Penjelasan Letjen TNI Suharyanto Mengenai Status Bencana Banjir di Sumatera
Di tengah musibah banjir yang melanda beberapa wilayah Sumatera, Letjen TNI Suharyanto menyampaikan pernyataan bahwa banjir Sumatera bukan termasuk bencana nasional. Ia juga menegaskan bahwa situasi di lapangan tidak semencekam seperti yang terlihat dalam potongan video dan foto yang beredar luas di media sosial.
Status banjir bandang dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh tetap ditetapkan sebagai bencana daerah tingkat provinsi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kondisi yang ada belum memenuhi indikator untuk ditetapkan sebagai bencana nasional. Menurutnya, penentuan status bencana nasional memiliki kriteria yang sangat ketat, mulai dari kerusakan fisik berskala besar hingga lumpuhnya seluruh fungsi vital pemerintahan daerah.
Suharyanto menjelaskan bahwa pemerintah tetap mempertahankan status bencana daerah tingkat provinsi karena pemerintahan daerah di ketiga provinsi masih mampu bekerja secara normal, meskipun tetap mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat. Ia menyoroti bahwa kesan mencekam yang menyebar di media sosial banyak dipengaruhi oleh cuplikan situasi awal bencana, termasuk laporan warga terisolasi dan terganggunya jaringan komunikasi.
Namun, setelah melakukan peninjauan langsung, ia mendapati bahwa sebagian besar wilayah telah membaik dan tidak lagi diguyur hujan deras. “Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial, tetapi saat kami tiba di lokasi, banyak daerah yang sudah tidak hujan. Yang paling serius memang Tapanuli Tengah, tetapi wilayah lain relatif membaik,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa stabilitas pemerintahan daerah, akses pelayanan publik, dan koordinasi antarinstansi masih berjalan baik sehingga belum ada urgensi menaikkan status ke level bencana nasional. “Statusnya masih bencana daerah tingkat provinsi,” tegasnya.
Meski demikian, Suharyanto memastikan pemerintah pusat tetap memberikan dukungan maksimal. Koordinasi antara BNPB, pemerintah daerah, TNI, Polri, serta berbagai kementerian dan lembaga terus berjalan untuk memenuhi kebutuhan darurat masyarakat. “Presiden mengerahkan bantuan besar-besaran, TNI mengirim alutsista dalam jumlah besar, dan BNPB menggerakkan seluruh kekuatan yang ada,” katanya.
Dengan penjelasan ini, Suharyanto berharap publik memahami bahwa penanganan bencana di Sumatera dilakukan secara optimal, meski status bencananya tidak dinaikkan menjadi bencana nasional.
Profil Letjen TNI Suharyanto
Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia atau Letjen TNI Suharyanto adalah seorang perwira tinggi (Pati) di dalam TNI Angkatan Darat (AD). Di TNI, Letjen Suharyanto mendapat amanah untuk mengemban jabatan sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Letjen TNI Suharyanto sudah cukup lama menduduki posisi jabatan sebagai Kepala BNPB, yakni sejak 17 November 2021. Kala itu, ia menggantikan posisi Letjen TNI (Purn.) Ganip Warsito, S.E., M.M. yang pensiun sebagai Pati TNI AD.
Sebelum itu, jenderal bintang 3 ini sempat terlebih dahulu menjabat sebagai Panglima Komando Daerah Militer atau Pangdam V/Brawijaya. Suharyanto juga memiliki rekam jejak karier yang cemerlang di TNI AD. Ia merupakan prajurit TNI AD dari kecabangan Infanteri, pasukan tempur darat utama yang terdiri dari prajurit pejalan kaki dilengkapi persenjataan ringan.
Di Infanteri, Suharyanto mempunyai tugas di antaranya melakukan pertempuran jarak dekat, serangan, pertahanan, dan pembersihan area. Berbagai brevet pun juga telah ia raih dan tertempel di dada kanan dan dada kiri pada baju dinasnya.
Berikut daftar brevet yang dipunyai Letjen TNI Suharyanto:
* Brevet Kualifikasi Raider,
* Brevet Para Dasar,
* Bintang Dharma,
* Bintang Yudha Dharma Pratama,
* Bintang Kartika Eka Paksi Pratama,
* Bintang Bhayangkara Pratama (2021),
* Bintang Yudha Dharma Nararya,
* Bintang Kartika Eka Paksi Nararya,
* Satyalancana Dharma Bantala,
* Satyalancana Kesetiaan 24 Tahun,
* Satyalancana Kesetiaan 16 Tahun,
* Satyalancana Kesetiaan 8 Tahun,
* Satyalancana Raksaka Dharma,
* Satyalancana Dharma Nusa,
* Satyalancana Wira Nusa,
* Satyalancana Wira Dharma (Ulangan I),
* Satyalancana Wira Siaga,
* Satyalancana Seroja (Ulangan I),
* Satyalancana Dwidya Sisth,
* Satyalancana Wira Karya,
* Satyalancana Kebhaktian Sosial,
* Brevet Pin Alumni Sesko TNI,
* Basic Parachutist Badge (Royal Thai Army),
* Air Assault Badge (US Army),
* Pin Setia Waspada Paspampres,
* dan Pin Alumni Lemhannas.
