Penangkaran Buaya di Babana Mamuju Tengah Menghadapi Kekurangan Pangan
Rusli Paraili, seorang pawang buaya yang juga mengelola penangkaran buaya di Desa Babana, Kecamatan Budong-budong, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, telah blak-blakan terkait aksinya melepasliarkan seekor buaya di Pantai Babana beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan bahwa tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap kondisi penangkaran.
Menurut Rusli, ia dan pengelola penangkaran lain kesulitan memberi makan 50 ekor buaya penangkaran akibat keterbatasan biaya. Upaya mencari bantuan dari pemerintah dan instansi terkait sebelumnya tidak kunjung membuahkan hasil. Puncak kekecewaannya terjadi pada Kamis, 20 November 2025, saat ia nekat melepaskan seekor buaya kembali ke Pantai Desa Babana, lokasi awal buaya itu dievakuasi.
Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk protes atas kondisi yang menurutnya sudah sangat memprihatinkan. “Setelah saya pikir matang-matang, akhirnya saya bulatkan tekad untuk melepasnya kembali ke tempat asal. Saya betul-betul sudah tidak menemukan solusi,” jelasnya kepada Tribun-Sulbar.com saat wawancara khusus, Minggu (30/11/2025) pekan lalu.
Meski khawatir akan keselamatan warga, ia terpaksa melakukannya. Sebelumnya, Rusli masih bisa menutupi biaya pakan dengan dana pribadi, donasi, serta mencari bangkai hewan seperti ayam, sapi, kambing, atau ular. Ia dan anaknya juga kerap menangkap ikan di sungai.
Namun, memasuki 2025, situasi semakin sulit dan ia tak lagi sanggup. Aksi protesnya akhirnya mendapat perhatian. Rusli dipanggil Bupati Mamuju Tengah, Arsal Aras berdiskusi mencari solusi agar buaya-buaya tersebut tidak dilepaskan kembali ke habitat alaminya, yang dikhawatirkan dapat membahayakan masyarakat.
Setelah pertemuan tersebut, Rusli mendapatkan solusi. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) berjanji akan melibatkan pihak swasta untuk membantu mengatasi masalah pakan. Selain itu, Pemkab akan berupaya menyediakan armada dari bantuan swasta untuk menjemput bangkai hewan jika ada informasi dari warga.
Inisiatif Rusli dalam Menangani Konflik Manusia dan Buaya
Rusli membeberkan, agar puluhan buaya di penangkaran tidak kelaparan, idealnya butuh 50 hingga 70 ekor ayam untuk makanan buaya dalam sepekan. Inisiatif Rusli mengurusi buaya mulai sejak tahun 2018, berawal dari keprihatinannya terhadap serangan buaya terhadap manusia, beberapa di antaranya berakibat fatal hingga menelan korban jiwa.
Merasa prihatin dengan konflik antara manusia dan buaya, Rusli tergerak untuk mengambil tindakan. Ia mengumpulkan dana swadaya dari masyarakat dan membangun penangkaran di lahannya sendiri. Kemudian, dirinya memohon ke Pemda untuk dibantu membuat penangkaran lebih luas dan dikabulkan. Tujuannya adalah merawat buaya-buaya yang dinilai berpotensi menyerang, sekaligus menyelamatkan buaya yang tertangkap warga agar tidak dibunuh.
“Daripada dibunuh, lebih baik saya masukkan ke Penangkaran. Membunuh buaya bukan solusi, justru memicu konflik,” ujar Rusli ditemui di penangkaran, Desa Babana, Kecamatan Budong-budong, Mateng, Minggu (30/11/2025).
Seiring waktu, jumlah buaya di penangkaran terus bertambah. Hingga tahun 2025, tercatat ada 50 ekor buaya yang semuanya berasal dari alam. Tidak hanya dari Mamuju Tengah, buaya-buaya tersebut juga berasal dari Kabupaten Pasangkayu dan Mamuju.
Akhir wawancara, Rusli meminta komitmen pemerintah agar kelangsungan penangkaran buaya yang awalnya lahir dari keprihatinan dapat terus terjaga.



















