Jakarta – Pergeseran sektoral tampaknya akan terjadi menjelang fase window dressing di akhir tahun 2025. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini (2/12) mengalami kenaikan sebesar 0,8% ke level 8.617 pada akhir perdagangan. Sejak awal tahun, IHSG telah naik sebesar 21,71% year to date (YTD).
Per 2 Desember 2025, sektor teknologi menjadi yang teratas dengan kinerja naik 155,09% YTD. Diikuti oleh sektor industrial yang naik 81,75% YTD dan sektor infrastruktur yang naik 60,19% YTD.
Di sisi lain, sektor finansial dan sektor consumer noncyclical memiliki kinerja paling lambat, masing-masing naik 9,77% dan 10% YTD per hari ini.
Jika melihat data di akhir kuartal III-2025, sektor teknologi masih memimpin, hanya saja kenaikannya saat itu mencapai 162,28% YTD per 30 September 2025. Lalu, disusul oleh sektor basic material yang naik 55,89% YTD dan sektor industrial yang naik 54,03% YTD.
Sementara, sektor finansial dan sektor consumer cyclicals menjadi indeks sektoral paling bawah kala itu, yaitu masing-masing 5,2% dan 5,95% YTD per akhir September.
Artinya, ada pergeseran kinerja sektoral sepanjang kuartal IV 2025 berjalan. Abida Massi Armand, Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas menilai, rotasi kinerja sektoral saham di awal kuartal IV 2025 dipacu oleh meningkatnya selera risiko investor. Hal tersebut mendorong pergeseran dana menuju sektor-sektor sensitif suku bunga dan saham yang sebelumnya terkoreksi dalam, khususnya saham-saham properti dan teknologi.
Ekspektasi pelonggaran moneter dengan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) tetap di 4,75% menjadi dorongan untuk sektor properti. Sementara, proyeksi lonjukan pertumbuhan laba yang agresif di sektor teknologi turut menarik aliran modal.
Meskipun begitu, valuasi dua sektor ini telah berada pada level sangat mahal dan diperdagangkan jauh di atas rata-rata historisnya. “Sehingga, kenaikan harga lebih mencerminkan spekulasi pasar dibanding dukungan fundamental nyata saat ini,” ujar Abida kepada situs berita.
Managing Director Research dan Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su melihat, rotasi sektor di awal kuartal IV terjadi karena investor mulai masuk ke sektor yang sebelumnya tertinggal, khususnya sektor perbankan yang diikuti oleh kinerja keuangan yang membaik terutama dari penurunan biaya dana.
“Sebaliknya, sektor yang sudah rally sejak awal tahun seperti IDXTECHNO dan IDXINDUST cenderung profit taking,” ujarnya.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto melihat, valuasi saham saat ini sudah relatif tinggi. Penguatan IHSG pun jadi lebih dipengaruhi oleh ekspektasi ke depan, terutama ekspektasi suku bunga dan rebalancing MSCI.
Alhasil, sektor yang menarik untuk dilirik hingga akhir tahun 2025 adalah sektor komoditas logam, konsumer, dan telekomunikasi. “Top picks kami masih BRMS, CMRY, JPFA, dan EXCL,” ujarnya.
Sementara, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Fath Aliansyah menambahkan, rotasi di akhir sisa tahun ini cenderung akan masuk ke saham-saham konglomerasi, seperti CDIA dan CBDK. “Saham EMTK dan SCMA juga berpotensi dapat sentimen dari IPO Superbank,” katanya.
Abida menjelaskan, sektor keuangan berpotensi menjadi pemimpin pasar menjelang fase window dressing di akhir tahun. Ini lantaran fundamental perbankan yang kokoh dan valuasi yang relatif logis, serta membuka ruang bagi aksi menangkap saham setelah tertinggal sebelumnya.
Sektor properti juga masih berpeluang memperpanjang penguatannya melalui katalis spesifik seperti aksi korporasi serta keuntungan dari stabilnya suku bunga.
“Sebaliknya, sektor teknologi diperkirakan menghadapi tekanan volatilitas. Sebab, valuasi yang sudah terlalu tinggi menimbulkan risiko koreksi ketika ekspektasi pertumbuhan yang besar tidak sepenuhnya terealisasi,” katanya.
Menurut Abida, di sektor properti ada PANI dan BSDE yang bisa menopang kinerja indeks. Sektor keuangan akan ditopang oleh BBCA dan BBRI. Rekomendasi beli disematkan untuk BSDE dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp 1.450 per saham dan Rp 10.800 per saham.
Sementara, Harry melihat, sektor yang berpotensi memimpin di akhir tahun 2025 adalah consumer staples dan telekomunikasi. Ini didorong pemulihan konsumsi yang juga terdorong oleh pembagian bantuan langsung tunai (BLT) pemerintah sebesar Rp 900 ribu untuk 35 juta penerima sepanjang Oktober-Desember 2025.
“Untuk sektor telekomunikasi, tren kenaikan data yield berlanjut di kuartal IV dan dapat menopang kinerja keuangan,” kata dia.
Saham penopang indeks staples di antaranya adalah MYOR dan ICBP, karena didukung volume yang pulih dan turunnya harga komoditas input. Untuk sektor telco, ada TLKM yang menjadi pendorong utama lewat pricing discipline dan kenaikan data yield.
Harry pun merekomendasikan beli untuk TLKM, ICBP, dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp 3.900 per saham, Rp 12.800 per saham, dan Rp 9.600 per saham.



















