Seorang Guru SD Diadili Atas Tuduhan Pelecehan
Seorang guru Sekolah Dasar (SD) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), harus menjalani hukuman penjara setelah mengajar selama 10 tahun. Guru yang memiliki inisial MA (54 tahun) divonis lima tahun penjara atas tuduhan dugaan pelecehan terhadap siswanya. Putusan ini dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Kendari Kelas IA pada Senin (1/12/2025).
MA membantah tudingan bahwa ia melakukan pelecehan. Ia menyatakan hanya memegang jidat siswa dan tidak pernah mencium atau menyentuh bagian tubuh lainnya. Dalam sidang putusan, majelis hakim menyatakan MA terbukti bersalah dan menjatuhkan vonis lima tahun penjara serta denda sebesar Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, denda tersebut akan diganti dengan hukuman tiga bulan kurungan.
Ruang sidang dipenuhi oleh para guru yang tergabung dalam PGRI Kota Kendari. Saat pembacaan putusan, suasana terasa haru karena beberapa guru terlihat menangis sambil memberikan dukungan kepada MA. Penasehat Hukum (PH) MA, Andre Darmawan, menyatakan pihaknya akan langsung mengajukan upaya hukum banding.
Peristiwa Awal Tuduhan Pelecehan
Pada 1 Januari 2025 lalu, MA nyaris diamuk oleh orang tua siswa dan keluarganya. Orang tua siswa mendatangi sekolah untuk mempertanyakan dugaan perlakuan tak senonoh dari MA. Setelah kejadian tersebut, orang tua murid, SS, melaporkan guru MA ke Polresta Kendari.
Laporan ini berawal dari cerita sang anak kepada bapaknya, SS. Anak SD tersebut mengaku disayang oleh gurunya dan sering diberi uang. Curiga terhadap tindakan guru tersebut, SS meminta istri untuk memantau aktivitas anaknya di sekolah. Anak tersebut kembali curhat bahwa ia dikurung dalam ruangan dan sempat dicium serta dipegang-pegang oleh gurunya.
Pernyataan MA: Fitnah dan Bantahan
MA menegaskan bahwa tuduhan pelecehan adalah fitnah. Ia menyatakan bahwa sebagai seorang guru, ia selalu menganggap siswanya seperti anak kandungnya. “Yang pertama saya mau sampaikan ke teman-teman media, guna mengembalikan nama baik saya, apa yang dituduhkan jauh dari sebenarnya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa ia tidak pernah memiliki niat untuk melakukan aksi pelecehan. “Saya tidak pernah ada niat untuk mencelakakan siswa, kurang lebih 10 tahun saya mengajar. Saya telah mengajar selama 7 tahun, tidak pernah buruk (pelecehan) kepada siswa saya,” jelasnya.
MA juga mengungkapkan bahwa kejadian yang dituduhkan adalah dibuat-buat. “Kejadian dituduhkan saya rasa hal tidak wajar. Bagi saya hal ini dibuat-buat, karena saya memang dekat dengan anak-anak. Saya ini pembina olahraga di sekolah, banyak bergaul dengan siswa-siswa,” tambahnya.
Kronologi Kejadian
Menurut MA, pada hari Selasa, ia menerima informasi dari orang tua siswi yang tidak masuk sekolah karena sakit. Namun, pada hari Rabu, murid perempuan tersebut masuk sekolah. MA menceritakan bahwa saat itu, ia bertanya kepada siswa tersebut mengapa ia datang ke sekolah padahal sedang sakit. Siswa tersebut menjawab bahwa ia sudah sehat dan kemudian memegang tangannya di meja MA.
“Pas saya bilang seperti itu bunyi bel apel, saya bilang ‘anak-anak keluarmi apel, kau (siswa diduga korban) jangan keluar apel duduk di depan pintu saja’. Saya pegang jidatnya, maksudnya supaya saya tahu bahwa anak ini sakit,” katanya.
MA menegaskan bahwa tuduhan ciuman yang beredar adalah tidak benar. “Ada informasi berkembang saya pernah cium, saya tidak pernah cium siapa-siapa, tidak pernah ada niatku. Kan anak itu tempramen, kalau ada lagi yang ganggu sedikit berteriak,” ujarnya.



















