Penutupan Tambang Emas Ilegal di Kawasan Hutan
Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) telah melakukan penutupan ratusan tambang emas ilegal (Peti) di Blok Cirotan, Kampung Cirotan, Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Penutupan ini dilakukan pada Rabu (3/12) dalam rangka memulihkan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang terdampak aktivitas tambang.
Berdasarkan data dari Satgas PKH, terdapat 281 lokasi Peti yang tersebar di Kabupaten Lebak, Sukabumi, dan Bogor. Seluruh titik tersebut telah ditindak melalui rangkaian operasi terpadu yang berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Penertiban dilakukan secara bertahap dengan target menyisir seluruh kawasan konservasi. Sedikitnya 1.400 titik tambang liar di TNGHS masuk daftar penutupan hingga misi operasi berakhir.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya menjaga kelestarian kawasan hutan. Ia menyebut dampak yang ditimbulkan oleh tambang ilegal sudah sangat mengkhawatirkan.
“Tentunya ini prinsipnya kita menjaga alam. Jadi di sini melaksanakan penindakan berkolaborasi, kita juga membutuhkan dukungan dari desa dan aparatur-aparatur,” tegasnya dalam Konferensi Pers Hasil Operasi Peti Satgas PKH, Rabu (3/12).
Menurut Dwi, operasi bukan hanya berkaitan dengan penegakan hukum semata, melainkan langkah penyelamatan ruang hidup masyarakat.
“Kami ingin memastikan keberlanjutan lingkungan tetap terjaga. Karena kejahatan kehutanan, adalah kejahatan yang extraordinary. Serius mengancam keberlanjutan baik ekologis, sosial, ekonomi, tatanan masyarakat dan juga tentu bermotifkan potensial loss,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kerusakan hutan dapat memicu bencana besar, seperti yang terjadi di sejumlah wilayah Sumatera.
“Dan saya tegaskan juga ini kami hadir di sini dan kawan-kawan juga harus meninggikan empati kita terhadap apa yang terjadi di Sumatera Utara, Aceh dan juga Sumbar. Yang tentu kawan-kawan juga mengikuti bahwa itu erat kaitannya dengan juga kelestarian atau kerusakan kawasan-kawasan hutan yang ada di musibah-musibah tersebut,” tegasnya.
Ditjen Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) merupakan bagian dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk pemerintah untuk menindak secara tegas aktivitas illegal di kawasan hutan. Ditjen Gakkum Kemenhut menjadi salah satu ujung tombak penindakan terhadap aktivitas ilegal di kawasan hutan.
Dirjen Gakkum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho menegaskan bahwa penutupan tambang ilegal di TNGHS bukan sekadar aksi penegakan hukum, tetapi bagian dari upaya melindungi hulu sungai dan keselamatan warga di hilir.
“Tambang emas ilegal menggali lereng curam di hulu, mencemari air dengan merkuri dan sianida, dan meninggalkan lubang-lubang tanpa pemulihan. Kalau dibiarkan, ini bukan hanya merusak kawasan konservasi, tapi berpotensi menyebabkan longsor dan banjir,” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil Operasi PETI Satgas PKH, Rabu (3/12).
Ditegaskan, operasi di TNGHS dilakukan secara kolaboratif dan berkelanjutan. “Kami bersama unsur Satgas PKH lainnya melakukan penegakan hukum sebagai bagian dari upaya kita menjaga hutan, air, dan ruang hidup masyarakat. Kejahatan kehutanan adalah kejahatan luar biasa yang mengancam ekologi, sosial, ekonomi, dan keselamatan warga,” katanya.
Menurutnya, berbagai peristiwa banjir dan longsor di sejumlah daerah dalam beberapa waktu terakhir menjadi pengingat bahwa kerusakan hulu sungai selalu berujung pada penderitaan warga di hilir.
“Dan saya tegaskan kehadiran kami disini dan kita semua, harus meninggikan empati kita terhadap bencana banjir dan longsor yang menerpa sudara-saudara kita di sejumlah daerah. Karena itu, operasi seperti di TNGHS ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam upaya melindungi ekosistem hutan, sekaligus melindungi keselamatan dan hak-hak masyarakat mendapatkan lingkungan hidup yang baik. Oleh karena itu, selanjutnya kegiatan ini juga kami arahkan untuk memulihkan fungsi ekosistem agar dapat mencegah bencana alam di masa depan,” tambahnya.
Dwi menekankan bahwa sasaran penertiban bukan hanya pekerja di lubang-lubang tambang. “Rantai bisnisnya juga kami kejar: pemodal, pemasok bahan kimia berbahaya, penampung hasil tambang, sampai pihak-pihak yang menikmati keuntungan dari PETI. Hutan yang rusak tidak boleh menjadi sumber keuntungan segelintir orang, yang menimbulkan kerusakan dan bencana alam yang merugikan masyarakat” tegasnya.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan bahwa dari total 281 titik Peti di TNGHS, sebanyak 55 lokasi telah resmi ditutup dalam tiga operasi besar terakhir.
“Jadi totalnya untuk kawasan TNGHS 281 Peti dengan yang saat ini 55 ditutup, dari hasil tiga operasi,” kata Rudianto.
Kabupaten Lebak menjadi wilayah dengan jumlah penindakan terbanyak.
“Jadi total yang ditutup di Banten ini 55, semuanya berada di kawasan Kabupaten Lebak yang di sini Blok Cirotan,” lanjutnya.
Rudianto memastikan operasi penertiban akan terus berjalan hingga seluruh titik tambang ilegal yang terdata berhasil ditutup.
“Kita menargetkan menutup 1.400 Peti untuk seluruh kawasan TNGHS,” pungkasnya.
Komandan Satgas Garuda PKH, Mayjen Dody Triwinarto, menambahkan bahwa penutupan dilakukan serentak di tiga wilayah berbeda. Ia mengakui misi ini berat, namun penting untuk masa depan lingkungan.
“Semua lapak ilegal akan ditutup,” tegasnya.
Dody juga meminta masyarakat menghentikan ketergantungan pada tambang liar sebagai sumber ekonomi, karena aktivitas tersebut sudah berlangsung sejak lama.
“Tambang ilegal marak karena sudah menjadi mata pencaharian warga dan menjadi budaya sejak zaman Belanda,” ucapnya.
Ia menegaskan Satgas PKH akan terus memberikan edukasi dan menawarkan alternatif penghidupan agar warga tidak lagi melakukan aktivitas yang merusak lingkungan.




















