IDAI Minta Pemerintah Akui Banjir Sumatera sebagai Bencana Nasional

Persatuan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta pemerintah menetapkan banjirdan tanah longsor yang terjadi di wilayah Sumatera sebagai bencana nasional. Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso menyatakan musibah yang terjadi sejak 25 November lalu memberikan dampak besar terhadap pelayanan kesehatan di puluhan Kabupaten dan Kota di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Piprim menyebutkan banyak korban tewas, sementara fasilitas kesehatan juga tidak beroperasi dengan baik. Di beberapa daerah, menurutnya, jaringan listrik terputus sehingga peralatan di rumah sakit dan tempat layanan kesehatan lainnya tidak dapat digunakan.

Piprim mengatakan para tenaga kesehatan di daerah juga kesulitan menghadapi situasi yang sangat sulit. Ia kemudian membantah pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Suharyanto yang menyebut kondisi di lapangan tidak seburuk yang diberitakan di media sosial.

“Kami percaya ini tidak hanya viral di media sosial, tetapi juga benar-benar menghebohkan di dunia nyata. Semoga Bapak Menteri juga dapat memasukkannya sebagai bencana nasional,” kata Piprim dalam konferensi pers tanggap darurat bencana Sumatera melalui video telekonferensi pada Senin, 1 Desember 2025.

Meskipun banjir di beberapa daerah mulai berkurang, Piprim mengingatkan bahwa situasi pasca-banjir, seperti pengungsian, sangat tidak baik bagi kesehatan, terutama untuk anak-anak. IDAI mencatat penyakit yang paling sering dialami anak-anak di tempat pengungsian antara lain infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), diare, luka, serta pneumonia.

Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara, Eka Airlangga, menyampaikan bahwa berdasarkan data sementara yang dikumpulkan IDAI di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tercatat sebanyak 92 kasus ISPA, 23 kasus diare, 42 kasus infeksi kulit tinea, serta 4 kasus dermatitis bakteri pada anak. Sementara itu, di Medan terdapat 43 kasus ISPA, 6 kasus diare, dan 4 kasus tinea pada anak.

“Penyakit ISPA yang berkaitan dengan sanitasi seperti diare, serta luka pada kulit, menjadi kasus utama di tempat pengungsian di Sumatera Utara,” ujar Eka.

Di Aceh, akses terhadap layanan kesehatan juga tidak kalah mengkhawatirkan. Ketua IDAI Aceh Raihan menceritakan bahwa sejak banjir melanda Aceh pada 25 November lalu, beberapa rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas kesehatan tingkat utama di Aceh tidak dapat beroperasi secara normal. Hal ini disebabkan oleh terputusnya pasokan listrik di wilayah tersebut.

Raihan mengatakan mereka hanya bertahan dengan menggunakan mesin pembangkit listrik. Layanan kesehatan mulai pulih pada hari ini. “Jadi saat itu layanan hampir tidak berjalan,” katanya.

Tidak hanya itu, di daerah yang terkena dampak berat seperti Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Tengah, dan Gayo Luwes, rumah sakit serta fasilitas kesehatan mengalami kekurangan tenaga medis dan obat-obatan. Pada waktu yang sama, Raihan menyampaikan pihaknya juga kesulitan mendistribusikan obat maupun menambahkan tenaga medis. Karena akses masuk ke wilayah tersebut terputus. “Kami baru bisa masuk dengan bantuan helikopter.”

IDAl melaporkan bahwa hingga saat ini, anak-anak pengungsi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh masih mengalami keterbatasan logistik. Beberapa bantuan yang sangat dibutuhkan antara lain salep antibiotik, obat dalam bentuk sirup dan tetes (drop), air untuk mencampur antibiotik, sendok obat, obat diare, obat dermatitis, obat ISPA, obat tetes untuk bayi, serta obat sirup kombinasi untuk ISPA. Selain itu, para pengungsi juga memerlukan pakaian layak pakai, selimut, popok, minyak kayu putih, serta makanan dan camilan untuk anak-anak.

Selain itu, pemerintah sebelumnya menyatakan bahwa banjir di tiga provinsi ini belum termasuk dalam kategori bencana nasional. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto menganggap peristiwa yang menimpa tiga provinsi tersebut belum memenuhi standar bencana nasional, baik dari segi jumlah korban maupun kondisi di lapangan.

Suharyanto menyatakan bahwa kondisi di lapangan tidak seburuk yang dikabarkan di media sosial. “Memang kemarin terlihat menegangkan karena banyak beredar di media sosial,” kata Suharyanto pada Minggu, 30 November 2025.

Meski demikian, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan pemerintah pusat akan memberikan bantuan dalam menangani keadaan darurat bencana yang terjadi di tiga provinsi di Pulau Sumatera, baik ada maupun tidaknya pengumuman status bencana nasional.

Pos terkait