Kebijakan Ketat Pemerintah Terhadap Lahan Sawah Dilindungi
Di tengah ambisi sektor properti untuk terus berekspansi, pemerintah telah mengambil langkah tegas dalam melarang alih fungsi Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Langkah ini menimbulkan kegelisahan di kalangan pengembang yang mengklaim sebanyak 306 proyek mereka terhambat akibat regulasi lahan.
Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) REI di Jakarta, Kamis (4/12/2025), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid memberikan jawaban lugas dan taktis terhadap dilema yang dihadapi para pengembang. Ia menegaskan bahwa jika telanjur membangun, harus ada kompensasi nyata bagi negara.
Nusron menyadari adanya kondisi di lapangan di mana pengembang sudah telanjur menguruk atau bahkan memulai pembangunan di atas lahan yang masuk kategori LSD. Untuk kasus-kasus darurat ini, Nusron menawarkan solusi bersyarat, yang menuntut tanggung jawab ekologis dan pangan dari pihak pengembang.
“Bapak-bapak sudah kadung (telanjur) uruk atau kadung bangun. Ternyata, di wilayah sini akan minta izin, saya kasih izin. Tapi, syaratnya bapak-bapak cari lahan baru dulu. Kita setorkan ke Menteri Pertanian (Mentan), cetak jadi sawah, baru saya kasih izin,” tegas Nusron.
Menurut Nusron, lahan sawah yang disetorkan ini bukanlah untuk Pemerintah, melainkan bagi pengembang itu sendiri sebagai pengganti aset yang mereka alihfungsikan. Namun, kebijakan ini bersifat pengecualian dan hanya berlaku apabila pembangunan sudah terlanjur.
Sebaliknya, jika belum ada pembangunan apa pun, Pemerintah tidak akan mengizinkan proyek di atas LSD. Ketegasan ini didasarkan pada kondisi yang disebut Nusron sebagai situasi yang sudah sangat darurat terkait dengan ketahanan pangan nasional.
Hadapi Kecurangan, BPN Perkuat Teknologi Satelit
Nusron juga memberikan peringatan keras terhadap praktik alih fungsi lahan secara terselubung atau diam-diam. Pemerintah kini memiliki alat canggih untuk memverifikasi status historis lahan.
“Tapi kalau dulunya sawah, Bapak beli tahun 2017 memang sawah, kemudian diem-diem (diam-diam) di uruk bilang hari ini tidak sawah, enggak bisa,” tambah dia.
“Karena apa? Kami menggunakan satelit pada tahun 2020 dan tahun 2021. Kita satelit pun punya. Tidak bisa dibuangin, ini salah. Jika mau tidak mau, Bapak-Bapak harus mengganti kalau minta dibuangkan dari LSD,” ujar Nusron.
Teknologi satelit ini memastikan bahwa klaim pengembang bahwa lahan mereka sudah tidak berstatus sawah tidak bisa diterima jika bukti citra satelit menunjukkan sebaliknya pada tahun-tahun sebelumnya. Ini adalah langkah maju BPN dalam menertibkan data lahan dan membatasi ruang gerak pengembang nakal.
Bagi lahan yang sudah tidak bersawah dan tidak masuk Lahan Baku Sawah (LBS) tetapi masih memiliki catatan LSD, Nusron mempersilakan pengembang untuk bekerja sama melakukan “cleansing data” (pembersihan data) bersama-sama.
Dilema Antara Izin dan Status Sawah Kuning
Kebijakan ketat ini memicu kegelisahan di sektor properti. Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, menyampaikan bahwa sebanyak 306 proyek anggotanya dari 16 DPD (Dewan Pimpinan Daerah) mengalami hambatan karena aturan LSD, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Proyek-proyek ini terhambat karena meskipun RTRW mereka sudah memiliki izin peruntukan non-sawah, status lahan tersebut masih tertera sebagai sawah kuning (LSD/LP2B). Dalam upaya menata ulang mana yang LBS maupun LP2B, Kementerian ATR/BPN memang sedang melakukan tiga pekerjaan utama untuk melindungi laju alih fungsi lahan persawahan.
Nusron menegaskan bahwa tujuan utama revisi RTRW ini adalah untuk mengejar penetapan 87 persen LBS menjadi LP2B, sebuah prioritas yang jauh melampaui kepentingan bisnis properti. Ultimatum ini menandakan bahwa komitmen negara terhadap ketahanan pangan akan menjadi pagar terdepan dalam setiap kebijakan tata ruang dan perizinan di masa depan.
Bagi pengembang, ini adalah sinyal untuk beradaptasi, bernegosiasi dengan syarat pencetakan sawah baru, atau menghadapi kenyataan pahit bahwa lahan yang sudah dibeli harus dibiarkan tetap menjadi sawah.



















