Sejarah Penetapan Aceh sebagai Daerah Istimewa
Aceh memiliki sejarah yang kaya dan unik dalam konteks administratif Indonesia. Pada tahun 1959, Aceh ditetapkan sebagai Daerah Istimewa Aceh. Namun, tanggal penetapan ini masih menjadi perdebatan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tanggalnya adalah 26 Mei, sementara yang lain mengatakan 7 Desember.
Dalam laporan resmi, penentuan status Aceh sebagai Daerah Istimewa terjadi melalui Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959. Keputusan ini memberikan otonomi luas kepada Aceh dalam bidang agama, adat, dan pendidikan. Meskipun demikian, beberapa sumber lain seperti Tempo dan RRI juga menulis bahwa tanggal penetapan tersebut adalah 7 Desember 1959.
Sementara itu, situs resmi Pemerintah Aceh (acehprov.go.id) menyebutkan bahwa tanggal penetapan Aceh sebagai Daerah Istimewa adalah 26 Mei 1959. Menurut situs tersebut, dengan dikeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, Aceh menjadi Daerah Swatantra Tingkat I. Setelah itu, pada 26 Mei 1959, status Daerah Swatantra Tingkat I diubah menjadi Daerah Istimewa.
Perjalanan Aceh sebagai Wilayah Otonom
Sebelum menjadi Daerah Istimewa, Aceh pernah menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Aceh baru benar-benar menjadi provinsi otonom pada 1956 berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Dengan undang-undang ini, wilayah Aceh secara resmi menjadi provinsi sendiri.
Pada masa kolonial, Aceh adalah bagian dari Gouvernement van Sumatra, yang dipimpin oleh gubernur di Kota Medan. Setelah kemerdekaan, Sumatera dibagi menjadi tiga wilayah: Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Aceh menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara hingga akhirnya menjadi provinsi otonom.
Perubahan Status Aceh
Pada 1949, Aceh sempat menjadi provinsi sendiri selama beberapa waktu. Namun, status ini dihapuskan oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 Tahun 1950, yang memastikan kembali Aceh sebagai wilayah keresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Perubahan ini menimbulkan gejolak politik yang mengganggu stabilitas masyarakat.
Akhirnya, Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan kembali Provinsi Aceh menegaskan status Aceh sebagai provinsi otonom. Wilayahnya mencakup seluruh bekas Keresidenan Aceh. Dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, status Aceh berubah menjadi Daerah Swatantra Tingkat I, dan A. Hasjmy dilantik sebagai Gubernur Provinsi Aceh pada 27 Januari 1957.
Kenapa Aceh Mendapat Predikat “Daerah Istimewa”?
Aceh mendapatkan predikat “Daerah Istimewa” karena perannya yang penting dalam sejarah Indonesia. Sebagai satu-satunya daerah di luar Yogyakarta yang memiliki status istimewa, Aceh memiliki hak-hak otonomi yang luas dalam bidang agama, adat, dan pendidikan. Predikat ini dikuatkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.
Aceh juga memiliki posisi strategis dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno bahkan menyebut Aceh sebagai “Daerah Modal”. Selain itu, Aceh pernah menjadi incaran bangsa barat karena letak geografisnya yang penting. Hal ini terlihat dalam Traktat London dan Traktat Sumatera antara Inggris dan Belanda.
Kesimpulan
Aceh memiliki perjalanan panjang dalam meraih status otonomi dan keistimewaannya. Meski tanggal penetapan masih menjadi perdebatan, Aceh tetap menjadi salah satu daerah istimewa yang penuh makna dalam sejarah Indonesia. Dengan hak-hak otonomi yang luas, Aceh menjaga identitas dan budayanya dengan baik.



















