Bekasi kembali dihebohkan oleh fenomena ribuan ular yang tiba-tiba masuk ke permukiman warga. Kejadian ini memicu kepanikan di sejumlah wilayah, terutama di daerah dengan lahan kosong yang berubah fungsi menjadi perumahan. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Disdamkarmat) Kota Bekasi mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan.
Menurut data Disdamkarmat, hingga pertengahan Januari 2025, mereka telah menerima sekitar 50 laporan terkait keberadaan ular di lingkungan warga. Anggota Tim Rescue Dinas Damkarmat Kota Bekasi, Eko Uban, menjelaskan bahwa mayoritas laporan datang dari wilayah padat penduduk seperti Pondok Gede, Kranggan, Mustikajaya, Bantargebbang, hingga Bekasi Timur dan Utara.
“Dari 50 laporan yang masuk, sekitar 30 ekor ular berhasil dievakuasi. Sebagian besar ular yang kami tangani berjenis sanca, yang ditemukan di plafon rumah, tumpukan barang, hingga kamar kos,” jelas Eko.

Fenomena ini tidak lepas dari gangguan habitat alami ular akibat pembangunan. Kebun dan rawa yang menjadi tempat tinggal ular kini banyak berubah menjadi kawasan perumahan. Ditambah musim hujan yang memaksa ular mencari tempat kering, membuat mereka sering masuk ke area pemukiman.
“Lingkungan yang kotor, banyak tumpukan barang, atau jarang dibersihkan menjadi lokasi favorit ular untuk bersembunyi. Ular masuk ke rumah bukan karena ingin menyerang, tapi karena mencari tempat aman atau mangsa,” tambah Eko.
Pendiri Komunitas Sahabat Reptil Bekasi (SRB), Usup Saharoni, menjelaskan bahwa fenomena ular masuk ke rumah warga memang marak terjadi di musim hujan. “Biasanya ular akan menempati lubang yang dibuat hewan lain. Saat hujan, lubang itu terisi air, sedangkan ular tidak kuat berada di air sehingga berpindah ke permukiman,” ujar Usup.

Usup juga menyoroti ekosistem perkotaan yang turut memengaruhi keberadaan ular. Menurutnya, masih banyak masyarakat Bekasi yang memburu dan mengonsumsi biawak, padahal hewan tersebut merupakan predator alami ular.
“Di Bekasi masih banyak yang menjual sate biawak. Padahal biawak itu predator alami ular. Kalau predatornya berkurang, populasi ular bisa meningkat,” katanya.
Selain faktor tempat tinggal, Usup menjelaskan bahwa ular besar seperti sanca cenderung hidup di area perairan atau lahan kosong. Sementara ular kecil biasanya memilih menghindar. Namun, jika ada perumahan yang dibangun di lahan kosong tetapi tidak sepenuhnya dihuni, kawasan tersebut sering dijadikan tempat persembunyian ular.
“Kalau ada lahan kosong yang berubah jadi perumahan tapi tidak semuanya dihuni, area itu jadi lokasi persembunyian ular,” ujarnya.

Menurut data Disdamkarmat Kota Bekasi, ular jenis sanca menjadi yang paling sering dievakuasi. Dari total laporan masyarakat, sekitar 70 persen ular yang ditangani merupakan jenis non-berbisa, sementara sisanya 30 persen merupakan ular berbisa.
Eko Uban mengingatkan masyarakat agar lebih waspada, terutama di sekitar area pemukiman yang banyak galian tanah atau kebun yang tak terawat. “Hindari menumpuk barang bekas sembarangan, bersihkan ilalang tinggi. Itu bisa jadi tempat ular bertelur,” imbuhnya.
Ia menekankan bahwa keberadaan ular juga bagian dari ekosistem. Namun karena habitatnya semakin berkurang akibat pembangunan, ular kerap berpindah ke sekitar pemukiman untuk mencari tempat aman bertelur.

Untuk mencegah ular masuk ke lingkungan tempat tinggal, Eko menyarankan beberapa langkah penting. Pertama, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Kedua, membuang barang-barang tak terpakai secara teratur. Ketiga, selalu siaga dan melaporkan keberadaan ular kepada petugas terkait.
“Menjaga kebersihan rumah, membuang barang-barang tak terpakai, serta selalu siaga adalah langkah penting untuk mencegah ular masuk ke lingkungan tempat tinggal,” pungkas Eko.



















