
Krisis Politik di Filipina Akibat Proyek Penanganan Banjir Fiktif
Filipina sedang menghadapi krisis politik yang semakin memburuk, terutama setelah ditemukan adanya proyek penanganan banjir yang ternyata fiktif. Proyek ini menimbulkan kemarahan di kalangan warga, terutama mereka yang terdampak oleh banjir. Kejadian ini telah menjadi isu besar yang menyebabkan gelombang protes dan tuntutan keadilan dari masyarakat.
Proyek penanganan banjir yang diketahui fiktif pertama kali diungkap oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan di hadapan anggota parlemen pada Juli lalu, Bongbong Marcos menyatakan bahwa ada banyak proyek penanganan banjir yang bermasalah, termasuk kemungkinan adanya proyek fiktif. Ia berjanji untuk melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek tersebut yang bernilai miliaran peso.
Komisi Audit (COA) segera bertindak dengan memerintahkan audit penipuan terhadap seluruh proyek penanganan banjir di provinsi Bulacan, yang merupakan wilayah yang menerima pendanaan paling besar dari tahun 2022 hingga 2025. Tim hukum Presiden Marcos akan mempelajari hasil audit tersebut dan mempertimbangkan tuntutan secara serius.

Presiden Marcos juga menyatakan bahwa ia serius mempertimbangkan pengajuan tuntutan sabotase ekonomi dalam kasus-kasus besar. Menurutnya, jika proyek tersebut dilakukan dengan benar, utang pemerintah bisa dikurangi. Ia sempat meninjau lokasi proyek pengendalian banjir fiktif di Baliwag City, Bulacan, dan menyatakan rasa marahnya karena proyek ini merampas infrastruktur penting dan layanan dasar bagi warga Filipina.
“Jika semua proyek ini dieksekusi dengan benar dan diimplementasikan, akan dapat menyelesaikan banyak masalah bagi warga kita,” ujarnya. “Seharusnya bisa digunakan untuk irigasi, pasokan air bersih untuk rumah tangga. Tapi yang mereka lakukan justru menyebabkan kerugian nyata. Saya tidak kecewa. Saya marah,” tambahnya.

Pada Oktober, Kementerian Pekerjaan Umum dan Jalan Raya (DPWH) menemukan 421 proyek penanganan banjir fiktif dari total 8 ribu proyek yang diselidiki bersama institusi pemerintah lainnya. Audit ini dilakukan bersama Angkatan Bersenjata Filipina, Kementerian Pertahanan Nasional, dan Kementerian Ekonomi, Perencanaan dan Pembangunan.
“Dari 8 ribu proyek, yang telah dipastikan merupakan proyek fiktif sebanyak 421,” kata Sekretaris DPWH Vince Dizon, seperti dikutip dari Philstar. Proyek fiktif ini ditemukan di seluruh Luzon, Visayas, dan Mindanao, dengan konsentrasi yang cukup besar di Luzon. Meski demikian, angka tersebut hanya merupakan data awal, karena masih ada sekitar 10 ribu proyek yang perlu diverifikasi.
Skandal ini telah menyeret banyak nama pejabat hingga pihak swasta. Media seperti ABS-CBN membuat daftar panjang pejabat hingga pihak swasta yang diduga terlibat dalam skandal ini.

Beberapa nama yang muncul adalah anggota parlemen Jojo Ang, Reynante “Reynan” Arogancia, Dean Asistio, Juan Carlos “Arjo” Atayde, mantan Sekretaris DPWH Manuel Bonoan, Wakil Sekretaris DPWH Cathy Cabral, konglomerat pemilih perusahaan konstruksi Pacifico “Curlee” dan Cezarah “Sarah” Discaya, serta mantan Presiden Senat Chiz Escudero.
Kemarahan warga Filipina semakin memuncak, sehingga mereka turun ke jalan untuk menuntut kejelasan terkait penanganan kasus ini. Aksi demonstrasi semakin meluas dan membesar, tidak hanya menuntut kejelasan penanganan kasus ini, tetapi juga menyuarakan kemarahan atas dugaan korupsi dalam proyek ini dan kegagalan mitigasi banjir akibat proyek fiktif itu.
Aksi demonstrasi tidak hanya digerakkan oleh kelompok sipil, tetapi juga oleh kelompok agama. Contohnya, pada Minggu (30/11) lalu, pastor gereja Katolik turut turun ke jalan menuntut agar pejabat hingga pihak swasta yang diduga terlibat dalam kasus ini segera diadili dan dijebloskan ke penjara. Warga juga menuntut agar para pejabat dan pihak swasta itu segera mengembalikan dana publik yang dicuri untuk membiayai gaya hidup mereka alih-alih digunakan untuk penanganan banjir.



















