Peristiwa Banjir Bandang yang Mengguncang Nagari Malalak Timur
Pada Rabu, 26 November 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, Jorong Toboh di Nagari Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mengalami bencana alam yang tak terduga. Dalam sekejap, kampung yang selama ini tenang dan damai tiba-tiba porak-poranda diterjang banjir bandang yang deras dari arah perbukitan.
Dari rekaman video yang beredar, banjir bandang yang disebut warga setempat sebagai “galodo” terlihat seperti gulungan ombak besar berwarna putih yang menghancurkan segala sesuatu di jalannya. Fendi, salah satu warga setempat, menyaksikan kejadian tersebut dengan mata telanjang. Ia mendengar suara letupan keras dari arah perbukitan sebelum banjir bandang menyerang perkampungan.
Fendi langsung berteriak agar warga segera lari dan menyelamatkan diri. Ia dan beberapa orang lainnya dengan sigap berlari ke tempat yang lebih aman. Dari sana, ia melihat bagaimana kampung yang awalnya penuh ketenangan berubah menjadi lautan lumpur dan tumpukan kayu.
Suara teriakan korban terdengar jelas, namun Fendi tetap berani membantu penyelamatan warga satu per satu. Bahkan, tanpa sadar, ia mampu menggendong dua ibu-ibu yang bobotnya lebih berat darinya. “Saya sampai tidak percaya sore itu saya sanggup menggendong dua perempuan yang bobot badannya jauh lebih dari saya. Mungkin ini kuasa Tuhan,” ujar Fendi mengenang.
Fendi memiliki pengalaman sebelumnya dalam menghadapi bencana alam. Pada 28 September 2018, ia sempat lolos dari ancaman likuefaksi di Palu. Namun, kini ia kembali merasakan pahitnya bencana yang meratakan tanah leluhurnya.
Dalam ingatannya, ia berhasil menyelamatkan empat hingga lima orang, termasuk mertua perempuannya, dari ancaman maut. Semua korban dibawa ke sebuah pondok kecil, lalu Fendi meminta bantuan ke daerah Tandikek, desa terdekat dari lokasi bencana.
Pukul 22.00 WIB, anggota Brimob Polda Sumbar tiba di lokasi bencana. Namun, kondisi gelap dan hujan yang masih mengguyur membuat pencarian semakin sulit. Esok harinya, tim SAR gabungan mulai menyisir area perkampungan untuk mencari korban banjir bandang.
Satu per satu korban yang sudah meninggal dunia ditemukan. Tangis dan air mata tak henti mengalir dari mereka yang selamat dari maut. Setiap kantong mayat berwarna oranye dibuka satu demi satu untuk memastikan identitasnya.
Tantangan utama dalam pencarian adalah tumpukan material berupa lumpur, kayu-kayu, batuan besar, dan material rumah yang ambruk. Selain itu, rasa khawatir akan kemungkinan munculnya banjir bandang dan tanah longsor susulan juga menghiasi proses pencarian.
Di hari kedua pencarian, Jumat, 28 November 2025, beberapa personel Brimob dan Basarnas Padang jatuh bangun membawa jenazah. Meskipun begitu, tugas mulia itu akhirnya berhasil dituntaskan setelah Tim SAR mengantarkan jenazah ke mobil ambulans.
Setiap jenazah yang sudah teridentifikasi langsung dimandikan, dishalatkan, dan dikuburkan. Warga yang belum menemukan sanak saudaranya hanya bisa memanjatkan doa sembari berharap keluarga mereka dapat ditemukan, hidup atau mati.
Kepala Jorong Toboh Hasbi mengatakan, baru kali ini perkampungan itu ditimpa musibah banjir bandang. Sebelumnya, galodo memang pernah terjadi, namun jauh dari lokasi itu. Ia bersama masyarakat masih berpikir keras terkait faktor penyebab utama banjir bandang yang meratakan kampung mereka.
Belum ditemukan apakah di atas perbukitan tersebut terjadi penebangan liar atau tidak. Akan tetapi, yang pasti, masyarakat di nagari itu bekerja sebagai petani kayu kulit manis. Rempah-rempah bernama latin cinnamomum verum ini sangat lazim ditemukan di Kecamatan Malalak dan sekitarnya.
Dari peristiwa bencana yang terjadi, satu hal yang membuat Hasbi dan masyarakat sekitar merenung. Ia tak menyangka begitu derasnya arus banjir bandang yang menerjang kampung mereka, namun malah terpecah dua ketika mendekati sebuah masjid.
Merujuk data Dashboard Satu Data Bencana, Pemerintah Provinsi Sumbar per Sabtu (6/1/2025), korban meninggal dunia akibat bencana hidrometeorologi di Ranah Minang mencapai 226 jiwa. Kemudian 28 belum teridentifikasi, 213 masih dalam status pencarian, 112 mengalami luka-luka, 22.355 warga mengungsi.
Bencana menyebabkan 3.332 rumah rusak ringan, 990 rusak sedang, 1.759 rusak berat, 35.792 rumah terendam banjir dan 1.028 rumah hilang dan hanyut. Bencana terjadi di 16 kabupaten dan kota atau tersebar di 50 kecamatan. Pemerintah memperkirakan kerugian akibat bencana ini mencapai Rp1.707.628.681.505.


















