Dewi Astutik, Otak Penyelundupan Narkoba Dua Ton Ditangkap

Penangkapan Dewi Astutik di Kamboja Mengungkap Jaringan Narkoba Internasional

BNN berhasil menangkap seorang pelaku narkoba yang dikenal sebagai otak dari penyelundupan dua ton sabu senilai Rp5 triliun. Penangkapan ini dilakukan di wilayah Sihanoukville, Kamboja, pada Senin, 1 Desember 2025, dalam operasi lintas negara yang melibatkan berbagai instansi nasional dan internasional.

Operasi penangkapan Dewi Astutik merupakan hasil kerja sama antara BNN, Kepolisian Kamboja, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh, Atase Pertahanan RI di Kamboja, serta Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Kolaborasi tersebut menjadi kunci keberhasilan dalam melacak dan meringkus salah satu buronan paling dicari dalam jaringan narkotika internasional.

Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Roy Hardi Siahaan, memimpin langsung operasi yang telah dirancang secara rapi selama berbulan-bulan. Dewi ditangkap saat hendak memasuki lobi sebuah hotel di kawasan Sihanoukville. Ia tidak melakukan perlawanan saat diamankan oleh petugas gabungan.

Dewi Astutik sebelumnya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 2024. Namanya mencuat setelah BNN menggagalkan pengiriman dua ton sabu di perairan Karimun, Kepulauan Riau, pada Mei 2025. Narkotika itu diangkut menggunakan kapal berbendera asing, KM Sea Dragon Tarawa, yang masuk melalui jalur laut yang kerap disebut sebagai rute favorit para sindikat narkoba internasional.

Dalam kasus tersebut, Dewi disebut menjadi pengendali utama di balik operasi besar yang melibatkan puluhan orang, mulai dari kurir, pengatur logistik, hingga jaringan distribusi di berbagai negara Asia Tenggara dan Asia Timur. Jaringan yang dikomandoinya disebut lintas benua, melibatkan sindikat dari Afrika hingga Asia.

Tak hanya terhubung dengan jaringan Golden Triangle wilayah perbatasan Laos, Myanmar, dan Thailand yang sejak lama dikenal sebagai pusat produksi opium dan heroin terbesar di Asia Tenggara, Dewi juga diduga memiliki koneksi dengan jaringan Golden Crescent yang membentang di wilayah Asia Selatan dan Timur Tengah.

Usai ditangkap di Sihanoukville, Dewi segera dibawa ke Phnom Penh untuk menjalani proses verifikasi identitas dan penyerahan resmi antarotoritas. Selanjutnya, ia akan diekstradisi ke Indonesia untuk menjalani pemeriksaan intensif oleh BNN dan aparat penegak hukum lainnya.

Kepala BNN, Marthinus Hukom, menegaskan bahwa penangkapan Dewi bukanlah akhir dari operasi pemberantasan jaringan narkoba tersebut. Justru, penangkapan ini menjadi pintu masuk untuk membongkar struktur sindikat yang selama ini beroperasi secara sistematis dan terorganisasi.

“Penangkapan ini adalah langkah awal untuk membersihkan jaringan besar yang bekerja secara masif. Kami tidak akan berhenti pada satu orang. Seluruh jaringan akan kami kejar sampai ke akar,” tegasnya.

Rekrut 110 Orang Kurir

Saat penyelundupan dua ton sabu digagalkan, BNN juga menemukan fakta mencengangkan terkait perekrutan besar-besaran kurir oleh Dewi. Dengan menggunakan berbagai identitas palsu, yang salah satunya berinisial PA, ia diduga merekrut tak kurang dari 110 orang Warga Negara Indonesia (WNI) untuk menjadi kurir narkoba di berbagai negara.

Ratusan WNI tersebut tercatat ditangkap di sejumlah negara seperti Brasil, India, Kamboja, Ethiopia, hingga Korea Selatan. Saat dimintai keterangan, banyak dari mereka menyebut bahwa perekrutan dilakukan oleh sosok perempuan yang mereka kenal dengan nama Dewi Astutik.

Bahkan, pada akhir tahun 2024, dua WNI yang membawa narkoba dari Kamboja menuju Medan diketahui merupakan bagian dari jaringan yang dikendalikan oleh Dewi Astutik. Fakta ini semakin menguatkan posisi Dewi sebagai salah satu tokoh sentral dalam peredaran narkoba internasional.

Namun demikian, BNN menduga bahwa Dewi bukanlah pemimpin tertinggi dari sindikat tersebut. Berdasarkan hasil analisis intelijen, ia diyakini terhubung dengan organisasi kriminal besar yang berbasis di Afrika dan beroperasi di wilayah Thailand serta Semenanjung Malaya.

Identitas Asli

Di sisi lain, identitas Dewi Astutik juga menimbulkan tanda tanya di masyarakat. Dari hasil penelusuran, Dewi diketahui berasal dari Jawa Timur. Berdasarkan fotokopi KTP dan paspor yang pernah diamankan, ia tercatat beralamat di Dukuh Sumber Agung, Desa Balong, Kabupaten Ponorogo.

Namun, ketika aparat dan awak media mendatangi alamat tersebut, warga setempat mengaku tidak mengenal nama Dewi Astutik. Kepala Dusun Sumber Agung, Gunawan, menyatakan bahwa tidak ada warga dengan nama tersebut di wilayahnya.

“Nama Dewi Astutik tidak ada. Tetapi alamat itu memang wilayah sini. Kalau dari fotonya, kami kenal, tapi namanya bukan itu,” ujarnya. Menurut pengakuan warga, perempuan yang fotonya beredar luas di media dikenal dengan nama inisial PA.

Ia disebut telah lama bekerja di luar negeri sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI), mulai dari Hongkong, Taiwan, hingga terakhir Kamboja. Diduga, nama Dewi Astutik digunakan sebagai identitas palsu untuk menyamarkan jejaknya.

Kapolres Ponorogo AKBP Andin Wisnu Sudibyo membenarkan bahwa Dewi merupakan warga Ponorogo, tetapi identitas yang digunakan selama ini telah dimanipulasi. “Yang bersangkutan memang orang Ponorogo, namun identitas pertamanya sudah dipalsukan. KTP yang digunakan bukan nama asli,” jelasnya.

Kasus Dewi Astutik membuka mata aparat dan masyarakat tentang betapa luas dan kompleksnya jaringan narkotika internasional yang mengeksploitasi WNI sebagai kurir serta memanfaatkan jalur migran untuk menyelundupkan barang haram lintas negara.

Kini, proses hukum tengah berjalan dan publik menanti pengungkapan lanjutan dari BNN terkait siapa saja yang terlibat serta seberapa besar jaringan yang masih tersisa.

Penangkapan Dewi Astutik menjadi salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah pemberantasan narkoba Indonesia, sekaligus peringatan serius bahwa perang melawan narkotika masih jauh dari kata selesai.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *