Jakarta
PT Intraco Penta Tbk (INTA) tengah menerapkan berbagai strategi untuk kembali mencapai laba bersih serta memperbaiki fondasi keuangan perusahaan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah meningkatkan penjualan alat berat dan pendapatan dari bisnis sewa, serta merencanakan divestasi aset untuk mempercepat pembayaran utang.
Direktur Intraco Penta, Willianto Febriansa, menyampaikan bahwa kinerja keuangan INTA hingga kuartal III-2025 menunjukkan perbaikan. Rugi bersih INTA turun sebesar 31,48% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 72,49 miliar menjadi Rp 49,67 miliar hingga September 2025. Penurunan ini sejalan dengan pertumbuhan pendapatan usaha yang meningkat sebesar 11,86% (yoy) dari Rp 660,75 miliar menjadi Rp 739,16 miliar.
Segmen penjualan alat-alat berat dan suku cadang masih menjadi kontributor terbesar bagi total pendapatan INTA hingga kuartal III-2025, yaitu sebesar Rp 573,87 miliar atau 77,63%. Dari jumlah tersebut, penjualan alat berat mencapai Rp 353,61 miliar dan penjualan suku cadang sebesar Rp 220,25 miliar. Meskipun demikian, kedua segmen ini mengalami penurunan masing-masing sebesar 4,72% dan 11,70% (yoy).
Willianto menjelaskan beberapa faktor penyebab penurunan penjualan alat berat dan suku cadang. Pertama, perlambatan aktivitas di sektor pertambangan dan konstruksi yang menurunkan permintaan terhadap alat berat dan suku cadang. Kedua, penundaan realisasi proyek dari pelanggan, yang memengaruhi keputusan pembelian unit baru. Ketiga, persaingan harga yang semakin ketat, terutama dari produk substitusi dan merek alternatif. Keempat, fluktuasi nilai tukar yang memengaruhi harga jual produk impor.
Selain itu, pembiayaan oleh lembaga keuangan yang lebih ketat membuat kemampuan pendanaan pelanggan menjadi terbatas. Meski pendapatan dari segmen jasa perbaikan dan manufaktur mengalami penurunan, INTA berhasil meningkatkan pendapatan dari segmen bisnis jasa persewaan secara signifikan.
Pendapatan INTA dari jasa persewaan alat berat melonjak 4.836,79% (yoy) dari Rp 3,18 miliar menjadi Rp 156,99 miliar hingga September 2025. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya beberapa proyek rental dari pelanggan seperti PT Darma Henwa Tbk (DEWA), PT Petrosea Tbk (PTRO), PT Duta Bangun Trans Abadi, dan PT Mitra Stania Prima. Willianto optimistis bahwa INTA dapat menjaga laju pertumbuhan pendapatan hingga akhir tahun 2025.
Perbaikan kinerja keuangan INTA juga didorong oleh peningkatan aktivitas di sektor industri, optimalisasi strategi pemasaran, dan peningkatan efisiensi operasional. Selain itu, INTA akan memperkuat layanan purna jual dan ketersediaan suku cadang untuk mempertahankan basis pelanggan yang sudah ada.
Outlook 2026 dan Divestasi Aset
Willianto menambahkan bahwa bencana yang menimpa sejumlah wilayah di Pulau Sumatra tidak memberikan dampak signifikan terhadap kinerja INTA. Hal ini karena daerah terdampak seperti Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara bukan menjadi area operasional utama INTA. Kegiatan operasional INTA di daerah tersebut sangat kecil, sehingga bencana yang terjadi tidak berdampak pada perusahaan.
Saat ini, INTA sedang dalam proses finalisasi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk tahun 2026. Oleh karena itu, Willianto belum bisa membeberkan proyeksi pendapatan dan laba INTA untuk tahun depan. Namun, Direktur Utama Intraco Penta, Petrus Halim, menggambarkan sejumlah peluang dan tantangan industri alat berat pada tahun 2026.
Peluang yang diungkapkan oleh Petrus antara lain tren efisiensi biaya di kalangan pelanggan, yang menjadi peluang bagi INTA karena produk alat berat asal China memiliki struktur harga yang lebih kompetitif. Selain itu, keberlanjutan Proyek Strategis Nasional (PSN) infrastruktur maupun hilirisasi, pembangunan fasilitas manufaktur LiuGong di Indonesia, dan pertumbuhan bisnis rental.
Di sisi lain, Petrus menyoroti enam tantangan yang perlu diperhatikan pada tahun 2026, termasuk perlambatan ekonomi global, stabilitas geopolitik, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan China Yuan, overcapacity & persaingan Original Equipment Manufacturer (OEM) China, pembiayaan ketat untuk alat berat, serta ketidakpastian regulasi.
Menimbang peluang dan tantangan tersebut, INTA mengusung empat strategi utama. Pertama, percepatan pelunasan utang. Kedua, penguatan segmen pelanggan pada key account & project based. Ketiga, alokasi belanja modal (capex) secara selektif hanya pada aset yang mendukung strategi bisnis inti. Keempat, mendorong bisnis rental alat berat sebagai pilar pendapatan yang lebih stabil dan berulang.
Mengenai strategi percepatan pelunasan utang, Willianto menyampaikan bahwa langkah yang akan ditempuh oleh INTA adalah divestasi aset yang kurang produktif. INTA berencana untuk menjual gedung dan tanah yang menjadi kantor pusat di Jakarta. Saat ini, INTA sedang dalam proses diskusi dan negosiasi dengan calon pembeli. Hasil dari penjualan aset ini akan digunakan untuk mempercepat pelunasan utang, khususnya utang perbankan.
“Sehingga nantinya posisi neraca atau posisi keuangan Perseroan menjadi lebih sehat, mengurangi beban utang dan beban dari biaya bunga,” tandas Willianto.
INTA Chart
by TradingView


















