa warga mungkin bisa mengajukan visa lain, seperti visa keluarga, pekerjaan, atau pelarian. Namun, prosesnya bisa sangat rumit dan memakan waktu.
-
Mengajukan Asylum: Jika ada alasan kuat untuk menghindari represi atau ancaman kekerasan, warga Myanmar bisa mengajukan asylm. Namun, persyaratan untuk ini sangat ketat.
-
Membantu dengan Organisasi Advokasi: Banyak lembaga hukum dan organisasi nirlaba di AS menawarkan bantuan gratis bagi warga asing yang terancam deportasi.
-
Menyampaikan Pendapat ke Pemerintah: Warga bisa mengirimkan surat atau pesan kepada pejabat AS untuk menyampaikan kekhawatiran mereka tentang keputusan ini.
Kesimpulan
Pencabutan Status Perlindungan Sementara bagi 4.000 warga Myanmar di AS merupakan keputusan yang kontroversial. Meski pemerintah AS mengklaim bahwa situasi di Myanmar telah membaik, banyak pihak tetap meragukan kebenaran informasi tersebut. Keputusan ini berdampak langsung pada kehidupan ribuan pendatang yang sudah lama tinggal di AS.
Bagi pembaca, artikel ini memberikan gambaran lengkap tentang alasan, proses, dan dampak dari kebijakan ini. Kami harap informasi ini bisa menjadi referensi bermanfaat bagi siapa pun yang ingin memahami isu imigrasi di AS.
Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang TPS atau cara menghadapi situasi serupa, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli hukum imigrasi. Kehidupan di AS memang penuh tantangan, tetapi dengan informasi yang tepat, Anda bisa mengambil langkah yang benar.




















