Pemkab Kudus Pastikan Pedagang Sayur Pasar Bitingan Pindah ke Pasar Saerah: Harga Nego Diwajibkan

Rencana Relokasi Pedagang Pasar Bitingan Tetap Berjalan

Pemerintah Kabupaten Kudus tetap mempertahankan rencana relokasi pedagang Pasar Bitingan, meski ada penolakan dari sebagian pedagang. Salah satu yang menjadi permasalahan adalah pemindahan pedagang sayur malam yang berada di trotoar depan bangunan Pasar Bitingan.

Plh Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus, Djati Solechah menjelaskan bahwa sosialisasi telah dilakukan. Namun, beberapa pedagang belum menerima tawaran yang diberikan oleh pengelola Pasar Saerah. Utamanya terkait besarnya retribusi yang dikenakan kepada pedagang dinilai terlalu tinggi.

Audiensi antara pedagang sayur Pasar Bitingan dengan Bupati Kudus Sam’ani Intakoris juga sudah dilakukan pada Selasa (2/12/2025). Tujuannya adalah untuk mengakomodir aspirasi pedagang agar sejalan dengan program pembangunan di Kabupaten Kudus.

Hasil audiensi belum menemukan titik temu. Arahan bupati tetap meminta para pedagang untuk segera dipindahkan. Masalah waktu dan harga akan dibahas kembali bersama pengelola Pasar Saerah.

Djati menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Kudus melihat Pasar Saerah sebagai solusi dalam pemindahan pedagang sayur malam di Pasar Bitingan. Nantinya, tidak hanya pedagang sayur yang dipindah ke Pasar Saerah, tapi juga pedagang basah lainnya seperti ikan, daging, tempe, tahu, dan bumbu dapur.

Selain itu, pembangunan rumah sakit modern atau rumah sakit VIP pengembangan RSUD dr Loekmono Hadi tetap harus segera dilaksanakan. Sehingga, lokasi Pasar Bitingan yang berada di sebelah lahan eks Matahari yang dijadikan lokasi pembangunan rumah sakit, harus dikosongkan.

Tidak hanya itu, rencana pemindahan pedagang pakaian dan berbagai jenis dagangan kering lainnya ke Pasar Anyar yang rencananya dibangun di sebelah Pasar Baru juga sedang dipersiapkan.

“Prinsip pedagang tetap pindah segera mungkin,” tegas Djati.

Sebagai Plh Kepala Dinas Perdagangan, Djati menilai bahwa pedagang seharusnya diuntungkan dengan tawaran dari pengelola Pasar Saerah yang menggratiskan retribusi pada tiga bulan pertama menempati.

Momentum tersebut jika dimulai pada Desember ini bisa dimanfaatkan untuk menjaring pembeli sebanyak mungkin saat permintaan kebutuhan meningkat tajam hingga Ramadan dan Lebaran.

Pedagang bisa memanfaatkan fasilitas penunjang lengkap yang diberikan pengelola Pasar Saerah agar tertarik berbelanja di Pasar Saerah.

Manajemen Pasar Saerah juga siap bernegosiasi dengan pedagang terkait harga retribusi yang disepakati. Misalnya, dari sebelumnya pedagang kios dibebani retribusi Rp 50.000 per hari dan pedagang los dibebani Rp 18.000 per hari, angka tersebut bisa saja turun dengan berbagai pertimbangan.

Misalnya, pedagang bisa saja mendapatkan retribusi relatif lebih rendah sesuai permintaan, namun jam operasional berdagang tidak lagi diberlakukan 24 jam. Serta pedagang bisa saja dibebani beberapa retribusi tambahan, seperti contoh retribusi kebersihan.

“Misal nanti operasional tidak 24 jam, bisa mengurangi biaya retribusi yang sebelumnya ditawarkan Pasar Saerah ke pedagang. Kalau permintaan pedagang mintanya dibangunkan pasar, tapi pemerintah daerah belum bisa mengakomodir usulan pedagang karena keterbatasan anggaran dan lahan yang tersedia. Paling memungkinkan untuk saat ini ya Pasar Saerah,” tuturnya.

Sebelumnya, puluhan pedagang menolak kebijakan yang diusulkan pemerintah daerah terkait perpindahan pedagang sayur Pasar Bitingan ke Pasar Saerah.

Pertama, pedagang tidak mau jika pemerintah hanya merelokasi pedagang sayur yang berjualan di depan Pasar Bitingan dan tidak memiliki lapak atau kios. Pedagang meminta semua pedagang basah, mulai dari sayur, ikan, daging, tempe, tahu dan sejenisnya harus dipindah semua di Pasar Saerah.

