Lead
Fenomena “karyawan hantu” atau quiet quitting semakin marak di kalangan Generasi Z, yang memilih bekerja sesuai gaji tanpa melibatkan diri secara emosional. Ini menimbulkan kekhawatiran terhadap produktivitas perusahaan.
H2 — Fakta Utama
Fenomena quiet quitting merujuk pada situasi karyawan yang hadir di tempat kerja tetapi hanya menjalankan tugas minimal, tanpa inisiatif ekstra. Menurut laporan Gallup 2023, sebanyak 59% pekerja global termasuk dalam kategori quiet quitters. Di Indonesia, berdasarkan laporan Randstad Workmonitor 2025, satu dari tiga pekerja mengaku pernah melakukan quiet quitting karena ketidakcocokan nilai pribadi dengan budaya perusahaan.
H2 — Konfirmasi & Narasi Tambahan
Dr. Amin Suryadi, Psikolog Perusahaan dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa quiet quitting bukanlah tindakan malas, tetapi respons terhadap lingkungan kerja yang tidak seimbang. “Gen Z lebih menghargai kesehatan mental dan keseimbangan hidup. Ketika mereka merasa tidak dihargai atau tidak diberikan peluang pengembangan, mereka cenderung menarik diri,” ujarnya.
Sementara itu, Ibu Rina Wijayanti, Manajer SDM di sebuah perusahaan teknologi di Jakarta, mengatakan bahwa quiet quitting memengaruhi kinerja tim. “Banyak karyawan Gen Z hanya fokus pada tugas dasar, tanpa berkontribusi pada inovasi atau proyek tambahan. Ini membuat kami kesulitan mencapai target,” katanya.
H2 — Analisis Konteks
Perubahan paradigma dalam dunia kerja ini mencerminkan pergeseran prioritas generasi muda. Gen Z lebih memilih lingkungan kerja yang inklusif, transparan, dan mendukung pertumbuhan pribadi. Namun, banyak perusahaan masih menggunakan model manajemen tradisional yang kurang responsif terhadap kebutuhan karyawan muda.
Menurut Prof. Dian Pramono, ahli sosiologi dari Institut Pertanian Bogor, quiet quitting adalah bentuk protes pasif terhadap sistem kerja yang tidak adil. “Ini bukan sekadar masalah individu, tapi cerminan dari struktur organisasi yang tidak sejalan dengan harapan karyawan,” jelasnya.
H2 — Data Pendukung
Laporan Gallup 2024 menyebutkan bahwa hanya 30% karyawan tetap dan paruh waktu yang benar-benar antusias dan terlibat dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu, 59% pekerja di Indonesia mengaku melakukan quiet quitting akibat ketidaksesuaian nilai pribadi dengan budaya perusahaan.
H2 — Solusi untuk Perusahaan
Untuk mengatasi fenomena ini, perusahaan perlu mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dan kolaboratif. Beberapa strategi yang bisa diterapkan antara lain:
- Bangun komunikasi dua arah: Mendorong dialog terbuka antara atasan dan karyawan.
- Tawarkan fleksibilitas kerja: Model hybrid atau jadwal fleksibel dapat meningkatkan kepuasan kerja.
- Berikan penghargaan atas pencapaian: Pengakuan publik atau pelatihan bisa menjadi motivasi bagi karyawan.
- Kembangkan jalur karier: Memberikan program pengembangan diri yang jelas dan menarik.
- Transformasi gaya kepemimpinan: Pemimpin perlu lebih empatik dan terbuka terhadap feedback.
H2 — Penutup
Fenomena quiet quitting menunjukkan bahwa Gen Z tidak lagi bersedia bekerja di lingkungan yang tidak sejalan dengan nilai pribadi mereka. Perusahaan yang ingin bertahan harus siap beradaptasi dan memberikan lingkungan kerja yang sehat, inklusif, dan mendukung pertumbuhan karyawan. Dengan demikian, produktivitas dan loyalitas karyawan dapat dipertahankan.

















