Russia’s Threats Prompt France to Consider a New National Military Service

Pada November 2025, Perdana Menteri Prancis Emmanuel Macron mengumumkan rencana untuk memperkenalkan layanan militer nasional baru yang bersifat sukarela. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap ancaman Rusia yang meningkat, khususnya setelah invasi penuh Rusia ke Ukraina berlangsung selama lebih dari tiga tahun.

Dalam pidatinya di pangkalan militer Varces di Pegunungan Alpen Prancis, Macron menyatakan bahwa layanan militer nasional akan secara bertahap diperkenalkan mulai musim panas berikutnya. Pemuda yang mendaftar akan menjalani pelatihan di daratan Prancis dan wilayah jajahan, tetapi tidak akan ditempatkan dalam operasi militer luar negeri. Sebagian besar peserta akan berusia 18 hingga 19 tahun, dengan sisanya berusia hingga 25 tahun yang memiliki keterampilan khusus seperti insinyur.

Ancaman Rusia terhadap stabilitas Eropa telah menjadi alasan utama bagi Prancis untuk mempertimbangkan langkah ini. Macron menekankan bahwa negara-negara Eropa harus siap menghadapi risiko konflik baru, terutama karena Rusia yang selama sepuluh tahun terakhir memilih untuk kembali menjadi kekuatan imperialis. “Hari ketika Anda mengirimkan sinyal kelemahan kepada Rusia… itu akan terus maju,” katanya dalam wawancara dengan radio RTL.

Selain itu, Prancis juga berencana meningkatkan anggaran pertahanan menjadi 64 miliar euro per tahun pada 2027, yang merupakan dua kali lipat dari angka saat Macron menjabat pada 2017. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat pasukan militer yang saat ini terdiri dari sekitar 200.000 personel aktif dan 47.000 reservis.

French military personnel training in the field

Sebelum pengumuman Macron, Jenderal Fabien Mandon, kepala staf angkatan bersenjata Prancis, memicu kontroversi dengan menyatakan bahwa Prancis harus siap “kehilangan anak-anaknya” dalam menghadapi potensi konflik dengan Rusia. Pernyataan ini mendapat kritik dari berbagai kalangan, termasuk partai kiri, yang menuduhnya sebagai provokator perang.

Namun, Macron menekankan bahwa layanan militer nasional baru ini tidak bertujuan untuk mengirim pemuda ke garis depan, termasuk ke Ukraina. “Kita harus segera menghilangkan kebingungan bahwa kita akan mengirimkan pemuda kita ke Ukraina,” katanya.

Prancis bukan satu-satunya negara Eropa yang memperkuat kemampuan militer. Jerman sedang berupaya menarik lebih banyak calon prajurit melalui layanan militer sukarela. Belgia juga mengirim surat kepada remaja berusia 17 tahun untuk mendorong mereka mendaftar. Polandia bahkan merencanakan program pelatihan militer sukarela yang bertujuan melatih 100.000 relawan per tahun.

European countries with compulsory military service

Di tingkat regional, sepuluh negara UE memiliki layanan militer wajib, termasuk Austria, Siprus, Kroasia, Denmark, Estonia, Finlandia, Yunani, Latvia, Lithuania, dan Swedia. Norwegia, yang bukan anggota UE, juga memiliki layanan militer wajib untuk laki-laki dan perempuan.

Ahli militer Dr. Sophie Martin dari Institut Studi Keamanan Eropa menyatakan bahwa keputusan Prancis untuk memperkenalkan layanan militer nasional baru adalah langkah strategis yang penting. “Ini menunjukkan bahwa Prancis sadar akan ancaman yang semakin nyata dari Rusia dan ingin memastikan persiapan militer yang kuat,” katanya.

French military training for young volunteers

Sementara itu, penduduk lokal di Varces, tempat Macron melakukan kunjungan, memiliki pandangan beragam. Beberapa menyambut baik langkah ini sebagai bentuk persiapan terhadap ancaman luar, sementara yang lain khawatir tentang risiko yang ditimbulkan. “Kami ingin negara kami aman, tetapi kami juga takut akan konsekuensi dari penggunaan militer,” ujar seorang warga setempat.

Dalam analisisnya, pakar politik Prancis Dr. Jean-Pierre Lefevre menyoroti pentingnya keseimbangan antara keamanan nasional dan hak-hak individu. “Layanan militer sukarela bisa menjadi solusi yang baik, asalkan tidak ada tekanan berlebihan kepada pemuda,” katanya.

French youth participating in military training program

Langkah Prancis ini juga menunjukkan tren yang sama di seluruh Eropa, di mana negara-negara mencari cara untuk memperkuat pertahanan tanpa kembali ke sistem wajib militer. Dengan ancaman Rusia yang terus meningkat, keputusan ini diharapkan dapat memberikan keamanan yang lebih baik bagi Eropa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *