Ibu Hamil Meninggal di Papua Usai Ditolak RS Puan Minta Jangan Terjadi Lagi

Ibu Hamil Meninggal di Papua Usai Ditolak RS, Puan Minta Jangan Terjadi Lagi

Kabar duka datang dari Kabupaten Jayapura, Papua. Seorang ibu hamil bernama Irene Sokoy meninggal dunia setelah ditolak empat kali oleh rumah sakit rujukan di wilayah tersebut. Kematian Irene dan bayinya yang masih dalam kandungan menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Ketua DPR RI Puan Maharani yang mengecam tindakan tersebut dan meminta agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Peristiwa ini menggambarkan betapa buruknya sistem pelayanan kesehatan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), terutama di daerah seperti Papua. Dalam artikel ini, kita akan membahas kronologi kematian Irene, tanggapan pemerintah dan DPR, serta langkah-langkah yang bisa diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.


Kronologi Kematian Ibu Hamil di Papua

Irene Sokoy, seorang warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Jayapura, mulai merasakan kontraksi pada hari Minggu (16 November 2025). Keluarganya segera membawanya ke RSUD Yowari menggunakan speedboat. Namun, saat tiba, dokter tidak ada di tempat dan proses pembuatan surat rujukan berlangsung sangat lambat.

“Pelayanan sangat lama. Hampir jam 12 malam surat belum dibuat,” ujar Abraham Kabey, Kepala Kampung Hobong, dikutip dari laman detikcom.

Setelah menunggu hingga larut malam tanpa mendapatkan layanan yang memadai, keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura. Kedua rumah sakit itu juga menolaknya, baik karena alasan teknis maupun biaya. Akhirnya, mereka mencoba menuju RS Bhayangkara, tetapi diminta membayar uang muka sebesar Rp 4 juta dengan alasan kamar BPJS penuh.

Dalam perjalanan panjang tanpa penanganan darurat, Irene akhirnya meninggal dunia pada pukul 05.00 WIT, Senin (17 November 2025).


Tanggapan Gubernur Papua dan Keluarga Korban

Gubernur Papua, Matius D. Fakhiri, menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini. Dia mengakui bahwa pelayanan kesehatan di daerah tersebut masih kurang memadai.

“Saya baru mau memulai, tetapi Tuhan sudah memberikan satu contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di provinsi di Papua. Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah,” tutur Matius.

Suami korban, Neil Kabey, menyampaikan kesedihan dan kekecewaannya terhadap pelayanan rumah sakit. Ia menegaskan bahwa jika saja dokter hadir saat itu, mungkin istrinya dan bayinya masih hidup.

“Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti jika memang dokter saat itu tidak ada,” ujar Neil dengan nada kesal bercampur sedih.


Penolakan Pasien di Rumah Sakit: Apakah Boleh?

Kasus Irene bukanlah yang pertama kali terjadi. Di beberapa daerah lain, pasien dalam kondisi darurat juga pernah ditolak oleh rumah sakit. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah rumah sakit boleh menolak pasien?

Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), semua rumah sakit dilarang menolak pasien dalam kondisi kritis atau darurat. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 32 Ayat 2.

“Kalau dalam kondisi emergency harus ditangani,” kata Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes.

Selain itu, rumah sakit juga dilarang meminta uang muka kepada pasien dalam kondisi darurat. Hal ini juga diatur dalam UU Kesehatan. Namun, dalam kasus Irene, keluarga sempat diminta membayar uang muka, meskipun kondisi istrinya sangat kritis.


Tanggapan DPR dan Puan Maharani

Ketua DPR RI Puan Maharani mengecam tindakan rumah sakit yang menolak pasien dalam kondisi darurat. Ia memerintahkan Komisi IX DPR untuk mengevaluasi Kementerian Kesehatan, terutama terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan di wilayah 3T.

“Jadi DPR juga prihatin dan tentu saja ini sangat concern dan akan meminta komisi terkait untuk mengevaluasi pelaksanaan, hal-hal terkait dengan penanganan kesehatan yang terjadi di khususnya di wilayah 3T,” ujar Puan.

Puan menegaskan bahwa insiden ini membuktikan adanya persoalan serius dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Ia berharap evaluasi yang dilakukan dapat menghasilkan perbaikan sistem dan mencegah penolakan layanan terjadi lagi.

“Jadi jangan sampai terjadi lagi penanganan atau kelalaian penanganan kesehatan yang terjadi seperti ini,” kata Puan.


Langkah yang Perlu Dilakukan untuk Mencegah Kejadian Serupa

Kasus Irene menunjukkan betapa pentingnya perbaikan sistem pelayanan kesehatan, terutama di wilayah 3T. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Evaluasi Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan

DPR dan Kemenkes perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di seluruh rumah sakit, terutama di wilayah 3T. Evaluasi ini harus melibatkan para ahli dan stakeholder terkait.

2. Peningkatan Kapasitas SDM di Rumah Sakit

Salah satu penyebab penolakan pasien adalah kurangnya tenaga medis. Pemerintah perlu meningkatkan jumlah dokter, perawat, dan bidan di daerah-daerah yang minim fasilitas kesehatan.

3. Peningkatan Infrastruktur dan Teknologi

Rumah sakit di wilayah 3T seringkali memiliki infrastruktur yang tidak memadai. Pemerintah perlu memperbaiki fasilitas kesehatan, termasuk alat medis dan sistem rujukan antar rumah sakit.

4. Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Masyarakat perlu lebih memahami hak-haknya sebagai pasien. Selain itu, mereka juga perlu mengetahui bagaimana cara mengajukan pengaduan jika mengalami penolakan layanan kesehatan.

5. Penegakan Hukum bagi Pelaku Penolakan

Pemerintah perlu memberikan sanksi tegas kepada rumah sakit atau individu yang menolak pasien dalam kondisi darurat. Ini bertujuan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.


Kesimpulan

Kasus kematian ibu hamil Irene Sokoy di Papua adalah sebuah tragedi yang menunjukkan betapa buruknya sistem pelayanan kesehatan di wilayah 3T. Kematian ini tidak hanya menjadi duka bagi keluarga, tetapi juga menjadi alarm bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk segera melakukan perbaikan.

Ketua DPR RI Puan Maharani telah menegaskan bahwa kejadian seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Dengan evaluasi yang tepat dan langkah-langkah konkret, diharapkan masyarakat Indonesia, khususnya di daerah terpencil, bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan layak.

Jika Anda ingin terlibat dalam upaya perbaikan kesehatan di Indonesia, ikuti komunitas seperti HaiBunda Squad untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan informasi penting seputar kesehatan dan parenting. Daftar sekarang dan bergabung bersama kami!

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *