Pengalaman Asiah dan Keluarga Saat Banjir Bandang Menerjang Gampong Blang Awe
Asiah dan keluarganya berhasil selamat dari banjir bandang yang menerjang Gampong Blang Awe, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh pada Rabu (26/11/2025) dini hari. Rumah mereka serta banyak rumah warga lainnya lenyap terbawa air bah. Sebagian besar perkampungan kini berubah menjadi aliran sungai.
Malam itu menjadi malam yang mencekam bagi warga Gampong Blang Awe. Hujan deras yang terus-menerus mengguyur wilayah tersebut sejak beberapa hari sebelumnya menjadi awal dari malam mengerikan dalam hidup Asiah. Malam itu, Asiah dan keluarga terlelap dalam tidur. Namun, tengah malam sekitar pukul 02.00 WIB, mereka terbangun karena air mulai masuk ke dalam rumah hingga ketinggian betis kakinya.
Rasa takut menggerayangi Asiah dan suaminya. Mereka langsung menggendong anak-anak sambil berlari mencari tempat aman. Di saat bersamaan, suara dentuman hebat dari arah sungai mulai terdengar. Dentuman yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya.
Malam itu, Gampong Blang Awe berubah menjadi tempat penuh teriakan dan kepanikan. Setiap warga berlarian mencari tempat aman. Asiah mengungkapkan bahwa saat air mulai naik, mereka tidak sempat lari lagi dan harus naik ke atas atap rumah. Ia menyebutkan bahwa di atas atap yang licin, ia dan anak-anak menunggu pertolongan sambil mendengar suara benda-benda besar terbawa arus.
Lampu-lampu masih hidup saat kejadian, sehingga mereka bisa melihat sekilas betapa derasnya arus. Namun, menjelang pagi, listrik akhirnya padam, menyisakan gelap dan suara sungai yang mengamuk.
“Terakhir kami ditarik pake tali, di bawa ke jalan (tempat tinggi), sampai di sana anak-anak sudah kedinginan (menggigil), baju pun enggak ada,” ujar Asiah dengan nada lirih.
Saat kembali melihat rumah mereka dari kejauhan, Asiah hanya bisa terdiam. Tempat ternyaman lenyap tak bersisa dan berubah menjadi aliran sungai. Lebih sayangnya, padi hasil panen yang baru disimpan, beras untuk makan beberapa minggu ke depan, perabotan, pakaian, semuanya hilang ikut terbawa arus.
“Beras habis hanyut semua. Padi yang ada di rumah juga. Baru siap panen kami, masih dalam rumah padi, udah habis semua dibawa air. Harta benda pun enggak ada yang bisa di selamatkan. Kalau kami selamatkan barang, kami-kami ikut dibawa banjir,” tuturnya.
Untuk sementara, keluarga Asiah terpaksa tinggal di rumah tetangga yang selamat dari hantaman banjir. Tak hanya itu, untuk baju pun kini mereka juga meminjam milik tetangga. Saat ini, Asiah hanya bisa berharap dari uluran bantuan. Ia meminta ketersediaan air bersih dan makanan dapat diprioritaskan, begitu juga pakaian untuk anak-anak yang masih kedinginan setiap malam.
“Untuk beberapa hari ini kebutuhan cuma ada nasi, mie, itu aja,” kata Asiah.
Banjir di Gampong Blang Awe pada akhir November ini menjadi banjir paling parah bagi Asiah. Sebelumnya, kawasan itu juga kerap dilanda banjir, namun hanya mengalir begitu saja tanpa meninggalkan duka dan luka seperti hari ini.
Desa Blang Awe termasuk salah satu daerah yang terdampak parah di Pidie Jaya. Sejumlah rumah warga ada yang hilang tertutup lumpur bekas banjir.
“Saat ini rumah kami memang hancur semua, enggak ada sisa. Sekarang tinggal di rumah tetangga sementara. Ini baju pun punya tetangga kami pakai,” ucapnya.
Handoko Selamat Bertahan di Atap Rumah
Banjir bandang juga menerjang Kelurahan Lubuk Minturun, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat pada Kamis (27/11/2025) pagi. Pada saat air bah menerjang, sebagian warga menyelamatkan diri.