Saking moncernya karier Suharyanto, ia sempat digadang-gadang menjadi calon Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), bersaingan dengan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak.
Letjen Suharyanto lahir Cimahi, Jawa Barat, pada 8 September 1967. Ia memiliki istri yang bernama Ny. Ervianti Rahmasari. Suharyanto adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1989. Sederet pendidikan militer yang pernah ditempuhnya antara lain yakni Sesarcabif, Dik PARA, Diklapa I, Diklapa II, Seskoad, Susdanyon, Susdandim, Sesko TNI (2013) (Lulusan Terbaik), Dik Raider, Air Borne, dan Lemhannas RI PPSA (2019).
Perjalanan Karier Letjen TNI Suharyanto
Karier Letjen Suharyanto telah malang melintang di dalam institusi TNI AD. Berbagai jabatan strategis di kemiliteran Tanah Air pun juga sudah pernah diembannya. Suharyanto tercatat pernah menjabat sebagai Danton, Danki, Pasi Yonif Linud 612/Modang (1989), Gumil Pussenif (1999), Pabandya Ops Sopsdam V/Brawijaya (2003), dan Danyonif 516/Caraka Yudha (2004).
Selain itu, jenderal asal Cimahi ini juga sempat menduduki posisi jabatan sebagai Danyonif 500/Raider (2005), Dandim 0832/Surabaya Selatan (2006), dan Kasi Intel Korem 081/Dhirotsaha Jaya. Karier Suharyanto makin moncer setelah ia berpangkat Kolonel dan menjabat sebagai Danrem 051/Wijayakarta pada 2015.
Pada 2016, ia naik pangkat menjadi Brigadir Jenderal atau Brigjen. Saat itu, ia dipercaya untuk mengisi kursi jabatan sebagai Karo Kepegawaian Settama BIN. Kemudian, Suharyanto dimutasi menjadi Direktur Kontra Separatisme Deputi III BIN pada 2017. Satu tahun berselang, ia lalu dipercaya untuk menjabat sebagai Kasdam Jaya.
Setelah itu, ia diamanahkan untuk mengisi kursi jabatan sebagai Sesmilpres Kemensetneg RI pada 2019. Pada 2020, jenderal bintang 3 ini diangkat menjadi Pangdam V/Brawijaya. Barulah di tahun 2021 Suharyanto ditunjuk untuk menduduki posisi jabatan sebagai Kepala BNPB.
Harta Kekayaan Letjen TNI Suharyanto
Letjen TNI Suharyanto tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp4,5 miliar. Hartanya itu terdaftar di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK yang dilaporkannya pada tanggal 18 Februari 2021.
Berikut daftar lengkap rincian harta kekayaan milik Suharyanto.
* DATA HARTA
* TANAH DAN BANGUNAN Rp. 1.450.000.000
* Tanah dan Bangunan Seluas 180 m2/180 m2 di KAB / KOTA BANDUNG BARAT, HASIL SENDIRI Rp. 950.000.000
* Tanah dan Bangunan Seluas 125 m2/125 m2 di KAB / KOTA BANDUNG BARAT, HASIL SENDIRI Rp. 500.000.000
* ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 1.148.000.000
* MOBIL, HONDA HRV MINIBUS Tahun 2016, HASIL SENDIRI Rp. 185.000.000
* MOTOR, YAMAHA SEPEDA MOTOR Tahun 2017, HASIL SENDIRI Rp. 13.000.000
* MOBIL, TOYOTA VELLFIRE 2.5 G Tahun 2019, HASIL SENDIRI Rp. 950.000.000
* HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 204.800.000
* SURAT BERHARGA Rp. —-
* KAS DAN SETARA KAS Rp. 1.783.843.144
* HARTA LAINNYA Rp. —-
* Sub Total Rp. 4.586.643.144
* HUTANG Rp. —-
* TOTAL HARTA KEKAYAAN (I-III) Rp. 4.586.643.144
Ratusan Korban Meninggal
Rentetan bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara dan Sumatra Barat beberapa hari terakhir memicu krisis kemanusiaan serius. Ratusan korban tewas, ribuan warga kehilangan rumah dan harta benda serta akses infrastruktur jalan dan jembatan putus. 
Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Senin (1/12) pukul 17.00 WIB, total korban meninggal dunia akibat bencana di tiga provinsi itu mencapai 604 jiwa. Sementara itu, jumlah pengungsi yang tersebar di berbagai wilayah di ketiga provinsi tersebut mencapai 635.214 jiwa.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan di Sumatra Utara tercatat 283 jiwa meninggal dunia setelah tim pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR) kembali menemukan korban yang sebelumnya dinyatakan hilang. Korban tersebar di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Kota Padangsidimpuan, Deli Serdang, dan Nias.
BNPB mencatat jumlah korban hilang mencapai 173 jiwa. “Pengungsi tersebar di beberapa titik, antara lain 15.765 jiwa di Tapanuli Utara, 2.111 jiwa di Tapanuli Tengah, 1.505 jiwa di Tapanuli Selatan, 4.456 jiwa di Kota Sibolga, 2.200 jiwa di Humbang Hasundutan, dan 7.194 jiwa di Mandailing Natal,” kata pria yang akrab disapa Aam itu dalam Siaran Pers BNPB pada Selasa (2/12/2025).
Sementara itu, BNPB mencatat sebanyak 156 jiwa meninggal dunia di Provinsi Aceh hingga Senin (1/12/2025) sore. BNPB juga mencatat sebanyak 181 jiwa masih hilang. Korban tersebar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya.
Sedangkan peningkatan jumlah korban hilang dipicu laporan tambahan dari masyarakat. “Jumlah pengungsi mencapai 479.300 jiwa di berbagai kabupaten/kota, dengan konsentrasi tertinggi di Kabupaten Aceh Utara sebanyak 107.305 jiwa,” ungkap dia.
BNPB mencatat sebanyak 165 jiwa meninggal dunia di Provinsi Sumatra Barat. Sedangkan 114 jiwa lainnya masih hilang. Korban tersebar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Solok, Kota Solok, dan Pesisir Selatan. “Total pengungsi mencapai 18.624 KK atau 122.683 jiwa, dengan jumlah tertinggi di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Tanah Datar,” ungkap dia.
Pemerintah Pusat Tak Kunjung Tetapkan Bencana Nasional
Meski eskalasi dampak bencana banjir ini sangat besar dan korban mencapai ribuan orang di tiga provinsi, Pemerintah pusat belum menetapkan status bencana nasional. Hal ini terjadi di tengah penetapan status tanggap darurat oleh pemerintah daerah tiga provinsi tersebut, yang secara eksplisit menyatakan ketidaksanggupan penanganan darurat bencana akibat keterbatasan logistik dan kemampuan daerah.
Situasi darurat ini semakin kentara setelah tiga bupati di Aceh yakni Bupati Aceh Selatan, Aceh Tengah dan Pidie Jaya, mengirimkan surat resmi yang menyatakan penyerahan penanganan bencana kepada pemerintah Aceh, yang secara implisit menunjukkan keterbatasan sama di tingkat provinsi. Langkah ketiga bupati ini dilandasi oleh fakta lapangan yang tidak terbantahkan.
Bupati Aceh Selatan Mirwan misalnya, dalam suratnya bernomor 360/1975/2025 menyebutkan skala kerusakan di 11 kecamatan, mulai dari terputusnya akses transportasi, lumpuhnya aktivitas ekonomi, hingga rusaknya infrastruktur publik (jalan, jembatan, sarana pendidikan), sudah melampaui kemampuan fiskal dan sumber daya manusia (SDM) pemkab.
Senada, Bupati Aceh Tengah Haili Yoga dan Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi, juga menggarisbawahi keterbatasan anggaran dan peralatan memadai sebagai alasan utama ketidaksanggupan mereka melaksanakan penanganan darurat secara optimal. Mereka menilai, hanya intervensi langsung dari level yang lebih tinggi yaitu Pemprov Aceh atau pemerintah pusat, yang dapat mengatasi kondisi darurat ini dengan cepat dan terkoordinasi.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menanggapi surat resmi dari tiga bupati tersebut dengan nada memaklumi. Mendagri Tito menegaskan pemerintah pusat tidak mempermasalahkan atau marah atas pernyataan ketidaksanggupan itu. “Kalau kemudian mereka menyatakan tidak mampu, itu wajar, kami tidak marah karena mengetahui bagaimana kondisi dan situasinya,” ujar Tito.
