Perubahan Siklus Air Akibat Penghijauan di Tiongkok
Upaya penghijauan besar-besaran yang dilakukan Tiongkok dalam beberapa dekade terakhir telah mengubah siklus air negara tersebut, memindahkan aliran air dengan cara yang baru mulai dipahami oleh para ilmuwan. Penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Earth’s Future pada 4 Oktober 2025 menunjukkan bahwa upaya penanaman pohon dan pemulihan padang rumput telah memengaruhi ketersediaan air di berbagai wilayah secara signifikan dan tak terduga.
Studi ini menemukan bahwa antara tahun 2001 hingga 2020, perubahan tutupan vegetasi mengurangi jumlah air tawar yang tersedia bagi manusia dan ekosistem di wilayah monsun timur dan wilayah kering barat laut, yang mencakup 74 persen luas daratan Tiongkok. Sementara itu, ketersediaan air justru meningkat di wilayah Dataran Tinggi Tibet, yang mencakup sisa wilayah Tiongkok.
“Kami menemukan bahwa perubahan tutupan lahan mendistribusikan ulang air. Tiongkok telah melakukan penghijauan ulang skala besar selama beberapa dekade terakhir,” kata Arie Staal, asisten profesor ketahanan ekosistem di Universitas Utrecht, Belanda.
“Mereka secara aktif memulihkan ekosistem yang berkembang, khususnya di Dataran Loess. Hal ini juga mengaktifkan kembali siklus air,” tambahnya.
Bagaimana Air Bergerak?
Tiga proses utama yang memindahkan air antara benua dan atmosfer Bumi adalah penguapan, transpirasi, dan presipitasi. Proses penguapan melibatkan pengambilan air dari permukaan dan tanah, sedangkan transpirasi mengambil air yang diserap tanaman dari tanah. Secara bersamaan, kedua proses ini disebut sebagai evapotranspirasi.
Fluktuasi evapotranspirasi dipengaruhi oleh tutupan tanaman, ketersediaan air, dan jumlah energi matahari yang mencapai tanah. Baik padang rumput maupun hutan umumnya meningkatkan evapotranspirasi. Ini terutama terjadi pada hutan karena pohon memiliki akar dalam yang dapat mengakses air saat kekeringan.
Proyek Great Green Wall
Salah satu proyek penghijauan terbesar di Tiongkok adalah Great Green Wall, yang berada di wilayah utara Tiongkok yang kering dan semi-kering. Proyek ini dimulai pada tahun 1978 untuk memperlambat perluasan gurun. Selama lima puluh tahun terakhir, tutupan hutan meningkat dari sekitar 10 persen pada tahun 1949 menjadi lebih dari 25 persen saat ini, yang setara dengan luas negara Algeria.
Tahun lalu, pemerintah mengumumkan bahwa gurun terbesar di Tiongkok telah dikelilingi vegetasi, namun penanaman pohon tetap berlanjut untuk mencegah desertifikasi.
Proyek besar lainnya termasuk Grain for Green Program dan Natural Forest Protection Program, yang keduanya dimulai pada tahun 1999. Grain for Green memberi insentif petani untuk mengubah lahan pertanian menjadi hutan dan padang rumput, sedangkan Natural Forest Protection melarang penebangan hutan primer dan mendorong penghijauan.
Secara keseluruhan, inisiatif restorasi ekosistem Tiongkok menyumbang 25 persen dari peningkatan bersih global dalam luas daun antara 2000 hingga 2017.
Dampak Terhadap Distribusi Air
Penelitian menunjukkan bahwa meskipun penghijauan meningkatkan evapotranspirasi sekaligus presipitasi, kenaikan evapotranspirasi lebih besar dibanding presipitasi sehingga sebagian air hilang ke atmosfer. Tren ini tidak merata di seluruh Tiongkok, karena angin dapat mengangkut air hingga 7.000 kilometer dari sumbernya sehingga evapotranspirasi di satu tempat memengaruhi presipitasi di tempat lain.
“Meski siklus air lebih aktif, di tingkat lokal lebih banyak air hilang dibanding sebelumnya,” kata Staal.
Distribusi air di Tiongkok memang sudah tidak merata. Wilayah utara memiliki sekitar 20 persen dari total air, tetapi dihuni 46 persen populasi dan menampung 60 persen lahan subur. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini, namun Staal dan rekan-rekannya mengatakan langkah tersebut berisiko gagal jika redistribusi air akibat penghijauan tidak diperhitungkan.
“Dari perspektif sumber daya air, kita perlu melihat kasus per kasus apakah perubahan tutupan lahan tertentu menguntungkan atau tidak. Ini tergantung, antara lain, seberapa banyak dan di mana air yang masuk ke atmosfer turun kembali sebagai presipitasi,” jelas Staal.



