Handoko, satu dari ribuan warga yang selamat dari banjir melanda Kelurahan Lubuk Minturun. Ia menuturkan banjir mulai memasuki rumahnya pada Kamis pagi. Air dengan cepat memasuki rumahnya dengan ketinggian awal setinggi lutut.
“Melihat air yang semakin deras akhirnya kami sekeluarga terdiri dari enam orang langsung naik ke atap bertahan di sana selama satu jam,” kata Handoko sembari membersihkan motor yang sudah terendam banjir.
Dentuman air sangat keras hingga merusak rumah dan memporak-porandakan isinya. Ketinggian air mulai surut sekitar jam 08.00 WIB dan langsung menyelamatkan diri dengan bekal baju yang melekat di badan. Ia kaget pertama kali melihat banjir seganas ini, sebelumnya tidak parah dan kini menelan korban jiwa.
Tiga motor yang terendam pun satu persatu dibersihkan berharap bisa dipakai kembali. Kini hanya baju berwarna merah bercampur lumpur di badan yang bisa dibawa dan menemani keluar rumah.
“Banjir besar tidak pernah diduga akan terjadi, padahal termasuk daerah aman dari bencana namun tidak kali ini,” jelasnya.
Handoko juga menyebut pasca banjir ini membuat sungai yang dekat rumahnya semakin besar. Dentuman air yang keruh terdengar semakin keras dari biasanya. Serta material lumpur dan kayu masih ada dimana-mana memenuhi pemukiman.
Bahkan ada kayu sebesar pangkuan orang dewasa terletak di salah satu rumah warga di Perumahan Lumin Park Cluster. Material lumpur turut memenuhi puluhan rumah serta mobil juga hanyut. Ada juga mobil yang terbawa banjir hingga menimpa mobil lain.
Tampak warga mengenakan mantel sibuk membersihkan material sisa banjir meskipun kondisi hujan. Aliran air masih membasahi jalan hingga akses kendaraan terhambat. Bahkan ada juga mobil yang ditarik alat berat karena rusak terendam banjir.
Korban Meninggal Akibat Bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar Tembus 604 Orang
Korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Sumatera Barat terus bertambah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat berdasarkan data sementara hingga Senin (1/12/2025) pukul 17.00 WIB, total korban meninggal dunia akibat bencana di tiga provinsi itu mencapai 604 jiwa.
Sementara itu, jumlah pengungsi yang tersebar di berbagai wilayah di ketiga provinsi tersebut mencapai 635.214 jiwa. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan di Sumatra Utara tercatat 283 jiwa meninggal dunia setelah tim pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR) kembali menemukan korban yang sebelumnya dinyatakan hilang.
Korban tersebar di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Kota Padangsidimpuan, Deli Serdang, dan Nias. BNPB mencatat jumlah korban hilang mencapai 173 jiwa.
“Pengungsi tersebar di beberapa titik, antara lain 15.765 jiwa di Tapanuli Utara, 2.111 jiwa di Tapanuli Tengah, 1.505 jiwa di Tapanuli Selatan, 4.456 jiwa di Kota Sibolga, 2.200 jiwa di Humbang Hasundutan, dan 7.194 jiwa di Mandailing Natal,” kata pria yang akrab disapa Aam itu dalam Siaran Pers BNPB pada Selasa (2/12/2025).
Sementara itu, BNPB mencatat sebanyak 156 jiwa meninggal dunia di Provinsi Aceh hingga Senin (1/12/2025) sore. BNPB juga mencatat sebanyak 181 jiwa masih hilang. Korban tersebar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya.
Sedangkan peningkatan jumlah korban hilang dipicu laporan tambahan dari masyarakat. “Jumlah pengungsi mencapai 479.300 jiwa di berbagai kabupaten/kota, dengan konsentrasi tertinggi di Kabupaten Aceh Utara sebanyak 107.305 jiwa,” ungkap dia.
BNPB mencatat sebanyak 165 jiwa meninggal dunia di Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan 114 jiwa lainnya masih hilang. Korban tersebar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Solok, Kota Solok, dan Pesisir Selatan.
“Total pengungsi mencapai 18.624 KK atau 122.683 jiwa, dengan jumlah tertinggi di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Tanah Datar,” ungkap dia.


