Ia mengakui pemerintah kabupaten/kota memiliki keterbatasan signifikan, terutama dalam hal infrastruktur pendukung berat seperti helikopter, pesawat, dan alat berat yang sangat dibutuhkan untuk membuka akses jalan terisolasi, yang pada akhirnya melumpuhkan distribusi logistik. Menurut Tito, fasilitas tersebut memang hanya dapat dimobilisasi melalui Pemerintah Aceh atau pemerintah pusat. Pernyataan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa intervensi pusat akan tetap dilakukan, terlepas dari ada atau tidaknya surat permintaan resmi.
Apkasi Desak Pemerintah Pusat Ambil Tindakan Cepat
Menyikapi krisis ini dan tantangan yang dihadapi anggotanya, Ketua Umum Apkasi Bursah Zarnubi, yang juga Bupati Lahat, segera memberikan respons tegas sekaligus menawarkan solusi konkret. Bursah memahami betul kondisi yang dialami tiga pemkab di Aceh tersebut.
Menurutnya, ketidakmampuan itu bersumber dari dua hal yaitu keterbatasan infrastruktur/alat berat dan tekanan fiskal daerah yang kian berat seiring pengalihan dana ke program strategis nasional 2025. Terkait itu, lanjut Bursah, Apkasi mengambil peran lebih proaktif dengan tidak hanya membenarkan, tetapi juga mendesak pemerintah pusat agar segera melakukan intervensi langsung (afirmasi) yang lebih cepat.
Dalam konteks ini, Apkasi secara khusus mendesak Presiden dan Mendagri untuk segera melakukan intervensi dengan memprioritaskan tiga hal krusial. Pertama, infrastruktur dan alat-alat berat mendesak harus segera didatangkan untuk membuka akses wilayah yang terisolasi. Kedua, perlu dilakukan perbaikan segera terhadap rumah-rumah warga yang mengalami kerusakan berat. Ketiga, dan yang terpenting, harus segera dicarikan solusi cepat untuk kebutuhan sandang dan pangan para korban karena masalah perut tidak bisa menunggu.
Lebih dari sekadar mendesak, Apkasi menunjukkan solidaritas nyata. Melalui program Apkasi Peduli Bencana, gerakan solidaritas kemanusiaan ini sedang digalakkan untuk menggalang dana baik dari dewan pengurus, anggota Apkasi dan bantuan masyarakat umum. “Sekecil apapun bantuannya akan sangat berarti bagi para korban. Insyaallah, kita berdoa, kita mencoba secara bertahap meringankan beban para korban terdampak bencana.”
Apkasi juga mendesak pemerintah pusat melakukan intervensi atau afirmasi secepatnya dalam menanggulangi bencana ini agar bisa segera diselesaikan dalam tanggap darurat bencana ini,” tegas Bursah.
Langkah Apkasi ini, tambah Bursah, menunjukkan di tengah krisis dan keterbatasan fiskal daerah, asosiasi tidak hanya menjadi wadah komunikasi, tetapi juga motor penggerak solidaritas dan penyuara utama bagi percepatan intervensi pemerintah pusat, serta memastikan penanganan darurat bencana dapat berjalan efektif dan komprehensif.
Letjen TNI Suharyanto Minta Maaf
Akhirnya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, sadar dan meminta maaf setelah menyebut banjir di Sumatera tidak mencekam, sehingga belum bisa menjadi bencana nasional.
Letjen TNI Suharyanto sebelumnya mengatakan banjir dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh terlihat mencekam karena banyak berseliweran di media sosial (medsos). Namun setelah melihat langsung dan bertemu Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan menunjukkan situasi berbeda di beberapa lokasi.
Suharyanto menyebut kondisi lapangan saat tim BNPB tiba menunjukkan banyak wilayah sudah lebih terkendali. “Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial, tetapi begitu kami tiba langsung di lokasi, banyak daerah yang sudah tidak hujan. Yang paling serius memang Tapanuli Tengah, tetapi wilayah lain relatif membaik,” katanya.
Setelah menyebut banjir Sumatera bukan banjir nasional, Letjen TNI Suharyanto kini menyampaikan permintaan maaf, khususnya kepada Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu. Letjen TNI Suharyanto mengaku tidak mengira bencana banjir dan longsor tidak sebesar ini. “Saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf Pak Bupati. Bukan berarti kami tidak peduli begitu,” kata Letjen TNI Suharyanto dilansir Youtube tvOneNews, Senin (1/12/2025).
Lebih lanjut, Suharyanto mengatakan pihak BNPB hadir di Tapanuli Selatan dan sejumlah daerah lain yang terdampak banjir untuk menolong seluruh masyarakat. Ia pun mengatakan tidak membedakan dan tidak melihat suku atau pun ras. “Kami hadir di Tapanuli Selatan ini untuk membantu seluruh masyarakat, tidak ada bedanya itu sama semua bagi kami tidak melihat suku, agam dan ras,” katanya.


