Kedua, pedagang menolak keras tawaran dari pihak pengelola Pasar Saerah yang mematok biaya retribusi Rp 50.000 per hari untuk kios dan Rp 18.000 per hari untuk lapak. Dinilai memberatkan dan meminta diturunkan 50 persen.

Ketiga, pedagang meminta agar ada kesepakatan tertulis antara pedagang dengan pengelola Pasar Saerah terkait jaminan tidak akan menaikkan tarif retribusi yang mencekik pedagang di tahun-tahun kemudian.

Sebanyak 397 pedagang sayur malam Pasar Bitingan rencananya bakal dipindah ke Pasar Saerah dengan kapasitas daya tampung mencapai 545 kios dan los.

Pedagang Sayur asal Rendeng, Hendra Irawan keberatan jika pedagang harus dibebani retribusi Rp 50.000 per hari untuk kios dan Rp 18.000 per hari untuk lapak los. Angka tersebut dinilai terlalu memberatkan bagi pedagang mengingat besaran retribusi di Pasar Bitingan hanya Rp 5.000 per hari bagi yang tidak punya kios atau los dan Rp 20.000 bagi yang memiliki kios.

Hendra menyebut, selama ini pedagang sayur hanya mendapatkan keuntungan Rp 500 per kilogram dari penjualan. Pendapatan total pun tidak menentu, tergantung seberapa banyak dagangan sayurnya laku terjual.

Jika pedagang harus dibebani retribusi kios Rp 50.000 per hari dan lapak los Rp 18.000 per hari, dinilai terlalu mencekik pedagang. Lantaran mereka juga masih memiliki tanggungan upah karyawan, biaya transportasi, dan beberapa kebutuhan pendukung lainnya.

“Angka yang ditawarkan masih terlalu mahal bagi kami. Situasi dagangan juga sepi kalau gak tertolong MBG. Harapan kami bisa dikurangi,” terangnya.

Hendra juga menyampaikan aspirasi beberapa pedagang yang khawatir jika suatu saat pengelola Pasar Saerah menaikkan harga retribusi kios dan lapak los dengan angka yang lebih memberatkan pedagang.

Karena itu, pedagang berharap jika program ini terealisasi harus ada kesepakatan tertulis yang jelas sebagai jaminan yang sah atas kesepakatan bersama antara pedagang, pengelola Pasar Saerah, dan pemerintah daerah.

“Kami tahu Pasar Saerah yang mengelola pihak swasta, takutnya ujung-ujungnya bisnis, yang berpotensi menyulitkan pedagang. Kami butuh komitmen dan kepastian yang legal dan jelas kesepakatan bersama,” tuturnya.

Pedagang lain, Budi Haryanto menegaskan, problematika rencana pemindahan pedagang sayur Pasar Bitingan terletak pada kebijakan yang dinilai kurang tepat.

Pemerintah daerah berencana hanya memindahkan pedagang sayur yang berjualan di depan Pasar Bitingan dan tidak memiliki kios atau los ke Pasar Saerah. Sedangkan pedagang sayur lainnya, dan pedagang basah yang berada di dalam pasar tidak ikut direlokasi ke Pasar Saerah, selanjutnya diprogramkan pembangunan pasar baru.

Menurut dia, kebijakan tersebut dinilai tidak adil dan berpotensi menimbulkan konflik.

“Siapa yang mau beli tahu di Pasar Bitingan, lalu beli sayur di Pasar Saerah. Enggak efektif. Pindah siji, pindah kabeh,” tegasnya.

Budi merupakan pedagang sayur yang memiliki kios di Pasar Bitingan.

Dia dibebani retribusi pasar setiap harinya kurang lebih Rp 20.000. Terdiri dari sewa kios per hari, retribusi parkir, retribusi sampah, dan beberapa retribusi lainnya.

“Untuk sewa kios per bulan Rp 259.000, kalau retrubusi total per hari sekitar Rp 20.000. Kita harapkan retribusinya tidak terlalu tinggi, dan tidak naik,” tambahnya.

Pembahasan alot terjadi lebih dari 1 jam terkait negosiasi antara pedagang, Dinas Perdagangan, dan pengelola Pasar Saerah.

Bahkan puluhan pedagang yang ikut dalam sosialisasi tersebut memilih bubar atau walkout sebelum terjadi kesepakatan bersama.

Pedagang kecewa lantaran harapan-harapannya tidak diakomodir dengan optimal oleh pemerintah daerah dan manajemen pengelola Pasar Saerah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *