Dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Lingkungan dan Masyarakat
Perkebunan kelapa sawit sering kali menjadi sorotan utama dalam diskusi tentang lingkungan dan keberlanjutan. Di tengah tuntutan ekonomi yang meningkat, industri ini menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan sosial yang perlu dipertimbangkan dengan matang. Berikut adalah beberapa dampak utama dari ekspansi perkebunan kelapa sawit:
-
Perkebunan Kelapa Sawit Berdampak pada Aktivis dan Masyarakat Adat
Industri minyak kelapa sawit sering kali terjebak dalam kasus korupsi, penggusuran paksa, dan perampasan tanah. Hal ini memicu konflik dengan warga sekitar, termasuk masyarakat adat. Tidak hanya itu, adanya kerja paksa, pekerja anak, dan pelanggaran hak-hak pekerja di beberapa perkebunan kelapa sawit, menjadi momok yang meresahkan. Upah yang rendah, intimidasi, dan pelecehan seksual, sering terjadi. Pada 2016, Amnesty International menemukan bahwa anak perusahaan dan produsen Wilmar International, perusahaan minyak sawit terbesar di dunia, menggunakan tenaga kerja paksa dan anak-anak di bawah umur untuk bekerja di perkebunan sawit. Mereka sering terpapar bahan kimia beracun. Bahkan, masyarakat adat, petani, dan aktivis juga menjadi korban kriminalisasi dan bahkan dibunuh, hanya karena ingin mempertahankan tanah adat mereka. -
Deforestasi Pembukaan Lahan Kelapa Sawit sebagai Faktor Perubahan Iklim

Malaysia dan Indonesia menjadi negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, angkanya mencapai 85 persen. Ditambah lagi, kelapa sawit ditanam dengan jarak lebih dari 3 meter dari pohon kelapa sawit yang lain. Tentunya sangat boros lahan. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia, area hutan hujan seluas sekitar 300 lapangan sepak bola ditebang setiap jamnya. Indonesia dan Malaysia sendiri secara masif melakukan deforestasi hutan hujan. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Nature Communications, mengganti hutan hujan dengan perkebunan kelapa sawit bisa melepaskan 61 persen karbon dioksida ke atmosfer. Itu berarti, setiap 1 hektar hutan hujan yang dibabat habis, melepaskan 174 ton karbon dioksida. Jadi, dampaknya tidak hanya dirasakan bagi hewan yang tinggal di kawasan hutan saja, tapi juga bagi kelangsungan hidup umat manusia. -
Habitat Orangutan yang Rusak sehingga Terancam Punah

Penggundulan hutan secara besar-besaran yang dilakukan untuk memenuhi permintaan minyak kelapa sawit membuat populasi orangutan menurun hanya dalam waktu 10 tahun. Orangutan sendiri diklasifikasikan sebagai hewan yang sangat terancam punah oleh WWF. Kita yang tidak turun langsung ke perkebunan kelapa sawit tentunya tidak bisa menyaksikan dampak industri kelapa sawit terhadap orangutan di alam liar. Penggundulan hutan merusak habitat dan kelangsungan hidup orangutan yang bergantung pada hutan hujan. Tanpa hutan hujan, orangutan akan kesulitan mendapatkan makanan dan tidak punya tempat tinggal. Apalagi, jika masuk ke wilayah penduduk, orangutan sering kali dibunuh. -
Warga Sekitar Kehilangan Hutan yang Menjadi Sumber Mereka Bertahan Hidup

Human Rights Watch meliput langsung masyarakat yang wilayahnya terdampak pembukaan lahan kelapa sawit di sejumlah wilayah di Indonesia. Salah satunya Ibu Leni, perempuan Iban dari Desa Semunying Bongkang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat ini, mengaku tidak bisa membuat dapurnya tetap ngebul karena adanya pembukaan lahan kelapa sawit di desanya. Dulu, Ibu Leni dan suaminya mengandalkan hutan untuk mencari makan. Masyarakat sekitar kesulitan mencari bahan makanan atau bahan untuk menenun. Kasus ini menyadarkan kita bahwa masyarakat yang tadinya mandiri dan sangat bergantung pada hutan, kini terpaksa menjadi pekerja di tanah mereka sendiri, atau bahkan pengangguran. Penduduk setempat akhirnya tidak punya pilihan selain menjadi pekerja di perkebunan minyak kelapa sawit dengan upah yang rendah. Hal ini pun merusak kemampuan mereka bertahan hidup dengan mengandalkan alam sekitar. -
Rusaknya Keanekaragaman Hayati

Seiring dengan melonjaknya permintaan minyak kelapa sawit, pengolahan lahan untuk memproduksinya pun meningkat secara global. Di negara-negara pengekspor utama minyak kelapa sawit, lebih dari 270.000 hektar hutan tropis yang kaya spesies dan karbon dikonversi setiap tahunnya. Parahnya lagi, laju deforestasi terus meningkat. Saat ini, kelapa sawit mewakili 5,5 persen dari penggunaan lahan pertanian global. Para ahli biologi konservasi sangat prihatin dengan hal ini. Adapun, hutan hujan Malaysia dan Indonesia memiliki tempat-tempat dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, dan menjadi rumah bagi ratusan spesies mamalia dan burung yang terancam punah, termasuk harimau sumatra, orangutan, dan burung rangkong gading. -
Pencemaran Air dan Tanah Akibat Zat Kimia

Masalah lain akibat industri kelapa sawit adalah pencemaran tanah dan air. Pasalnya, pabrik minyak kelapa sawit menghasilkan 2,5 metrik ton limbah dalam setiap metrik ton minyak sawit yang dihasilkannya, seperti yang ditulis World Wildlife Fund. Limbah yang dibuang sembarangan ini tentunya mencemari sumber air, yang berdampak pada keanekaragaman hayati dan manusia di hilir sungai. Nah, berbeda dengan hutan yang tumbuh secara alami, perkebunan kelapa sawit menggunakan pestisida dan pupuk kimia secara masif. Pupuk kimia ini bahkan diaplikasikan secara berlebihan dan sembrono. Tentu saja, zat kimia ini dapat mencemari sumber air permukaan dan air tanah. Apalagi, beberapa produsen kelapa sawit yang nakal, membuang residu minyak sawit, yang terdiri dari herbisida, insektisida dan zat kimia lainnya ke saluran air, yang mencemari sungai dan tanah.



















