Sosialisasi Peraturan Bupati tentang Pengembangan Kawasan Perbatasan di Kabupaten TTU
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) melalui Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD), menggelar sosialisasi Peraturan Bupati (Perbup) nomor 25 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Tematik Perbatasan pada Kawasan Perbatasan Negara. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Biara SVD Noemeto, Jumat 5 Desember 2025.
Sosialisasi tersebut dibuka langsung oleh Bupati TTU, Yosep Falentinus Delasalle Kebo, S.I.P. M.A. Turut hadir dalam acara ini, Kepala BPPD TTU, Kristoforus Abi, S.Sos. M.Si, Dansatgas Pamtas RI – RDTL Sektor Barat, Letkol Arh Endis Fahrul Rizal, S.Hub.Int., M.Sc, sejumlah pimpinan OPD Setda TTU, para Camat serta Kepala Desa di wilayah perbatasan.
Peran Strategis Kabupaten TTU sebagai Wilayah Perbatasan
Bupati TTU, Yosep Falentinus Delasalle Kebo, menyampaikan bahwa lahirnya Perbup 25 tahun 2025 didasari oleh adanya peluang bagi Kabupaten TTU sebagai kabupaten perbatasan yang berbatasan langsung dengan wilayah enclave Timor Leste – Oecusse. Ia menekankan bahwa letak strategis TTU sebagai wilayah perbatasan jangan sampai hanya menjadi slogan tanpa dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Jangan sampai kita hanya dikenal sebagai Kabupaten perbatasan tapi tidak ada dampak apa-apa terhadap masyarakat. Kita ingin agar wilayah perbatasan ini punya dampak kepada masyarakat sehingga harapan kita akan pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan pertanian, holtikultura, UMKM, pasar rakyat serta budaya dapat kita maksimalkan,” ujarnya.
Menurut Bupati Falen, untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya aturan yang menjaga arah gerak pemerintah daerah dan memastikan harapan akan timbulnya dampak ekonomi bagi masyarakat di wilayah perbatasan dapat tercapai. “Apa yang mau kita fokus, itu yang kita lakukan,” tegas Bupati Falen.
Pentingnya Sosialisasi Perbup 25 Tahun 2025
Bupati Falen menambahkan bahwa sosialisasi Perbup 25 tahun 2025 tentang pengembangan kawasan perbatasan ini penting dilakukan agar masyarakat dapat memberikan masukan terkait hal-hal yang belum termuat dalam aturan tersebut. Masukan-masukan tersebut nantinya bisa diakomodir untuk pengembangan kawasan perbatasan secara lebih baik ke depan.
Ia berharap masyarakat dan semua stakeholder terkait dapat berperan maksimal dalam menggerakkan sektor-sektor di wilayah perbatasan agar memiliki dampak langsung yang bisa dirasakan manfaatnya.

Peran BPPD dalam Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kabupaten TTU, Kristoforus Abi, S.Sos. M.Si, menjelaskan bahwa sosialisasi Perbup 25 tahun 2025 merupakan momentum penting sebagai tindak lanjut dari Peraturan Gubernur NTT nomor 54 tahun 2024, tentang Sistem Perencanaan Tematik Pembangunan Kawasan Perbatasan.
Menurut Kristoforus, Pergub 54 tahun 2024 lahir atas keprihatinan kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat sejak 2023 hingga 2026. Hal ini membuat pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, merasa kesulitan karena transfer dana dari pusat ke daerah semakin berkurang sementara persoalan di kawasan perbatasan semakin kompleks.
Dalam semangat tersebut, lanjut Kristoforus, pemerintah daerah melalui pejabat publik perlu mengambil langkah inovatif lewat kebijakan yang mendukung sustainabilitas pembangunan di kawasan perbatasan.
“Khusus untuk NTT, lahirnya Pergub 54 tahun 2024 membuat kita kabupaten perbatasan juga wajib menindaklanjuti kebijakan tersebut. TTU adalah satu-satunya kabupaten yang telah menindaklanjuti Pergub 54 tahun 2024 dengan menerbitkan Perbup 25 tahun 2025 yang hari ini disosialisasikan,” ungkap Kristoforus.
Sinergi dan Kolaborasi dalam Pembangunan
Kristoforus menilai bahwa lahirnya Perbup 25 tahun 2025 merupakan bentuk keprihatinan pemerintah, khususnya BPPD, yang bergerak di bidang kawasan perbatasan. Ia menekankan perlunya sinergi antara semua kekuatan yang ada di OPD-OPD tematik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat di kawasan perbatasan.
“Pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, Puskesmas perbatasan, sarana dan prasarana pendidikan oleh pemerintah pusat sudah cukup signifikan. Namun, untuk bagaimana masyarakat perutnya kenyang dan tidur nyaman, pemerintah kabupaten harus punya political will untuk mengintervensi sejumlah anggaran setiap tahunnya,” jelas Kristo.
Ia berharap ke depan perlu adanya kolaborasi perencanaan oleh OPD-OPD yang bergerak di bidang kesejahteraan hidup masyarakat. Dengan demikian, dalam perencanaan kerja tahunan, OPD-OPD tersebut harus mengalokasikan sejumlah anggaran untuk menjawab semua kebutuhan masyarakat perbatasan.
“Alokasi anggaran pada OPD-OPD tematik ini sangat dibutuhkan agar bilamana program-program yang diusulkan pada saat Musdes dan Musrenbangcam tidak bisa didanai oleh Dana Desa, bisa terakomodir lewat alokasi anggaran yang ada pada OPD-OPD tematik dimaksud,” pungkas Kristo.



















