Kritik atas Cinta Pemerintah terhadap Rakyat dalam Musibah
Anwar Abbas, Ketua PP Muhammadiyah, mengungkapkan kekecewaannya terhadap perhatian pemerintah terhadap rakyat yang sedang menghadapi musibah di Sumatera. Menurutnya, negara akan makmur jika pemerintah benar-benar mencintai rakyatnya. Hal ini juga berlaku sebaliknya, bahwa rakyat akan makmur jika pemerintahnya memiliki cinta yang tulus.
Ia menyoroti pidato Bung Hatta pada tahun 1950 saat berkunjung ke Tanah Karo, Sumatera Utara. Dalam pidatonya, Bung Hatta menyampaikan pesan penting tentang kesejahteraan rakyat. Ia mengingatkan bahwa selama masa penjajahan, meskipun negeri kaya, rakyat hidup menderita seperti ayam mati di lumbung padi. Setelah Indonesia merdeka, Bung Hatta menegaskan bahwa tidak boleh ada rakyat yang miskin karena Indonesia kini memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur kekayaannya sendiri.
Bung Hatta menolak kemakmuran yang hanya dinikmati segelintir orang. Ia menekankan bahwa kesejahteraan harus dirasakan oleh seluruh rakyat. Anwar Abbas menilai bahwa hingga saat ini, pesan tersebut belum sepenuhnya tercapai. Masih banyak anak-anak bangsa yang hidup dalam kemiskinan.
Menurut Anwar Abbas, Bung Hatta menekankan pentingnya hubungan yang dekat antara rakyat dan pemerintah. Ia menyatakan bahwa negara akan kuat jika pemerintah dipercayai oleh rakyat. Dan rakyat akan makmur jika pemerintahnya mencintai rakyatnya. Ia menegaskan bahwa adanya ikatan batin yang kuat antara rakyat dan pemimpin sangat penting.
Setelah 80 tahun Indonesia merdeka, dan lebih dari 75 tahun setelah ucapan Bung Hatta, masalah-masalah masih menghiasi kehidupan masyarakat dan bangsa. Anwar Abbas menilai bahwa pesan-pesan dan pandangan Bung Hatta masih relevan untuk kita camkan dan jadikan dasar dalam memberantas kemiskinan serta mensejahterakan seluruh rakyat tanpa kecuali.
Untuk membangun tali batin yang baik antara rakyat dan para pemimpinnya, kehadiran pemerintah yang dicintai oleh rakyatnya sangat diperlukan. Cita-cita rakyat untuk hidup makmur, sejahtera, dan bahagia hanya akan terwujud jika pemerintah benar-benar mencintai rakyatnya.
Anwar Abbas menantang kita untuk menjawab pertanyaan ini dengan melihat situasi di Morowali dan bencana banjir bandang yang baru saja melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Ia menilai bahwa jawaban atas pertanyaan ini bisa ditemukan di sana.
Data Korban Bencana Banjir Bandang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan jumlah korban meninggal dunia dalam bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bertambah menjadi 883 orang hingga Sabtu (6/12/2025). Selain itu, 520 orang masih hilang. Korban luka mencapai 4.200 orang di tiga provinsi.
Berikut data terbaru:
- Jumlah korban meninggal: 883 orang.
- Jumlah korban hilang: 520 orang.
- Jumlah korban terluka: 4.200 orang.
- Jumlah rumah rusak: 121 ribu unit
- Jumlah kabupaten/kota terdampak: 51
BNPB mencatat korban tewas terbanyak merupakan warga Agam, Sumatera Barat, yakni 171 jiwa. Selain itu, BNPB mencatat sekitar 835 ribu warga menjadi pengungsi. Jumlah pengungsi terbanyak berada di Aceh Tamiang, yakni mencapai 281,3 ribu jiwa.
Selain korban, BNPB mencatat ada 405 jembatan yang rusak, 270 fasilitas kesehatan rusak, 509 fasilitas pendidikan rusak, serta 1.100 fasilitas umum rusak akibat banjir. Jumlah korban tewas, hilang, luka, serta yang menjadi pengungsi dapat bertambah seiring proses evakuasi dan pembersihan sisa material banjir bandang serta longsor dilakukan.
Hingga kini, sejumlah ruas jalan di Aceh, Sumut, dan Sumbar masih terputus. Aliran listrik dan komunikasi di daerah terdampak bencana juga belum sepenuhnya normal. Dan pemerintah sampai saat ini belum menetapkan banjir Sumatera sebagai bencana nasional.



















