JAKARTA – Gaya hidup mewah pejabat Riau kembali menjadi sorotan setelah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Riau, Abdul Wahid. Kasus ini menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, termasuk perjalanan ke luar negeri.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa uang hasil pemerasan proyek jalan dan jembatan tahun anggaran 2025 digunakan untuk membiayai perjalanan pribadi ke berbagai negara. “Sejak awal, yang bersangkutan sudah meminta setoran. Kami menemukan uang dalam bentuk Poundsterling, dan berdasarkan penelusuran, sebagian dana itu dipakai untuk keperluan perjalanan ke luar negeri — ke Inggris, Brasil, dan rencana berikutnya ke Malaysia,” ungkap Asep.
Dana tersebut dikumpulkan oleh tenaga ahli gubernur, Dani M. Nursalam, yang berperan sebagai perantara. “Tenaga ahli menjadi penghubung dalam mengelola dana permintaan Gubernur. Dari hasil penyidikan, dana tersebut digunakan untuk berbagai kepentingan pribadi,” jelas Asep.
Kasus ini berawal dari pertemuan internal Dinas PUPR-PKPP Riau antara Sekretaris Dinas Ferry Yunanda dan enam Kepala UPT Wilayah I–VI. Dalam pertemuan itu, dibahas kesanggupan memberikan fee kepada Gubernur Abdul Wahid sebesar 2,5 persen dari total anggaran tambahan proyek. Namun, besaran itu naik menjadi 5 persen atau setara Rp7 miliar atas perintah langsung Wahid melalui Kepala Dinas PUPR, M. Arief Setiawan.
[IMAGE: Gaya Hidup Mewah Pejabat Riau Disorot Netizen Pasca OTT Gubernur]
“Bagi pejabat yang menolak, ancamannya mutasi. Di lingkungan dinas, praktik seperti ini dikenal dengan istilah jatah preman,” kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.
KPK mencatat sedikitnya tiga kali pengumpulan uang dari bawahannya, yakni pada Juni, Agustus, dan November 2025. Dari total komitmen Rp7 miliar, sebanyak Rp4,05 miliar berhasil dikumpulkan dan sebagian besar mengalir ke Abdul Wahid melalui tangan perantara.
[IMAGE: Gaya Hidup Mewah Pejabat Riau Disorot Netizen Pasca OTT Gubernur]
Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Senin (3/11/2025) menjadi puncak penyelidikan KPK. Tim menangkap Abdul Wahid bersama Kepala Dinas PUPR-PKPP, M. Arief Setiawan, dan tenaga ahli gubernur di salah satu kafe di Pekanbaru. Dari lokasi, disita uang tunai Rp800 juta dan pecahan mata uang asing senilai Rp1,6 miliar.

KPK juga menyegel rumah pribadi Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan menemukan tambahan uang dalam bentuk valuta asing. “Kami menduga uang itu digunakan untuk menutupi biaya perjalanan luar negeri yang tidak tercatat dalam agenda resmi pemerintah daerah,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Kini, Abdul Wahid bersama dua bawahannya resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan KPK. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf b, e, dan f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[IMAGE: Gaya Hidup Mewah Pejabat Riau Disorot Netizen Pasca OTT Gubernur]
KPK menegaskan, kasus ini menjadi simbol penyalahgunaan kekuasaan di tingkat daerah yang dilakukan dengan cara sistematis. “Sungguh ironis, dana publik yang seharusnya digunakan untuk membangun jalan dan jembatan justru mengalir ke tiket pesawat dan hotel luar negeri,” ujar Johanis.
Ia menegaskan, KPK akan menelusuri seluruh aliran dana yang digunakan untuk perjalanan tersebut, termasuk koordinasi dengan PPATK dan lembaga keuangan internasional. “Kami akan memastikan setiap rupiah yang diselewengkan dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Kasus Abdul Wahid menambah daftar panjang kepala daerah yang menikmati dana publik untuk kepentingan pribadi, bahkan hingga ke luar negeri. Riau kembali jadi sorotan nasional, bukan karena pembangunan, tapi karena korupsi yang menyeberang batas negara.


















